20🔫

367 34 9
                                    

Di malam ini, langit malam penuh dengan bintang yang bersinar dan rembulan yang terlihat sangat indah. Pancaran cahayanya, menghiasi wajah cantik Ezi yang tengah duduk di halaman Villa.

Gadis itu sedari tadi masih setia di sana, duduk di bangku halaman sambil menatap langit. Segelas kopi yang masih mengeluarkan kepulan asap, menemani malam nya yang dingin.

Berkali-kali ia menyeruput kopi nya, kemudian menghela nafas panjang, seperti memiliki beban besar di dalam hidupnya. Orang-orang melihat Ezi adalah gadis yang sempurna, dimana ia memiliki segalanya. Kecantikan dan keluarga yang bahagia juga kayak.

Namun, di balik itu semua tersimpan rahasia besar yang Ezi pendam selama ini. Bahkan Rere sahabatnya dan Helmi, tidak mengetahui akan hal itu. Ia menelan segala kepahitan dan kekejaman takdir di dalam hidupnya sendiri, tanpa ada orang lain yang tahu.

Ezi melewati segala masa-masa sulit dalam hidup yang orang lain sangka sangat sempurna. Sempurna? Ezi ingin tertawa mengingat kata itu. Karena ia tahu betul, jika kesempurnaan yang orang lain kira penuh dengan cacat.

“Kenapa?”

Suara bariton seseorang, membuat lamunan Ezi buyar. Gadis itu hanya menoleh ke samping, dan kembali meminum kopinya. Ia sama sekali tidak memperdulikan Helmi, yang kini telah duduk di samping nya.

Lelaki itu menatap Ezi, kemudian menghela nafas pelan. “Malam ini ... langitnya cantik ya? Indah.” Helmi mendongak, menatap langit sambil tersenyum manis.

Mendengar itu, Ezi mengangguk setuju. “Iya. Indah. Sangat-sangat indah,” gumamnya pelan.

Helmi menoleh. “Kenapa? Ada masalah? Kalau ada, cerita aja, gak papa. Dulu juga kamu sering kan cerita sama saya, kamu inget gak? Waktu itu di pohon besar dekat Danau, kam—”

“Mi, udah deh! Itu masa lalu. Dulu dan sekarang beda!” potong Ezi tidak suka.

Ia menaruh gelasnya dengan kasar, kemudian berdiri dan hendak pergi. Namun pergerakan itu terhenti, saat Helmi menahan lengannya. Dengan perasaan dongkol, Ezi kembali menoleh. Menatap Helmi dengan datar.

“Apa sih? Gue mau tidur, lepasin!” sentak nya kasar.

Helaan nafas keluar dari mulut Helmi, lelaki itu terus menatap dengan dalam mata indah milik Ezi. Dia merasa, Ezi-nya sudah menghilang. Dan Ezi yang berada di hadapannya ini, bukan Ezi yang dia kenal.

Tanda tanya mengapa dan kenapa, seketika memenuhi kepala lelaki itu. Dia sangat bingung melihat sikap Ezi yang berubah drastis, apa karena hanya belum terbiasa? Secara kan, mereka berpisah belasan tahun. Tapi, apa mungkin? Helmi merasa ada yang aneh dan janggal.

“Kenapa? Kamu kok jadi gini sih, ada apa? Udah lama kita gak ketemu, tapi saya rasa, kamu bukan gadis kecil yang dulu saya tahu. Kamu berubah Zi,” lirih Helmi dengan sendu.

Ezi tersenyum sinis. “Terus? Lo nyesel ketemu lagi sama gue? Hah, emang seharusnya gue dan lo gak usah ketemu sejak awal. Kalau gue tahu, lo teman Batara suaminya Rere. Gak mungkin gue balik ke Indonesia!”

“Kok kamu gitu sih? Kamu tahu, sudah lama saya cari-cari kamu. Asal kamu tahu, saya terus nungguin kamu di Danau itu. Tempat dimana kamu pergi yang katanya sebentar, ternyata malah bertahun-tahun!”

Helmi meraih tangan kanan Ezi, menggenggam keduanya dengan erat. “Dan selama itu juga, saya terus nungguin kamu di Danau itu. Dengan harapan, jika kamu akan kembali. Sekuat tenaga, saya terus berusaha mengingat wajah kamu agar nanti jika saya besar. Saya akan cari kamu.

Saya ingat semuanya Zi, mimpi kamu, harapan kamu dan ... dan segalanya! Apa kamu lupa? Dan hanya saya, yang ingat kenangan kita?”

Ezi menyentak nafas kasar, gadis itu memalingkan wajahnya. Keringat mulai membanjiri telapak tangan nya yang terkepal, pertanda jika ia sedang gugup dan Helmi tahu juga menyadari akan hal itu.

THE POLICE [Hiatus]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang