10 . Hanya Manusia

564 72 29
                                    

Maaf, karena buat kalian nunggu. Dan maaf banget, karena gak bisa janji buat update cepet.

Bosen gak, sih, setiap update pasti intronya Piyo minta maaf?
Mianhae....

————————————————

Konteks saat itu, adalah tiga pemuda, yang dengan sangat mendadak, harus menerima bahwa mereka punya anggota keluarga baru.

Dengan kata lain, si merah dan tiga pemuda itu, kini bersaudara. Menjadi keluarga.

Keluarga.

Yoshi meringis setiap membatin kata tersebut, alih-alih senang bukan main.

Pun ia sudah melempar jauh-jauh pemikiran bahwa pertemuan ini akan begitu membahagiakan. Mengubur bayangan indah anggota keluarga yang menerima dengan suka cita, semisal mengucap, 'Wow, keren! Kau akan jadi saudaraku, betapa menyenangkannya! Mari kita bermain gundu bersama!'

Oh, tapi si merah jelas tahu, realita tak pernah semanis itu. Setidaknya, satu bulan telah membuatnya sadar, akan hal tersebut. Bahwa sambutan manis tidak akan didapatnya. Bahkan, tidak akan ada harapan, meski hanya untuk pelukan selamat datang, atau seremeh senyum tipis.

Dan ia tahu alasan, mengapa sosoknya terpatri sebagai kebencian bagi ketiga pemuda tersebut.

Karena ia adalah ... ah, tidak, Yoshi tak sanggup. 

Intinya adalah posisinya yang sekarang, ibarat pencuri ketahuan. Yah, meskipun Yoshi seumur hidup tak pernah jadi pencuri, pasti rasanya akan seperti ini. Ketakutan, hina, merasa bersalah, jahat, dan ... ingin kabur. Perutnya kini seolah dipilin oleh udara canggung yang bergumul. Terlebih dengan tiga tatapan yang dihujamkan pada wajahnya. Walau agaknya ia harus memaklumi hal tersebut. Tentu saja, karena ia adalah buruan paling tiga pemuda itu tunggu, mungkin selama hidup mereka.

"Anggota keluarga baru, huh?"

Suasana sunyi pun kini buyar oleh tawa pemuda. Yoshi tahu siapa pemuda yang terbahak tersebut. Namanya Junkyu. Tuan Jinho—ehem! maksudnya, Kakek, menunjukkan foto calon saudara-saudaranya beberapa hari yang lalu. Walau Junkyu agak tampak lain sekarang, ia masih dapat mengenali pemilik bahu lebar tersebut. Di dalam foto, pemuda itu tersenyum sehangat matahari pagi. Tapi yang Yoshi lihat saat ini tak seperti itu. Kilatan murka memenuhi matanya, sekalipun pemuda tersebut tertawa. Sama sekali tak ada kehangatan.

"Oh, yang benar saja, Pak Tua. Aku bahkan tak tahu siapa saja anggota keluargamu yang lama." Junkyu mengusap air mata yang keluar akibat tawa, lantas menunjuk seseorang yang sedang mengepalkan tangannya. "Jihoon, apakah kau tahu siapa keluarga bapak tua ini?"

Hening. Yoshi agak sangsi, bahwa sosok yang dipanggil Jihoon tadi akan menjawab. Bukan karena tak tahu. Tapi sepertinya, Jihoon sedang sibuk menahan emosi, agar tidak membunuhnya. Bulu kuduknya sudah memberikan testimoni.

"Wah, rupanya kau tak tahu, ya." Junkyu tampak tercengang, meski terlihat sekali dibuat-buat, kemudian berpaling ke arah pemuda yang lain. "Tak masalah, kita punya calon dokter disini. Jaehyuk pasti bisa menjawab, iya kan?"

Hening lagi. Yoshi kali ini tak bisa menebak alasan kenapa pemuda tersebut diam. Hanya saja, kenapa ia merasa tak asing dengan pemuda itu?

"Oke ... sepertinya sulit bagi calon dokter," ujar Junkyu seraya menggeleng prihatin. Pemuda itu tak lantas berhenti, ia seolah nampak sedang mengingat-ingat sesuatu. "Pak tua sepertinya tidak ada yang tahu—oh, sebentar! Si anak baru!"

Yoshi buru-buru menunduk, tak berani untuk melihat siapa yang menyongsong ke arahnya. Ia tahu pasti siapa pemilik sepatu di depan alas kaki yang sedang dikenakannya. Deg! Ia memejamkan mata kuat-kuat, ketika jari seseorang meraih dagunya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

CHERRY BOY || YOSHI || JunJiJaeShiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang