♦Chapter 2♦

642 84 21
                                    

Hingar bingar pesta malam kental terasa dalam bar milik Keigo. Tak lupa, alunan musik mengiringi tarian para penikmat, yang sebagian besar sedang berada di bawah pengaruh minuman memabukkan. Beberapa lainnya, memilih untuk menikmati suasana pesta dengan hal lain. Duduk, bercengkrama, menyelami rasa cocktail racikan bartender, atau ... menikmati wajah pelayan baru disana.

"Yoshi, meja nomor tujuh dan tiga belas."

"Baik!"

"Yoshi, wanita di meja empat ingin es tambahan."

"Baik!"

"Yoshi, kirimkan bir pada sekumpulan gadis disana."

"Baik!"

"Yoshi, katakan pada pria disana untuk memesan sesuatu alih-alih hanya memperhatikanmu saja."

"B-baik."

Sepertinya benar ucapan Keigo agar Yoshi tidak perlu khawatir dengan tip dan pelanggan. Karena nyatanya, pemuda itu lah yang kini nampak paling sibuk dibanding pelayan lain. Kesibukan Yoshi pun menambah kegirangan Keigo. Sebut saja keponakan kesayangannya itu telah memberikan banyak keuntungan dalam kurun waktu dua minggu.

Tentu, sebabnya adalah peningkatan jumlah pelanggan serta levelnya. Dimana semula, pelanggan Keigo kebanyakan hanyalah kelas menengah ke bawah. Namun sekarang berbeda. Beberapa wajah publik figur yang dulu hanya bisa ia lihat di televisi, kini bisa ia dapati langsung berbaur sebagai pelanggannya. Beberapa diantara mereka juga dikenal sebagai pejabat yang disegani.

Yeah, karena hal tersebut pula, permasalahan yang dihadapinya berbeda. Ia yang semula acap kali sakit kepala karena memikirkan cara untuk membayar gaji serta sewa tempat, kini harus mengkhawatirkan bagaimana caranya memperluas tempat parkir untuk mobil-mobil mewah itu.

Dan sebab itu terjadi adalah karena keponakannya sendiri.

Iya. Pemuda yang seminggu lalu mengkhawatirkan bagaimana caranya menggaet pelanggan dengan wajahnya yang 'tidak
menarik'. Oh, andai saja Yoshi mengenal kegiatan yang disebut bercermin.

"Pria itu minta air mineral."

Posisi Keigo yang sedang duduk, menghitung uang di belakang bar, membuatnya bisa mendengar suara lemah Yoshi yang sedang berbicara dengan bartender. Mengintip dari balik sekat, hatinya trenyuh begitu mendapati wajah kelelahan keponakannya itu.

"Yoshi," sahutnya yang langsung dipenuhi. "Letakkan nampan itu, lalu kemarilah." Ia tepuk-tepuk bangku yang ada dihadapannya.

"Tapi—"

"Sudahlah, biarkan pria itu. Dia pergi pun aku tak peduli." Melihat tak ada pergerakan Yoshi lagi, membuat Keigo menghela nafas. "Yoshi, kemari atau kau kuliburkan sehari."

Berhasil. Yoshi langsung duduk di hadapan Keigo. "Tolong jangan liburkan aku, Paman. Aku masih ingin mengumpulkan uang," pintanya sungguh-sungguh.

"Hahhh, kau ini." Keigo menggelengkan kepala. "Apa tidak lelah? Padahal dua minggu ini kau selalu sibuk."

Yoshi menggeleng. "Aku masih baik-baik saja, Paman." tukasnya lugas. "Lagipula, aku senang karena banyak yang memberiku tip."

"Begitukah?" Keigo berlagak seolah tak tahu.

"Eung!" Yoshi mengangguk senang. Namun, tak lama setelah itu, bibirnya mengerucut.

Keigo mengernyit heran, melihat Yoshi yang sedang menarik-narik rambutnya dengan wajah masam. "Ada apa denganmu? Sudah tak senang lagi dengan tip banyak?"

"Bukan...." Yoshi menggeleng, lantas menunjuk kepalanya. "Hanya saja, bisakah aku mengganti warna rambutku? Warna merah sepertinya tak cocok untukku." Suaranya melirih di akhir kalimat.

CHERRY BOY || YOSHI || JunJiJaeShiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang