Serendipity 6

660 59 7
                                    

Setelah keributan yang terjadi tadi, Maureen bergegas meninggalkan rumah Garka, ingin sekali rasanya Maureen pergi, namun dia tidak tau akan tinggal dimana, terlebih Maureen sama sekali tidak memiliki uang. Harapan tinggi Maureen sebelum menikah rasanya sudah dipatahkan bertubi-tubi, dia ingin hidupnya lebih baik setelah menikah, ternyata sama saja, semua orang memperlakukan Maureen layaknya seorang sampah. 

Hari sudah menjelang malam, Maureen masih ada di taman yang tidak jauh dari rumahnya. Sebenarnya Maureen ingin pulang, namun dia takut jika Garka marah, terlebih Bik Sri meminta untuk memperlihatkan wajah Maureen dihadapan Garka. Jika pulang ke rumah bibiknya, Maureen akan diperlakukan lebih buruk, dia akan diusir dan diminta kembali ke rumah Garka. Tadi Alvin sempat mengajak Maureen ke rumahnya, namun Maureen tidak enak, karena ibunya Alvin juga tidak suka pada Maureen. 

Perut Maureen kosong, dia belum makan apapun sedari pagi. Sakit memang tetapi karena sudah terbiasa, Maureen nampak acuh pada kesehatan dirinya.

Sesekali dia mendesah pasrah, menjambak rambutnya sendiri, dan berteriak. Maureen menangis? Tentu saja dia menangis. Bukankah tidak adil jika seorang ayah yang berbuat kesalahan namun kini anaknya yang harus menanggung semua beban.

Maureen benci itu. Maureen benci kepada seseorang yang berkata buruk kepada ayahnya. Bramasta bukanlah tipe orang yang bersikap kotor demi bisnis, bertahun-tahun Bramasta membantu orang disekitarnya, tetapi 1 kesalahan yang Bramasta lakukan membuat semua orang menjauhinya. 

Disisi lain. Garka nampak kesal setelah kejadian tadi. Tidak pernah ada seorangpun yang berani menampar Garka, hanya Maureen yang melakukan hal tersebut. Kini jarum jam sudah hampir ke angka 11 malam, cuaca diluar sangat dingin habis turun hujan, dan kini Maureen tidak kunjung kembali pulang.

"Dasar perempuan jalang! Dia langsung pergi begitu saja, sudah tengah malam, dia masih belum pulang!!!"

Garka sudah mulai resah. Ruang makan sudah sepi, Bik Sri sudah kembali ke rumahnya sejak pagi, hanya ada Rion di belakang Garka yang senantiasa menemaninya. "Hampir tengah malam, tidak baik untuk kesehatan Tuan, kita kembali ke kamar saja," titahnya sembari meng-handle pegangan di kursi roda Garka.

"Tidak," bantah Garka cepat. "Apa dia kembali ke rumah keluarganya, Rion?" tanya Garka nampak ragu, namun seuntai senyuman terlihat di wajah Rion. 

"Sepertinya tidak, Tuan. Hubungan Nyonya dan keluarganya tidak baik."

"Maksud kamu?" tanya Garka tidak mengerti.

"Nyonya sering diperlakukan buruk oleh Bibiknya, dia juga di bully disekolah oleh sepupunya. Keluarga besar Nyonya tidak menyukai Tuan Bramasta sebab menjatuhkan nama keluarga," kata Rion, "hanya sedikit yang saya tau, namun Tuan Besar tau segalanya, dia memberi tau kehidupan Nyonya Maureen sebelum acara akad Tuan."

Ada sedikit perasaan bergelenyar di hati Garka. Namun seharusnya dia merasa senang akibat Maureen tidak kembali datang ke rumah Garka. Setelah kejadian tadi Garka sempat frustasi, antara bimbang. Pernikahan ini bukanlah pernikahan yang Garka harapan, dia hanya dipaksa menikah oleh Papanya, yang Garka tau papanya hanya membayar seorang perempuan untuk menikah dengan Garka, dan perempuan itu adalah anak dari penipu yang mengambil hampir Milyaran rupiah.

***

Maureen menghela napas sebentar lalu mendorong pintu rumah besar tersebut, cahaya lampu langsung menerpa wajah cantiknya. Pandangan mata Maureen beralih kepada Garka yang kini sekarang sedang menatap dirinya juga. Mata mereka beradu, akankah Garka menunggu kedatangan Maureen?

"Dari mana, Maureen?" suara serak-serak basah itu menyergak telinga Maureen, oh tentu saja, itu adalah suara ayah mertuanya, Lion. "Kalian sempat bertengkar tadi?"

Maureen menghampiri Lion, dan mencium tangannya, "jika ada masalah bukan ini yang kamu lakukan, jangan pergi meninggalkan rumah, bicarakan baik-baik."

"Maaf, Pa," kata Maureen.

"Mandilah, kita akan makan malam bersama, Garka sudah menunggu kamu sejak tadi," ucap Lion tersenyum tipis. Maureen tentu tidak percaya akan hal itu, mana mungkin seorang Garka menunggu dirinya untuk pulang, sebab Garka yang menyuruh Maureen untuk pergi dari rumah. 

Setelah mandi, dan membersihkan tubuhnya, Maureen menghampiri Lion dan Garka yang menunggu dirinya. Dia mengambil posisi dihadapan Garka, sebelah Lion. "Papa sudah pesankan tiket untuk kalian honeymoon. Lusa tepatnya, kalian akan berangkat bersama Papa, namun Papa akan berpisah setelah kalian sampai hotel."

"Tidak perlu sampai honeymoon, Pa. Maureen tidak sempat, sudah mau ujian," kata Maureen membuat Garka sedikit tersentak kesal.

"Ujian kamu masih 1 Minggu lagi, kalian bisa pergi lusa, dan kembali sebelum kamu ujian," kata Lion. "Papa sudah bayar semua tiket dan akomodasi kalian disana," Rion mengusap kepala Maureen.

"Dan Rion, kamu tidak ikut kali ini..."

"Kalau Rion tidak ikut, Garka sama siapa?!" bentak Garka kesal.

"Kamu punya istri, Maureen akan mengurus kamu. Kamu sudah tidak memerlukan Rion disisi kamu lagi, Garka. Rion akan papa kembalikan fokus pada kantor, dia tidak akan mengurus mu kembali," kata Lion.

"Tidak! Garka tidak ingin pergi jika tidak bersama Rion!!! Rion akan tetap bersama Garka!!! Garka tidak butuh orang lain..."

"Siapa yang kamu bilang orang lain?!" ujar Lion menyerobot perkataan putranya dengan emosi, "Papa menikahkan kalian secara hukum dan agama! Dia bukan orang lain melainkan istri kamu, Garka!!"

"Pa!!! Sejak awal Garka sudah tidak ingin menikah, tetapi papa memaksa Garka untuk menikah!!! Garka tidak mencintainya, Pa!!!!" bentak Garka kembali. "Dan kamu!" Garka menunjuk Maureen, "Papa menikahkan kamu dengan saya hanya untuk mengurus saya yang cacat seperti ini, bukan untuk menjadi seorang istri!!"

Maureen tidak tersulut, "aku tau. Tetapi mengapa aku harus marah dengan papa? Apa karena aku menikah dengan lelaki cacat seperti kamu yang usianya jauh berbeda dengan aku? Jika bukan karena aku sudah mencintai kamu, tidak akan aku menerima permintaan papa."

Perkataan Maureen sukses membuat detak jantung Garka semakin cepat. Dan membuat Lion merasa puas dengan menantunya, "Pak Rion gak perlu ikut untuk honeymoon kali ini, biar Mas Garka belajar mandiri tanpa bantuan orang lain."

SERENDIPITY Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang