Part 2

400 43 11
                                    

Haruto memandangi benda itu yang tak pernah absen dia bawa, meski tak memakainya, selama sembilan tahun dia menggunakannya sebagai motivasi bahwa dia harus bergegas agar seseorang itu tidak terus menunggu, mungkin.

Si tuan muda tahu dengan sangat bahwa kepergiannya akan menjadi pertaruhan, dia mempertaruhkan perasaan dan kepercayaan Junkyu maupun dirinya sendiri. Setelah berlangsung sekian lama, dengan ia pergi tanpa sepatah kata, sebenarnya Haruto selalu dihantui keraguan jika Junkyu mungkin telah berubah.

Ia cukup takut tuk mengajak si pemuda Kim berbicara, dia belum berani mengambil resiko jika nanti yang ia dapat justru kecewa.

***

"Seonbae!"

Tepukan kencang di bahu Junkyu membuat pemuda itu berjengkit. Menoleh canggung pada seorang dokter muda yang memiliki senyum cerah, Junkyu merasa malu karena sisa tangisannya pasti terlihat kentara dan mengundang tanya.

"Eoh, kau menangis?" benar, kan. "Seonbae, kenapa kau menangis? Kenapa pula kau ada di sini, bukankah hari ini kau mengambil cuti?" sorot dokter muda itu tiba-tiba membola dramatis. "Apa kau tidak percaya karena seorang anak magang menggantikan shift mu!? Seonbae, percayalah, aku bekerja dengan sungguh-sungguh. K-kau tidak perlu khawatir aku akan mengacau!" raungnya cemas.

Junkyu mendengkus, tertawa kecil. "Sunoo-a," panggilnya kemudian, memperlihatkan sorot mata anak anjing. "Apa yang harus kulakukan, aku bertemu dengan dia setelah sekian lama, tapi aku malah mengacaukannya."

Mengingat kesalahannya beberapa jam lalu, Junkyu justru merasa ingin kembali menangis. Satu, karena kini dia tahu secara pasti bahwa Mirae sungguh memiliki hubungan dengan Haruto. Dua, Junkyu telah membuat kesalahan fatal dengan mencelakakannya meski tidak sengaja. Padahal bukan pertemuan pertama seperti ini yang ia harapkan, sekarang bagaimana caranya dia akan muncul di hadapan Haruto.

"Dia?" kening Kim Sunoo mencipta kerutan dalam. "Apa pria itu!?" memekik tertahan. Sunoo refleks mendudukan dirinya merapat di samping Junkyu, memeluk sebelah lengan si pemuda Kim, dan memberinya sorot tertarik sekaligus keingintahuan yang kentara.

Mereka duduk pada salah satu sofa yang terpajang di lobi rumah sakit. Beberapa orang yang berlalu lalang melihat kedua pria itu cukup intim, sedangkan staf rumah sakit yang mengenal keduanya sudah menganggap hal itu sebagai pemandangan biasa. Mereka mengenal Kim Junkyu, dokter ahli pediatri yang ramah dan ceria, pun Kim Sunoo yang memiliki sifat sama hanya saja dia sedikit dramatis dan senang menempeli orang-orang.

"Hm," Junkyu mengangguk lemah seraya mengerucutkan bibir.

"Ommo!" Sunoo hampir menjerit, punggung telapak tangannya spontan menutup mulut. "Ceritakan padaku seonbae, cepat ceritakan!" serunya tak sabar.

Meski belum lama saling mengenal, dengan keperibadian yang mirip, mereka bisa begitu dekat dalam waktu singkat. Junkyu tidak pernah ragu lagi untuk bercerita pada Sunoo. Pun untuk masalahnya kali ini, si pemuda Kim tidak melewatkan satu jengkal pun dari ceritanya yang Sunoo tanggapi dengan mimik serius.

Di akhir cerita kening Sunoo berkerut, ada satu bagian yang masih membuatnya bertanya-tanya. "Seonbae, apa- apa Mirae itu anak pria yang kau ceritakan?"

Tertegun, Junkyu meneguk ludah. Padahal dia sudah bercerita dengan sangat hati-hati, si pemuda Kim memilah kata dengan baik agar kesan hubungan Mirae dan Haruto tidak sampai pada kesimpulan seperti yang Sunoo tanyakan. Junkyu mencoba berdalih pada dirinya sendiri, dia takut pada satu kenyataan yang sesungguhnya sangat mengganggu.

"A- aku tidak tahu," ujarnya lirih, penuh ketidak pastian.

Sunoo paham bahwa dirinya salah menyebutkan kalimat tanya. Menyorot Junkyu dengan pandangan iba, ia ganti melingkarkan kedua lengannya pada pinggang sang senior, memberinya pelukan yang bermaksud tuk menguatkan Kim Junkyu. "Maafkan aku, seonbae. Aku menarik kata-kataku kembali," gumamnya dengan mata berkaca-kaca.

It's All About UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang