Nyonya Kim merasa lelah melihat tingkah kedua putranya seminggu belakangan ini. Junkyu terus melihat ponsel setiap satu menit, sedangkan Doyoung tampak seperti seseorang yang siap melayangkan tinjunya kapanpun itu; dia nampak sangat frustasi.
"Eomma rasa kalian mulai tidak wajar." Nyonya Kim meletakkan sumpitnya. Dia tidak tahan dengan keheningan mencekam yang melanda meja makan malam mereka, hal yang baru dan tidak normal.
Kedua putranya seolah tidak mendengar. Junkyu acuh, justru mengecek ponselnya lagi, sedangkan Doyoung masih setia mencucukkan sumpit di atas makanannya lagi dan lagi.
"Kalian tidak mendengar eomma bicara?" keduanya diam, masih tidak peduli.
Tuan Kim yang mulai mendengar emosi dalam suara sang istri ikut menghentikan suapan. Pria itu melihat pada kedua putranya. Ia lantas merampas ponsel Junkyu dan menurunkan sumpit Doyoung sehingga mendapatkan fokus keduanya.
"Appa!" keluh Junkyu.
Doyoung bergeming.
"Eomma sedang berbicara dengan kalian berdua, dengarkan dia," jelas Tuan Kim lembut.
Junkyu mengerucutkan bibir. Mengalihkan atensi secara perlahan pada sang ibu yang duduk berdampingan dengan ayahnya.
"Apa yang sebenarnya tengah terjadi pada kalian berdua!?" Nyonya Kim hampir berseru karena gemas.
"Tidak terjadi apapun," balas Junkyu pelan.
"Lalu kenapa tingkah kalian sangat aneh belakangan ini." Nyonya Kim melirik putra bungsunya. "Doyoung, jawab eomma."
Doyoung memberi lirikkan sekilas sebelum suara kursi bergeser terdengar saat ia berdiri. "Aku sudah selesai," ujarnya tanpa emosi.
"Kau bahkan belum memakan apapun!"
"Doyoung-a, kembali duduk." sahut Tuan Kim yang juga merasakan aura tidak biasa dari kedua putranya.
Si bungsu Kim mendesah pasrah.
"Jawab pertanyaan ibumu," titah Tuan Kim tegas.
"Bukan apa-apa, tidak ada yang perlu kalian khawatirkan."
"Kau yakin? Tidak perlu menutup-nutupi masalahmu. Katakan saja, kita mungkin bisa mendiskusikannya bersama," balas Tuan Kim yang tidak berhasil diyakinkan. "Junkyu-a, kau ingin mengatakan sesuatu?"
"Ponselku," lirih Junkyu dengan mata anak anjing.
"Aish," Nyonya Kim yang kehilangan kesabaran memberinya jitakkan pedas penuh kasih sayang. "Memangnya ada apa dengan ponselmu, eoh!? Kau bertingkah aneh karena ponselmu itu, kau bahkan mengabaikan eomma. Apa ada hal yang sangat genting sehingga kau terus menatap ponselmu hampir seminggu ini. Katakan! Atau eomma perlu memukulmu lagi?"
Junkyu tidak berani membalas. Kepalanya menunduk lesu dan bibirnya mencebik. Memangnya bagaimana cara dia harus menjelaskan, kalau dirinya tengah menunggu telpon dari Haruto? Junkyu belum memiliki keberanian sebesar itu untuk mengaku pada kedua orangtuanya.
"Aigoo," dengus Nyonya Kim, membuang muka. "Lalu bagaimana dengan Haneul, kau sudah menghubunginya?"
Menggeleng ragu. Junkyu refleks mengangkat tangan sebagai tameng begitu kepalan Nyonya Kim sudah melayang di udara.
"Haneul adalah gadis yang baik. Eomma secara khusus memilihkan dia untukmu, jadi jangan menyia-nyiakan kesempatan ini. Kau harus segera menghubunginya, ajak dia bertemu dan berkencan. Hal seperti itu, apa perlu eomma juga yang mengaturnya untukmu?"
Junkyu spontan menggeleng. Membayangkan dia harus berkencan dengan Haneul sudah seperti dipaksa memasuki medan perang. Junkyu tidak tahu bagaimana menyikapi Haruto jika dia sampai tahu. "Eomma, aku benar-benar tidak tertarik dengan Haneul. Tolong biarkan aku bebas dari persoalan ini, aku tidak setuju untuk dijodohkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
It's All About Us
Фанфик[ Boys Love Area ] *** Judul sebelumnya; it's okay that's friendship 2