Tak Masuk Akal

4.7K 304 5
                                    

Otak Prisha tiba-tiba blank. Tiga detik kemudian, matanya menyala. “Nggak, Mam. Ini salah. Sha kudu ngasih tau Om!”

“Jangan, Sha!” jerit Nalini sambil merampas ponsel yang tahu-tahu sudah ada di tangan Prisha. “Kamu nggak sayang Mami? Kamu mau Mami mati atau masuk penjara?”

“Mami, kalo Om Gavin benar-benar cinta, dia pasti melindungi Mami!” Prisha ngotot, hendak merebut ponsel. Namun, Nalini menyembunyikan benda itu ke balik punggungnya.

“Mami emang gak pernah ngurus kamu!” pekik Nalini, frustrasi. “Tapi Mami susah payah cari uang, semenjak dicampakkan papimu sampai rela jual diri, demi siapa? Demi kamu!” Wanita cantik itu menuding lurus-lurus tepat ke hidung mancung putrinya. “Kamu bisa sekolah di sekolah terbaik. Makan minum cukup. Hidup tenang bersama nenek. Mami pontang-panting kerja banting tulang, supaya kamu nggak bodoh kayak Mami! Cukup Mami yang ngelakoni kerjaan yang dipandang hina ini. Dari dulu Mami pengen berhenti dari profesi itu. Tapi Mami bisa apa?” Nalini kembali terisak. “Kamu bilang sayang Mami. Udah bersumpah mau nurutin Mami. Tapi Mami minta bantuan sekecil ini aja, kamu gak bisa.”

“Mamiii ....” Pecah akhirnya tangis Prisha. “Pernikahan soal serius Mami. Ini perkara besar. Nggak bisa dianggap main-main atau semacam nikah kontrak kayak di novel-novel platform. Lagian Prisha bakal dilamar Dokter Salman ....”

“Mami pengen tobat. Keinginan Mami tobat, jauh lebih gede daripada keinginan menikahi Om Gavin,” ungkap Nalini sambil menekan dada yang nyeri karena harus berbohong di depan putrinya. "Kamu juga udah lama pengen Mami stop, kan? Jadi patuhlah. Setelah kamu nikah, utang Mami lunas. Mami bakal berdagang kecil-kecilan. Nggak berat lagi mikir biaya kuliahmu karena ada Om Gavin yang nanggung—“

“MAMI!!” jerit Prisha histeris. “Ini nggak benar! Mami ngorbanin Sha!”

“Salah! Justru Mami yang berkorban buatmu! Yang paling sakit di sini Mami, Sha!” Nalini menunjuk dada, sambil nanar menatap putrinya. “Coba pikirkan perasaan Mami ....”

Karam seketika lidah Prisha bersama kebuntuan kinerja otaknya.

Beberapa saat kemudian, tukang rias pengantin datang. Nenek Sarah tercengang ketika melihat yang didandani sebagai pengantin bukan putrinya, melainkan cucunya. Ia menggeleng pelan saat Nalini menjelaskan sambil tersedu-sedu. Sungguh tidak masuk akal, pikirnya. Namun, nenek itu memilih diam. Takdir Tuhan, pasti yang terbaik.

***

Prisha masih merasa setengah melayang di udara kosong, tatkala siuman dari pingsannya. Perasaannya terjebak di ruang hampa ketika menyadari pakaian pengantin masih melekat di tubuhnya. Ini bukan mimpi. Aku benar-benar sudah menikah. Padahal, aku belum siap. Khitbah Dokter Salman pun belum kujawab. Trus, gimana kuliahku nanti? 

“Prisha, kamu udah siuman?” Suara lembut neneknya terdengar.

Prisha menoleh. “Mami mana, Nek?”

“Mami di sini.” Nalini muncul, mengelus kepala putrinya yang masih tertutup kerudung.

Prisha mengangkat tangan, lalu menyusuti jejak air mata di pipi ibunya. “Mami, maafin Prisha. Harusnya Prisha bantu Mami mencari jalan keluarnya. Nggak mesti menggantikan Mami nikahin Om Gavin. Semua serba terburu-buru. Harusnya—“

“Prisha, sudahlah!” potong Nalini, seraya tersenyum getir.

Tiba-tiba seorang wanita masuk ke kamar. Pakaiannya mewah, terbuat dari bahan bermerk yang mahal. Saat berjalan, suara gemerincing dari gelang-gelang emas di tangan dan kakinya terdengar.

“Prisha, ayo keluar. Kamu ditunggu tanda-tangan buku nikah!” perintahnya, dengan dagu sedikit terangkat.

Prisha menggigit bibir, lalu membuang muka ke arah tembok di sisinya.

Wanita berpenampilan mahal itu melotot. Lalu, memberi isyarat pada Nalini agar membujuk putrinya.

“Prisha, ayo, Nak. Kasian Bu Karina sampai manggil ke sini.” Nalini menyentuh bahu Prisha.

“Nggak mau!”

“Baru setengah jam jadi istri udah berani membangkang!” desis Karina. “Dasar anak lont*!”

Ejekan kasar tersebut, memantik kemarahan Prisha. Ia bangkit duduk. “Siapa yang maksa—“

“Sst!” Nalini menekan tiga jarinya ke mulut Prisha untuk menahan laju kalimat gadis itu. “Jangan menyusahkan Mami,” tegurnya, halus.

Tatapan sedih ibunya, membuat Prisha terenyuh sekaligus gemas. Dengan gerakan setengah menghentak, ia turun dari ranjang.

“Saya bisa mengadukan Ibu ke polisi atas ancaman pemerasan!” serunya ke arah Karina.

Wajah Karina memerah dan menunjukkan ekspresi murka, tapi dalam hitungan tak sampai dua detik, berubah tenang dan lembut. Ia berdeham, lalu mendekat. “Anak baik,” panggilnya halus. “Kita sudah menjadi keluarga, mari bicara baik-baik. Tak ada ancaman pemerasan atau paksaan di sini.”

“Bu Karina mengancam dan memaksa ibu saya!” Intonasi suara Prisha masih tajam, merefleksikan kekecewaan dan penolakan.

“Benarkah?” Mata Karina melebar, menampakkan sorot tak percaya. “Aku malah tidak tahu. Apakah kamu terpaksa menjodohkan Prisha dengan Gavin, Nalini?” tanyanya, dengan nada sedikit meningkat, seolah-olah syok sekaligus prihatin. “Aku kira Prisha suka rela menikah dengan Gavin. Kalo tau begini, kita batalkan sejak awal.” Karina terduduk masygul.

Nalini mengerti kalau Karina sedang berakting playing victim. Akibatnya, kesalahan ditimpakan kepada dirinya. Ia jadi serba salah.

“Ibu jangan memanipulasi Mami saya! Soal utang Mami, saya berjanji akan bekerja keras melunasinya. Silakan sita rumah Mami. Tapi jangan mengancam Mami dengan kekerasan. Itu melanggar hukum! Saya tidak bodoh. Saya ngerti hukum.” Prisha melontarkan kalimat tegas dengan lancar.

“Utang?” Karina memandang, pura-pura keheranan, meski dalam hati mengerti kalau soal utang itu mungkin hanya taktik Nalini agar putrinya menurut. Padahal, alasan sesungguhnya bukanlah itu. Tapi, tentu saja ia tidak ingin terlihat sebagai orang jahatnya. “Itu tidak betul. Silakan saja gugat ke pengadilan kalo kamu mau buktikan. Supaya jelas buatmu, bahwa tidak ada tekanan atau paksaan dalam pernikahan ini. Ibumu suka rela menerima lamaran kami terhadapmu.” Wanita hipokrit itu melembutkan suaranya demi melunakkan hati gadis yang baru setengah jam lalu resmi menjadi menantunya.

Prisha makin gusar. “Ibu mau nuduh Mami bohong? Mami gak mungkin bohong! Iya, kan, Mami? Mami tak mungkin batal menikah dengan Om Gavin kalo tidak ada ancaman!”

Gadis cerdas. Keluh Nalini dalam hati, antara bersyukur sekaligus bersedih.

Karina menyungkup muka dengan sepasang telapak tangan. Menunjukkan gimik orang terpukul batin. “Berarti Mama salah paham. Mama kira, kamulah yang disukai Gavin, jadi Mama meminang kamu. Mami kamu juga nggak nolak. Jadi Mama kira, kamu juga acc. Apa ini salah Mama?” Demi mempengaruhi emosi Prisha, Karina mengubah sebutan diri menjadi “mama”.

Prisha tiba-tiba pening. Merasa terjebak lingkaran dilematis tiada habisnya. Siapa yang harus ia percaya?

Seorang wanita setengah baya, menjenguk dari balik tirai pengantin yang menutupi ambang pintu. “Prisha ditunggu pak penghulu untuk tandatangan buku nikah.”

Sang dara menggeleng kuat. “Saya minta fasakh! Pembatalan pernikahan! Pengantinnya bukan saya!”

Wanita yang datang memberi info itu terkejut, lalu buru-buru keluar.

***

Bersambung

Kandangan, Kalsel, 03.05.2022

Revisi 30.04.2023

Cerita ini dipindah dan berlanjut di aplikasi Good Novel 🙏🏻  Terima kasih banyaaak bagi yang telah membaca dan mengikuti cerita ini ❤️ Aku sangat mengapresiasinya ❤️

Terpaksa Jadi Pengantin Pengganti IbukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang