Part 4

1.7K 108 0
                                    

Apa Velyn kerja kantoran? Tentu saja bukan, mana mau dia berurusan dengan angka-angka.

Dia bekerja sebagai pembalap, setiap dia menang pasti ada imbalannya dan itu cukup untuk membayar team dan dirinya.

Dia tidak akan seegois itu mengambil semua hasil balapan, namanya team ya harus berbagi.

Naomi setuju? Tidak, apalagi dia sangat tahu Velyn anak SMA. Uang pelajar mana mungkin banyak, begitu juga Xavier, Xavier pun menolak.

"Pa, ayolah. Ve mohon, uang Ve cukup kok," kata Velyn keras kepala.

Velyn tahu tatapan mereka, tatapan penuh penolakan. Dia sudah janji sama dirinya, jika dia menikah pakai uangnya sendiri karena dia tidak mau menyusahkan siapa pun.

"Berapa uangmu?" tanya Xavier.

Bukan menyindir hanya saja Xavier ingin tahu berapa uang yang Velyn miliki sampai dia berani mengatakan hal itu.

"160 juta Pa, setidaknya itu cukup untuk nikah kami," balas Velyn jujur.

Uang yang Velyn kumpul dari kelas 10 memang segitu, itu sudah termasuk bersih. Karena uang kost, biaya-biaya perbaikan motor, beli bangunan untuk basecamp, dan motor yang dia miliki pakai uang kerja dia.

"Dari mana uang sebanyak itu kamu dapatkan?" tanya Xavier penasaran begitu juga Naomi.

"Hasil balapan Pa selama 3 tahun ini, apalagi aku harus membiayai hidupku sendiri setelah Mama tiada. Jika aku tidak balapan, maka aku mati," balas Velyn tanpa sadar dia menggunakan kata "aku".

Naomi dan Xavier tentu saja kaget, mereka tidak menyangka gadis di depan mereka bekerja sebagai pembalap untuk kelangsungan hidupnya.

Je, apa aku terlambat? Anakmu tumbuh dengan kerja keras dia sendiri, di mana Alvin si brengs*k itu? batin Xavier.

"Di mana baj*ng*n itu, Ve?" tanya Xavier menuntut penjelasan.

Velyn bukannya tidak tahu arah pertanyaan Xavier, dia sangat paham jadi dia bersikap biasa saja tanpa beban saat di tanya ke mana sang papa?

"Nikah lagi dan lupa denganku," balas Velyn santai.

Berbeda dengan Xavier yang sudah mengepalkan tangannya, Naomi tahu sang papa menahan emosinya.

Dirinya juga sama, bagaimana bisa seorang papa memilih keluarga lain dan mencampakkan anak kandungnya sendiri.

Pantas saja, saat aku bertanya orang tua, dia diam saja, batin Naomi.

"Beli cincin saja pakai uangmu, sisanya Papa yang bayar. Papa tidak menerima penolakan lagi," tegas Xavier yang membuat keputusan sepihak.

Xavier akui Velyn sangat bertanggungjawab, buktinya dia mau membayarkan semua pernikahan mereka walau dia dipaksa nikah sama Xavier.

Bisa saja Velyn meminta Xavier membayar semua pernikahan mereka, tapi dia tidak melakukan hal itu. Xavier senang, didikan Jessie tidak salah.

"Baiklah, Pa. Apa ada hal lain? Jika tidak ada kami permisi," balas Velyn diangguki Xavier.

Mereka pergi ke kosan Velyn, butuh waktu yang lama soalnya kosan Velyn sangat jauh dari rumah Naomi.

Sejam perjalanan, akhirnya mereka sampai. Jujur Naomi kaget, lingkungan tempat tinggal Velyn jauh dari kata aman.

Entah kenapa Velyn malah berani tinggal di sini? Tempat di mana sarang prenan berada, kehadiran Velyn disadari preman-preman di sini.

Preman di sini malah menyapa baik Velyn layaknya keluarga membuat Naomi kaget, Velyn yang tahu dia kaget hanya acuh saja. Velyn masuk ke kosan disusul Naomi, tidak besar kosan Velyn.

Segera Velyn membereskan barang-barangnya, dia mengambil minum untuk Naomi. Perjalanan jauh tentu saja membuat mereka haus, apalagi dia lupa menyediakan minum.

"Minum dulu, baru kita pergi," kata Velyn menyajikan minum walau air putih dam Naomi tidak menolak.

"Lulus sekolah, apa kamu mau kuliah, Ve?" tanya Naomi ke Velyn, entah kenapa dia penasaran.

"Gu-" balas Velyn terpotong.

"Aku, kamu, Ve. Aku tidak suka calon suamiku sendiri panggil lu, gue," potong Naomi diangguki Velyn.

"Baiklah, untuk pertanyaan kamu tadi. Aku tidak kuliah, buat apa aku kuliah? Aku tidak suka belajar, aku lebih suka berkelahi," balas Velyn jujur.

"Kamu kuliah di kampus tempat aku kuliah ya," pinta Naomi dibalas gelengan.

Tentu saja Velyn menolak, dia paling anti berurusan dengan pelajaran dan angka. Baginya menguras kinerja otaknya, berbeda dengan berkelahi.

"Tidak, aku tidak mau. Aku akan antar jemput kamu aja, sisanya aku kumpul sama yang lain," tegas Velyn, Naomi menghela nafas.

Susah jika Naomi bujuk, mungkin dia akan bicarakan hal ini ke Xavier. Naomi bukan egois, dia ingin Velyn mendapatkan pendidikan lebih tinggi.

Setelah minum dan istirahat sebentar, Velyn langsung menaruh barang yang sudah dia kemasi di luar rumah.

Perlu diketahui kalau barang-barang dia sangat sedikit, jadi dia tidak membutuhkan waktu yang lama. Untuk barang-barang ditaruh luar, dia sangat biasa saja.

Dia bisa menjamin barangnya aman, apalagi preman-preman di sini sangat menjaga dirinya sejak dia minggat dari rumah.

Sebelum pergi, dia berpamitan kepada mereka. Mereka pun bertanya alasan dia pergi dari kawasan ini, lalu dia dengan santai mengatakan kalau dia akan menikah dengan gadis cantik di sampingnya.

Mereka melihat Naomi yang memang cantik, mereka mengangguk lalu mendoakan dia bahagia. Mereka tahu kalau dia suka perempuan, jadi mereka tidak kaget kalau dia menikahi Naomi.

Setelah berpamitan, Velyn mengajak Naomi ke mall untuk membeli cincin pernikahan mereka. Walau Velyn dipaksa menikah, dia tidak masalah karena Jessie sang mama menyuruhnya untuk menuruti Xavier.

Velyn sangat tahu watak Jessie, Jessie tidak sembarangan menitipkan dia ke orang lain jika Jessie tidak mempercayai orang itu. Apalagi dia disuruh menuruti kata orang lain, sudah dipastikan Xavier orang baik.

Setelah mereka tiba di mall, mereka langsung ke toko perhiasan untuk membeli cincin. Di sana, mereka disambut penjaga toko tapi Velyn menghiraukan saja.

"Mau cincin yang mana, Nao?" tanya Velyn ke Naomi.

Urusan cincin, Velyn paling tidak bisa memilih jadi dia menyerahkan ini ke Naomi karena dia tahu selera Naomi bagus.

"Ini aja Ve," kata Naomi menunjuk sepasang cincin yang bagus.

Velyn mengangguk setuju, dia juga menyukai cincin yang tidak terlalu banyak pernak-pernik. Simpel namun elegan, sangat pas bagi mereka.

"Berapa?" tanya Velyn datar ke penjaga toko.

"195.462.500 Kak," balas penjaga toko.

Velyn tidak kaget mendengar harga yang sangat mahal, dia sangat tahu mall ini kawasan elit yang belanja sudah pasti kalangan atas semua.

Velyn tidak akan menolak jika Naomi suka cincin itu walau mahal sekali pun, dia akan membeli. Sayangnya uangnya kurang, dia berpikir sejenak.

"Saya ambil ini tapi disimpan dulu, 2 jam lagi saya ambil dan bayar," tegas Velyn datar.

"Ayo Nao," ajak Velyn, Naomi menatap dirinya.

"Kita mau ke mana?" tanya Naomi bingung ketika Velyn mengajaknya pergi.

TBC...

18. My GuardianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang