chapter twenty-seven : cold as hell

491 81 31
                                    



"It isn't possible to love and part. You will wish that it was. You can transmute love, ignore it, muddle it, but you can never pull it out of you."



"KAMU sendiri yang pernah bilang kalau seandainya kita berdua ditakdirkan buat bersama, kita berdua pasti akan dipertemukan kembali entah dengan cara seperti apa

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"KAMU sendiri yang pernah bilang kalau seandainya kita berdua ditakdirkan buat bersama, kita berdua pasti akan dipertemukan kembali entah dengan cara seperti apa. And now here we are, Joyceline. I believe we were meant to be together, you and I. Is it still possible to rewrite our story, Joyce? To restart what has been broken between us?"

Joyce menghembuskan napas panjang ketika perkataan Jayden malam itu kembali melintasi pikirannya. Dia tidak mengatakan apa-apa untuk hal tersebut—tidak mengiyakan, namun juga tidak mengatakan tidak. Yang Joyce lakukan hanya mendorong Jayden menjauh, kemudian memintanya memberi waktu untuk berpikir sebelum berlalu pergi meninggalkan Jayden sendirian di rooftop. Dia sama sekali tidak menoleh ke belakang begitu berbalik pergi—tidak bisa melihat bagaimana raut wajah Jayden ketika dia mendorongnya menjauh.

Joyce tidak akan menyangkal kalau masih ada bagian dari dirinya yang menginginkan Jayden kembali, karena memang begitulah faktanya; tidak peduli sekeras apa pun dia berusaha untuk menyangkal atau menolaknya, perasaannya terhadap Jayden masih utuh sampai sekarang. Namun ada juga bagian lain dari dirinya yang merasa takut—takut kalau masa lalu akan terulang kembali dalam lingkaran yang sama.

It scares her into repeating the same familiar pattern: she fell in love with Jayden Lee and then they destroyed each other because of that love.

Joyce memandangi lukisan setengah jadi yang saat ini sedang dia buat; sebuah gelombang ombak tinggi dengan dominasi warna biru. Dulu sebelum bergabung dengan tim pengelola bisnis rumah mode Prada, Joyce sering menghabiskan waktunya untuk menggambar dan melukis. Buku sketsa pemberian Jonathan waktu itu sudah penuh dengan coretan-coretan sketsanya, lalu sketsa tersebut satu per satu dia tuangkan ke atas kanvas menjadi bentuk lukisan.

Joyce lumayan bagus ketika melukis meskipun sama sekali tidak memiliki background dalam bidang seni rupa. Dan meskipun menurutnya hasil lukisan yang dia ciptakan bisa dibilang tidak begitu sempurna, entah kenapa Dante sampai detik ini masih berusaha membujuknya untuk menyerahkan salah satu lukisannya untuk dipajang di Contemporary Fine Art Gallery—lebih dari satu juga Dante tidak akan keberatan, katanya.

Joyce meletakkan palet di tangannya ke atas meja dan beranjak dari kursi tempatnya duduk. Dia bergerak mendekati sebuah kanvas berukuran 60x80 sentimeter yang dia tutup menggunakan kain putih. Tampak ragu sejenak, dia kemudian menyibakkan kain putih tersebut dan memperlihatkan lukisan yang tersembunyi di baliknya. Lukisan yang sejak Dante melihatnya langsung membuatnya tertarik, dan membuatnya terus-menerus berusaha membujuk Joyce agar mau menjual lukisan tersebut padanya agar bisa dipajang di galeri seninya.

BITTERSWEET LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang