Magical Words

1.4K 202 16
                                    

"LI, gue bawain oleh-oleh nih dari Bogor!" seru Raisa sambil membuka pintu kostan Lily yang tadinya tertutup itu.

Raisa menaikkan satu alisnya kala Lily yang terbungkus selimut itu hanya memberi Raisa ibu jarinya. Cewek itu heran, kenapa sohibnya begitu tidak semangat di hari libur semester ini. Raisa lantas menyandarkan dirinya pada Lily dan menggoyang-goyangkan tubuh kurus cewek itu.

"Liii, lo kenapaaa? Lo sakit? Liiii, jangan nyuekkin gue dong," ucap Raisa dengan nada lucunya.

Lily yang tidak kuat dengan ke-cringe-an Raisa pun akhirnya keluar dari selimut yang selama dua hari telah menjadi tempatnya menangis dan merenung. Kalau dilihat dengan saksama, mata Lily bakal keliatan sembab. Namun, cewek itu tidak berusaha untuk menyembunyikan hal itu dari Raisa, karena Raisa adalah tempatnya bercerita sejak lama.

"RAIII," teriak Lily dengan suara yang cukup bergetar.

"KENAPA LIIII??? IH JANGAN NANGIS NANTI GUE KEIKUT NANGIS."

"Lo inget kan gue pernah bilang mau dinner sama Abim?"

"He'eh, terus?"

"Gue dateng sendirian ke tempat yang udah Abim share lokasinya, karena Abim masih ada urusan. Sejam Abim gak dateng, gue masih bisa positive thinking, mungkin urusannya belum kelar. Sialnya HP gue lowbat, and after 2 or maybe 3 hours waiting, he didn't come then i left that restaurant right away. Dan anjingnya, saat gue udah sampe rumah dan ngecharge HP sialan gue, ada bubble pesan dari Abim isinya 'Li, I'm so sorry, Milan is collapsing and the last call from her phone is my number. Li, I promise, I'll be there in secs' Bullshit banget gak tuh."

Lily mengatakan semua hal yang berada di benaknya sejak tadi malam pun akhirnya lega karena telah membagikan sedikit bebannya kepada sahabatnya, Raisa. Cewek berponi itu benar-benar diselimuti amarah. Selama mereka berteman, Raisa belum pernah melihat Lily sedepresi ini hanya karena seorang cowok.

"Have he called you this morning?"

"Udah, tapi gak gue angkat."

"Abim bajingan."

Lily tertawa kecil. "Gak pantes lo ngomong kasar."

"Yeee gue gini-gini sering ngomong kasar, ya!"

"Kapan emang lo ngomong kasar kayak gitu? Kayaknya gak pernah dah."

"Pernah ya! Kalo lagi kesel gue ngomong kasar, it's like magical words buat gue karena abis itu gue lega banget."

"Abim bajingan."

"Good girl!"

"Ahahahahah baru kali ini gue diajarin yang gak bener sama lo, biasanya gue terus yang ngajarin hal kayak gitu ke elo."

"Biar balance dong, Sissy."

Lily lantas memeluk erat sahabatnya itu. "Gue gak mau ngomong sama Abim selama seminggu."

"He deserves that. Tapi jangan lupa abis mogok ngomong, lo harus dengerin penjelasan dia, okie?"

"Okie."

"Li, lo mau ikut gak lusa?"

"Gak mau."

"Ih, kan lo belum tau gue mau kemana!"

"Paling jadi volunteer kan? Terus lo sama temen-temen sejurusan lo ngadain penyuluhan kesehatan di desa-desa."

"Iya heheh. Daripada lo suntuk kan di kosan mulu. Manfaatin waktu libur lo buat hal yang berguna, Li, ngapain galauin Abim, buang-buang waktu, Sissy."

To. RaisaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang