46. (1/2) + Info

9.8K 949 180
                                    

Silent Boyfriend

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Silent Boyfriend

Ps. Harap jangan emosi.

46. (1/2)

"Gue sadar, nggak semua kisah berakhir indah. Terkadang, kita harus nerima fakta bahwa kisah kita nggak seberuntung kisah-kisah indah diluar sana. Joan, kalau kemarin gue bilang; gue nggak mau Lo pergi, apa lo akan tetap disini? Tapi, kalau lo tetap memilih pergi, hati-hati dijalan, ya. Terimakasih untuk 3 tahun yang penuh emosi, haha."

•••

"Mei..." Napasnya tersengal, seakan sangat terluka. Meisya ikut merasa sesak.

Alisa masih menangis sejak lima menit lalu, Meisya tidak peduli dengan bajunya yang basah oleh air mata bercampur ingus Alisa. Dia hanya mengelus kepala dan lengan Alisa untuk menenangkan sahabat setannya.

"Nangis kalo itu bikin lo tenang, Lis. Hidup lo bukan cuma tentang Joan. Lo punya gue sama Bima, tante Emina juga," tutur Meisya. Jika memang begitu yang Joan lakukan, maka pertama kali Meisya merasa marah pada Joan.

Kemudian Bima menyahut. "Sekarang coba jelasin sebelum gue tonjok si Joan."

Melihat sahabatnya menangis begini, tentu Bima tidak terima. Mereka sudah bersahabat sejak dari embrio. Sedangkan Joan yang baru-baru ini kenal berani sekali menyakiti Alisa.

Kendati ia marah dengan Joan, tidak serta merta ia menonjok Joan jika itu atas kesalahpahaman.

Kemudian Alisa menjelaskan semuanya sambil menangis.

"Gue tahu lo kecewa. Jangankan lo, gue aja kecewa denger Joan ngomong karena orang lain. Tapi, mungkin emang Anna alasan Joan trauma dan sekarang tiba-tiba dia kembali. Joan pasti shock," papar Meisya mencoba membuat Alisa mengerti.

"Gue cuma ngerasa semuanya gak berarti apa-apa buat Joan. Itu yang buat gue kecewa, Mei."

Tiga tahun mungkin bukan waktu yang lama, tapi tidak sebentar juga.

Alisa hanya meminta Joan percaya padanya, bahwa dia bisa menerima. Namun, Joan seakan menganggap tiga tahun ini bukan apa-apa. Semua yang mereka jalani tidak berarti apapun.

Seakan Joan menganggapnya hanya sebagai tempat singgah dan pelampiasan.

"Gue ngerti. Gak apa-apa." Meisya memeluk Alisa lagi.

"Sekarang lo fokus sembuh dulu. Gak usah pikirin masalah ini." Bima mengusap kedua pipi Alisa yang berderai air mata.

***

"Pertama kali. Pertama kali gue kecewa sama lo, Jo." Bima menatap tajam juga kecewa pada Joan yang hanya menanggapi dengan diam, bahkan tidak balik menatap orang yang mengajaknya bicara.

"Kali ini, gue nggak bisa biarin Alisa terluka lagi. Berapa kali dia ngemis cuma buat denger cerita Lo?" Kalau pun Lo nggak sanggup, apa salahnya Lo jelasin perlahan sama dia?"

Dengusan samar terdengar dari Joan. Cowok itu berbalik menghadap Bima. "Berapa kalipun Joan jelasin. Dia nggak akan ngerti. Yang dia mau cuma obsesinya terpenuhi."

Bima tercengang dengan apa yang Joan ucapkan. Bahkan sekarang, cowok itu seakan tidak sudi menyebut nama Alisa.

"Gue kira lo beda sama cowok diluar sana. Apa segitu susahnya Lo percaya sama Alisa?" Kini, Meisya ikut berujar.

"Joan, gue nggak pernah kecewa karena Lo. Gue nggak pernah semarah ini sama lo. Bahkan gue bersyukur Alisa punya Lo yang cinta banget sama dia. Gue bersyukur Alisa bahagia. Tapi ternyata," Meisya menyeka air matanya kasar.

"Lo cuma jadiin dia pelarian? Otak Lo dimana, hah?!" bentak Meisya, tidak terima dengan kenyataan bahwa Alisa dilukai, lagi dan lagi.

"Kalian nggak ngerti."

"Karena Lo nggak pernah berusaha untuk jelasin supaya kita bisa ngerti, Joan!" teriak Meisya geram. Kemudian Bima menariknya untuk ditenangkan.

"Ini udah selesai...," Joan menatap sayu kearah keduanya. "Baby suruh Joan pergi. Ini kemauannya kan?" ucapnya dengan kekehan miris.

"Dan lo nggak berusaha untuk perjuangin? Ini yang Lo bilang cinta? Lo bajingan!" maki Meisya murka mendapati Joan menyerah begitu saja.

"Untuk apa perjuangin seseorang yang ingin kita pergi dari hidupnya? Bukankah itu buang-buang waktu?"

PLAK!

"BRENGSEK! LO BRENGSEK! LO JAHAT! PERGI LO, ALISA GAK BUTUH COWOK PENGECUT KAYAK LO!" kecam Meisya, amarah yang sejak tadi berusaha dia tahan pun akhirnya meledak.

"Mei, tenang, ya?" ucap Bima. "Dia jahatin Alisa, Bim. Dia bajingan." Meisya tidak pernah semarah ini sebelumnya, tidak pernah sekalipun Joan seringkali membuat Alisa mempertanyakan atensinya dalam hidup cowok itu.

"Lo benar-benar buat kita kecewa, Jo," ucap Bima menatap Joan.

Cowok itu hanya menanggapi datar. "Ayo, Anna."

Mereka berpapasan dengan Alisa kala keduanya berbalik. Alisa dengan tatap kosong dan air mata yang mengalir dikedua pipinya. Joan eratkan genggam pada Anna, melanjutkan langkah tanpa melirik Alisa, sedikitpun.

Jadi ini, rasanya patah hati? Alisa sadar, dia telah menjatuhkan harap pada orang salah.

Tapi tenang, Alisa hanya menjatuhkan setengah hatinya untuk dilukai. Dia masih bisa bertahan, dengan setengah hatinya yang mulai hancur.

"Hati-hati dijalan, Joan."






To be continued.. soon!

Silent Boyfriend [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang