Serendipity 4

483 38 4
                                    

"Saya ingin pindah kamar, Rion." Suara itu menginterupsi Maureen yang sedang melihat kursi roda itu. Dia berbalik, melihat Garka sudah berada di belakangnya. Rion--penjaga pribadi khusus yang Garka miliki, badannya terlihat gagah dibanding penjaga lainnya. Perawakan Rion mampu menyaingi Garka yang dulu.

Maureen segera bangkit dan menghampiri Garka, dia meraih tangan itu dan menciumnya, sontak Garka langsung terkejut. "Apa yang kamu lakukan?!" bentak Garka.

Rion langsung meninggalkan mereka berdua dan menutup pintu membuat Garka langsung panik ketakutan, entahlah kenapa Garka sepanik itu, namun terlihat sekali dari wajahnya. "Aku cium tangan, Mas. Mas baru pulang dari kantor 'kan?" tanya Maureen.

Garka yang mendengar saat dirinya disebut 'Mas' oleh Maureen merasa merinding. Dia langsung melepas kuncian pada kursi roda namun tidak dapat terbuka, hal tersebut membuat Garka membuncah semakin marah. "Rion!!! Rion!!!" teriak Garka sembari kesusahan melepas kuncian kursi roda tersebut.

Maureen yang melihat Garka kesulitan, langsung segera membantu, namun dengan cepat Garka mendorong Maureen sangat kencang hingga Maureen tersungkur jatuh. "Awwww shhhh," ringis Maureen ketika sikunya berbenturan dengan luka yang belum kering.

"Rion!!!!" Garka masih berteriak dan tidak peduli akan kondisi Maureen. "Rion!!!"

Rion--penjaga itu langsung berlari menghampiri Garka. Melihat Maureen yang tersungkur, Rion berpikir Garka memanggil dirinya untuk menolong Maureen sebab itu dia segera menolong Maureen. Namun sesaat sebelum dia membantu Maureen, Garka sudah langsung berkata, "Saya memanggil kamu bukan untuk menolong dia!!! Antar saya ke ruang kerja, dan buang kursi roda rusak ini!!!"

Rion segera bergegas mengganti kursi roda tersebut, dia memindahkan tubuh Garka dan membawanya keluar dari kamar. "Saya permisi, Nyonya." Pamit Rion sebelum berlalu dari kamar.

***

10 Jam berlalu setelah Maureen dinyatakan sah menikah dengan seorang yang belum dia kenal. Tepat setelah kejadian siang tadi, Maureen merasa sesak di dada, kejadian Bibinya melukai Maureen terbayang-bayang dalam ingatan. Akankah nasibnya masih sama seperti dulu? Namun Maureen masih enggan untuk menyerah, dia harus berusaha membuat Garka lebih baik dari sebelumnya.

"Semakin kamu menolak, membuat aku semakin kuat untuk tetap bertahan. Walaupun ini sulit, aku akan berusaha sampai aku mampu," batin Maureen sembari melamun. Dia menghela napas sebentar, namun lamunannya segera buyar mendengar suara ketukan pintu dikamar, akankah itu Garka?

Dia membuka pintu kamar tersebut, melihat pembantu yang tadi pagi menyapa dirinya di bawah--Bik Sri. "Nyonya, ini pakaian yang sudah disiapkan tuan besar. Dan ini ada tas, sepatu, dan seragam sekolah milik Nyonya yang baru," mendengar itu Maureen tersenyum lega. Beruntung setelah menikah Maureen masih diijinkan untuk sekolah. 

"Terimakasih ya Bu," balas Maureen.

"Panggilnya Bik Sri saja Nyonya," kata Sri sembari tersenyum melihat istri dari majikannya yang terlihat lugu. "Saya yakin, Tuan akan luluh dengan Nyonya, jadi semangat Nyonya!"

Maureen tertawa kecil, "siap Bik Sri! Saya akan berusaha membuat hati Mas Garka luluh!" ucap Maureen membuat Sri tertawa. "Habis ini, Bik Sri mau apa?" tanya Maureen

"Masak untuk makan malam, Nyonya."

"Boleh Saya bantu?" tanya Maureen, namun dalam pergerakan cepat Bik Sri menggeleng.

"Tuan nanti akan memarahi saya karena mengajak Nyonya memasak, apalagi Tuan besar, dia tidak mau menantu nya melakukan pekerjaan berat."

"Nggak kok Bik, Maureen udah biasa." Balas Maureen sembari mendorong gantungan baju yang sudah dibawa Bik Sri. "Ayo Bik ke dapur, nanti Maureen yang bikin buat semuanya. Hitung-hitung ini cara untuk meluluhkan hati Mas Garka."

Bik Sri tersenyum, tidak menyangka, bahwa akan ada seorang perempuan yang tulus mencintai seorang lelaki keras kepala, pemarah, dan kasar seperti Garka. Bahkan dengan kondisi kaki Garka yang sudah lumpuh. Beberapa bulan lalu kehidupan Garka hancur berantakan, semua masalah datang bertubi-tubi, bahkan seorang Garka yang pemarah menjadi semakin agresif setiap harinya. Kini Garka sudah menutup diri, tak pernah berkomunikasi kecuali hal penting, jarang keluar kamar, dan tidak memakan makanan lain kecuali makanan Bik Sri. Mungkin dengan adanya Maureen, posisi Bik Sri dapat tergantikan, Maureen akan menjadi istri sekaligus Ibu untuk Garka. Harapan besar menghantui Bik Sri, dan Lion.

Setelah beberapa saat memasak, Maureen membantu Sri untuk menata makan malam kali ini di meja makan. Terlihat Rion sedang mendorong kursi roda milik Garka menuju lift yang disediakan dirumah mewah tersebut.

Melihat Maureen sudah lebih dulu duduk membuat Bik Sri dan Rion ketakutan. Bik Sri lupa memberi tau Maureen bahwa tidak boleh ada yang menempati posisi lebih dulu dari Garka, itu bahkan berlaku untuk Lion--Papanya sendiri. Namun ketakutan mereka langsung mereda saat Maureen bangkit dari posisi tempat duduknya, dia membiarkan Garka berada di posisi yang biasa dia makan. Maureen menyiapkan piring, dituangkannya nasi serta lauk pauk yang Maureen buat. Setelah itu baru Maureen kembali duduk.

Bik Sri berpamitan pulang selepas melihat Maureen menyiapkan untuk Garka. Namun Rion--penjaga Garka masih setia berdiri di belakang Garka. "Bapak tidak makan?" tanya Maureen menunjuk Rion, dengan jempolnya agar lebih sopan.

Garka langsung menatap Maureen, "Saya makan setelah Tuan," ucap Rion membuat Garka kembali menfokuskan dirinya pada makanan. Dia mulai mencicipi satu persatu makanan itu, dan rasanya, cukup enak.

"Kata Papa aku masih boleh melanjutkan SMA aku, Mas. Besok aku sudah masuk, saat jam istirahat siang, aku akan pulang dan siapkan makanan," ucap Maureen sekadar memberi tau, tidak akan dibalas juga ucapan Maureen oleh Garka. "Gapapa kan?"

Garka sama sekali tidak menatap Maureen, membuat Maureen kembali membuka mulutnya, "Besok Mas berangkat jam berapa? Dan pulang jam berapa?"

Merasa makannya terganggu, Garka membanting sendok dan garpu yang dia pegang hingga detingan bunyi itu sangat keras. "Bawa saya ke ruang kerja, Rion. Saya muak disini!" ujar Garka.

"Biar aku saja, Pak Rion."

Maureen meraih kendali kursi roda Garka. "Berhenti bersikap seolah kamu istri saya!!! Jaga batasan kamu!!!" Bentak Garka kesal, kemarahan Garka tak berhenti disitu saja, dia mengambil gelas dan membantingnya sangat kencang.

Garka mendorong kursi rodanya sendiri dengan sekuat tenaga. Biasanya Garka tak pernah melakukan ini, dia selalu di dorong oleh Rion, dan jarang melakukan sesuatu yang menguras energi.

Maureen membersihkan bekas pecahan beling, karena Sri sudah lebih dulu pamit. "Biar saya bantu, Nyonya," ucap Rion.

Air mata itu luruh begitu saja, Rion yang melihat majikannya menangis, meraih sapu tangan di kantong kirinya. "Nyonya kembali saja ke kamar, biar saya yang menyelesaikan ini." Ucap Rion.

"Biar saya saja," kata Maureen sembari memunguti pecahan beling itu, "awww shhhhh," rintihnya saat beling sudah menancap di telunjuk kiri Maureen.

Dengan sigap Rion meraih tangan Maureen dan memasukan nya ke mulut. Peneliti membuktikan jika luka terkana air ludah akan mudah cepat kering. Perlakuan Rion sontak membuat Maureen terkejut.

Dari kejauhan, Garka menatap itu dengan tatapan kesal penuh amarah.

🏂

SERENDIPITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang