Baru Juga Bisa Menjadi Lama
"Awal"
.
.
Boboiboy Galaxy ©Animonsta Studios
Mechamato ©Animonsta StudiosBoboiboy Fanfiction ©Sei Eonni
•••
Senja hari ini sudah seperti malam saja. Warna jingga yang seharusnya mewarnai cakrawala malah harus menutup keindahannya dengan tirai mendung. Pencahayaan remang dari lampu jalan cukup membantu visi seorang pemuda bertopi biru putih untuk melihat jalan yang dilaluinya. Dia bisa saja mengubah posisi lidah topinya ke depan agar menutupi matanya dari kemasukkan air, tetapi dengan mengenakan topi bergaya miring sudah menjadi visual pribadinya.
Air terciprat ketika dia menghentakkan kakinya kencang. Dia terus berlari menerobos hujan tanpa payung menutupi tubuh dan pakaiannya yang sudah basah, sampai dia memutuskan untuk berhenti dan berteduh di bawah atap halte. Topinya dia lepas lalu diperasnya air yang meresap banyak ke dalam serat kain topinya, kemudian dia kibas-kibaskan topinya agar air yang menyisa terciprat keluar.
Dia menyisir poninya ke belakang dengan tangan yang tidak sedang memegang apapun. Kepalanya sedikit terangkat, perhatiannya terpaku pada bulir-bulir air yang menetes dari langit-langit.
"Sudah masuk musim pancaroba, ya," monolognya lirih.
Kursi tunggu yang dibelakanginya itu dia duduki, lalu punggung yang pegal dia daratkan pada railing besi yang menjadi sandaran kursi tersebut.
"Ramalan cuaca sialan! Kalau tahu gini aku bawa payung tadi," cibirnya, lagi-lagi dia bermonolog.
Irama rintik hujan dengan desiran angin adem lembut menyapu wajahnya sangat cocok menemani keheningan pemuda itu di halte yang sepi. Kantuk mulai melandanya. Kelopak mata yang akan menutup itu terpaksa harus tetap terbuka begitu dia mendengar suara langkah kaki yang cepat menuju ke arahnya. Dia pikir, mungkin ada orang yang bernasib sama juga ingin berteduh di halte bersamanya, atau orang jahat yang akan menyerangnya kapan saja kalau dia tertidur.
"Permisi."
Tunggu! Memang ada orang jahat pamrih pada korbannya sebelum melakukan aksinya?
Kelopak matanya yang setengah terbuka itu kini terbuka lebar, dan semakin lebar saat mendapati orang yang menghampirinya tadi adalah seorang laki-laki bertopi ke depan. Walau begitu, lidah topinya tidak bisa menyembunyikan sesuatu yang menjadi keterkejutan si pemuda bermata sewarna biru laut.
"Gempa?" panggilnya pada orang itu, "kok lu bisa ada di sini?" tanyanya.
Sementara orang yang pamrih padanya tadi mengernyit bingung. Sesaat kemudian, orang itu kembali berbicara pada pemuda itu.
"Saya ingin bertanya tentang alamat ini. Apa Anda tahu dimana?" tanya orang itu, sambil menunjukkan layar ponsel pintarnya yang menampilkan sebuah memo dengan alamat tertera.
"Kenapa tiba-tiba lu jadi sopan gitu, Gem? Biasanya lu manggil gue Kak Ufan." Pemuda itu heran, orang di hadapannya juga tidak kalah.
Kemudian pemuda itu; Taufan namanya, membaca tulisan yang diketik di sana. Kedua alisnya tampak mengerut. Mata sewarna biru laut itu kembali bergulir ke arah orang itu.
"Itu 'kan alamat rumah kita, Gem. Kok lu lupa, sih?"
Sepertinya Taufan masih belum menyadari kalau orang di hadapannya itu bukan orang yang dikiranya. Orang itu juga hanya diam saja, dia pikir dia tidak akan mendapat jawaban tepat dari orang yang ditanyainya itu. Sampai mereka dikejutkan oleh klakson mobil tak jauh dari halte.
Menjengkelkan memang jika kau dikageti orang iseng dengan suara sekencang itu. Taufan mencibir sebal, berbeda dengan orang itu yang malah menghampiri mobil tersebut. Kaca mobil itu diturun bukakan dari dalam, orang itu terlihat berbicara dengan seseorang yang ada di dalam sana. Tak berselang lama, pintu mobil terbuka untuk orang itu masuk.
"Gempa!" seru Taufan
Taufan berdiri seraya menatap kaget mobil itu. Sesaat kemudian, mobil itu mulai memecut maju keempat rodanya. Taufan dibuat kalang kabut.
"Kenapa anak itu masuk ke dalam mobil yang bahkan dia dan aku tidak tahu punya siapa?!"
Dia kembali menerobos hujan untuk mengejar mobil tersebut. Persetan dia basah lagi. Bagaimana jika orang itu; yang dikiranya Gempa, diculik? Semakin kendaraan itu melaju cepat, Taufan semakin tertinggal di belakang. Nafasnya yang mulai memburu membuatnya harus berhenti. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya agar tubuh lelahnya tertopang sembari dia mengatur irama nafasnya yang acak. Taufan kembali menegakkan tubuhnya setelah lelah dan nafasnya mulai membaik. Dia menyeka wajahnya yang basah meski percuma karena wajahnya akan tetap basah oleh air hujan.
Akhirnya Taufan menyadari sesuatu, kalau dia mungkin saja sudah salah mengira orang itu adalah Gempa; saudaranya. Dari reaksi yang ditunjukkan orang itu sangat ketara sekali. Bodohnya dia tidak segera menyadarinya cepat. Akan tetapi, Taufan juga tidak sepenuhnya salah mengira orang itu adalah saudaranya. Dia sangat mengenal wajah saudaranya itu, karena dia juga memiliki wajah yang sama.
Bersambung...
A/N : My first fanfict book, hehe. Hope y'all like it!
KAMU SEDANG MEMBACA
Baru Juga Bisa Menjadi Lama | Boboiboy Fanfiction
FanfictionMendapat sesuatu yang baru dari orang lain bisa menjadi suatu hal yang disenangi atau dikecewakan. Itu tergantung bagaimana tiap individu menerimanya. Malam di hari itu, saat air mata langit deras membasahi seluruh penjuru Ibukota, empat bersaudara...