"Apa itu Alen?" tanya Bramasta menelisik mata Maureen. "Kamu menikah dengan orang lumpuh?! Ini bukan seperti yang ayah harapkan, Len!!"
Lantas Maureen harus bagaimana. Akankah dia melanjutkan kebohongan tadi, atau Maureen mengungkapkan yang sejujurnya. Namun Maureen tau, semuanya akan menjadi semakin rumit jika Maureen jujur. Maureen hanya bisa mendesah pasrah kali ini, dia menggenggam tangan Bramasta dan menciumnya.
"Ayah, Alen mencintainya, maaf Alen tidak bisa memberi tau ayah tentang kondisi suami Alen, Alen takut ayah ga bisa terima," Maureen menatap berbinar Bramasta. "Maaf Yah."
Bramasta menghela napas. "Ayah berharap kamu bisa dapat suami yang sempurna, yang dapat melindungi kamu. Namun ayah bisa apa kalau kamu sudah mencintainya? Ayah berharap kamu bahagia," ucap Bramasta sembari memeluk dan mencium Maureen.
"Waktu sudah selesai, saatnya kembali ke lapas tahanan," kata seorang diantara 2 polisi.
Bramasta tersenyum, dia mencium Maureen. Dan menyodorkan kalung. "Ayah tidak punya apa-apa sekarang, ini kalung peninggalan ibu kamu. Ayah akan tunggu kabar baik dari kalian," kata Bramasta sembari memakaikan kalung tersebut. "Ayah pamit."
Bramasta beralih mendekat ke seorang pria yang tengah duduk dikursi roda. Pandangan mereka beradu, namun Bramasta tidak melihat senyuman dari wajahnya.
Garka Azkelion.
Itulah nama suami Maureen. Wajahnya mampu dibilang tampan. Namun lihat kondisi kakinya, kecil, lunglai, dan nampak sayu.
Bramasta menunduk, dan memeluk Garka. Namun Garka tidak membalas pelukan tersebut. "Tolong jaga putri ayah. Ayah serahkan tanggungan ayah kepada kamu, Garka. Jaga Alen, lindungi Alen. Alen sangat mencintai kamu. Berikan hal terbaik yang kamu miliki kepada Alen. Ayah mungkin tidak bisa membalas apapun. Ayah berterima kasih atas semuanya."
Bramasta mengeluarkan sebuah jam tangan. "Ayah beli ini sebelum datang, harganya tidak mahal, tapi ini ayah berikan untuk menantu ayah. Maaf ayah tidak bisa memberikan banyak hal. Ayah berharap kamu menjaga anak ayah dengan sangat baik."
Maureen yang menatap hal itu menangis haru. Namun pandangannya beralih ke Garka yang sedari tadi tidak berekspresi apapun.
"Terimakasih," balas Garka dingin.
***
Mansion besar nan mewah terlihat dari luar jalan raya. Sebuah rumah yang bisa dibilang rumah terbesar di sekitarnya. Bernuansa modern dan klasik European style. Dari awal mansion sudah terlihat beberapa penjaga yang sangat banyak.
"Selamat datang, nyonya Garka," salah seorang pembantu itu menghampiri Maureen dan menundukan tubuhnya, sontak hal tersebut membuat Maureen ikut serta melakukan hal yang sama.
Maureen nampak terlihat canggung. Hanya ada 1 perempuan yang menemuinya disini, sisanya penjaga laki-laki yang berada di setiap sudut rumah itu. Maureen masih belum mengenal siapa sosok Garka, apa pekerjaannya, dan seperti apa dirinya. Maureen masih berpikir, bahwa Garka adalah sosok yang berpengaruh, hingga disiapkan banyak penjaga di rumahnya. Pandangan Maureen tertuju kepada Lion--Ayah Garka, lelaki itu nampak tersenyum menyambut Maureen. Lion tadi datang, namun langsung pergi setelah akad selesai tanpa mengucapkan sepatah katapun. Lelaki tua yang masih terlihat bugar daripada orang seusianya, dengan tongkat penyangga berwarna coklat yang selalu dibawa oleh Lion kemana-pun.
Lion menghampirinya, ada satu penjaga juga yang setia berada dibelakang Lion, "Garka hanya sebentar ke Kantor, menyelesaikan semua urusan dia, setelah itu Garka akan menemuimu." Katanya dengan ramah.
"Terimakasih, Tuan," balas Maureen canggung.
"Papa, bukan tuan," titahnya sembari menepuk pelan kepala Maureen. "Semua yang kamu butuhkan sudah disiapkan, kamu tidak perlu memasak atau bersih-bersih rumah, cukup melayani Garka."
Maureen tersenyum, dia sudah merasa nyaman dengan Lion. "Papa berharap terbaik untuk hubungan kalian, dan semoga cinta hadir dalam kehidupan kalian, memberikan penerus untuk Papa," Lion mendekat dan mencium kening Maureen. "Bersabarlah, Garka adalah tipe orang yang keras, dia belum pernah diberikan cinta sejak kecil, jadi cintailah Garka seperti kamu mencintai ayahmu."
Maureen tertegun. Inikah yang namanya mertua idaman? Maureen merasakan ketulusan dari cara bicara Lion. Rasa keputusasaan yang terdengar sangat parau. "Kamu hanya perlu lebih keras dari Garka, dan perlu melunak saat dia marah."
Lagi dan lagi Maureen mengangguk membuat Lion tersenyum, "Papa pamit, harus kembali ke NYC. Papa sudah pesankan tiket untuk kalian honeymoon disana."
"Terimakasih, Pa." Balas Maureen.
"Apapun untuk menantu, Papa."
Setelah kepergian Lion beberapa saat lalu. Disinilah Maureen berada, rumah yang besar dengan penjagaan sangat ketat. Maureen mengagumi kamar Garka, ruangan yang besar, balkon yang luas, serta udara yang cukup dingin. Dia tersenyum kecil, saat merasakan hujan gerimis, Maureen mengadahkan tangannya hingga air hujan itu dapat mengenai jemari kecil itu. Maureen di balkon saat ini.
Dinding yang terlihat kosong, tidak ada satupun foto yang terpajang. Maureen menatap pantulan dirinya dikaca yang menempel pada lemari, menampilkan tubuh rampingnya. Namun pandangan Maureen teralihkan dengan kursi roda canggih yang Garka miliki, kursi roda itu tepat berada di sebelah kasur besar. Maureen menyentuh kursi roda tersebut dengan perasaan terenyuh nyeri, "haruskah aku bahagia dengan kehidupan baru ini, atau aku harus sedih? Impian kecil yang aku miliki saat dulu, di temui pangeran tampan dengan kuda nya, kini aku memiliki kamu, pangeran tampan dengan kursi rodanya. Percayalah, mulai detik ini dan seterusnya cintaku hanya untuk kamu, Mas Garka."
"Saya ingin pindah kamar, Rion." Suara itu menginterupsi Maureen yang sedang melihat kursi roda itu. Dia berbalik, melihat Garka sudah berada di belakangnya.
🏂

KAMU SEDANG MEMBACA
SERENDIPITY
RomantikaDipaksa menikah dengan lelaki yang belum pernah ditemui olehnya? Demi melunasi hutang sang ayah, Bramasta Maureen harus menanggung semua beban keluarganya. Seorang lelaki disabilitas, yang akan menjadi calon suami Maureen.