Mengikuti Permainan

4.1K 265 13
                                    

Prisha bergerak maju. Namun, baru selangkah, ia terjeda. Ucapan Nalini berikutnya, membuat gadis itu tercengang.

"Saya yang menolong putra Anda. Andai bukan saya yang menemukan dan membawanya ke rumah sakit, putra Anda sudah tewas di tempat!"

"Bohong!" bantah Karina keras.

"Tak percaya? Tanya putri saya. Dia saksi matanya!" Nalini menarik lengan Prisha.

Melebar sepasang mata Prisha, mengandung protes. Akan tetapi, Nalini menajamkan tatapannya, mengandung tekanan agar putrinya itu mengikuti permainannya.

Hati bening Prisha yang sensitif mendeteksi kepanikan sang ibu. Agaknya, Nalini merasa terancam oleh ayah ibu Dokter Gavin. Nalurinya sebagai seorang anak, seketika bangkit. Apalagi ia hanya memiliki ibu, selain nenek, sebagai anggota keluarganya. Tentu saja Prisha tak ingin membiarkan ibunya terancam.

"Ibu saya yang menolong Dokter Gavin. Saya saksinya. Tapi kami tidak memaksa kalian untuk percaya. Itu tidak penting. Yang penting, putra kalian selamat!" kata Prisha, tegas. Lantas digamitnya lengan sang ibu. "Ayo, Mami, kita pulang ...."

Tepat pada saat itu, pintu ruang operasi darurat di instalasi itu terbuka. Dokter spesialis trauma yang menangani operasi Dokter Gavin, muncul di ambang pintu, tanpa mengenakan sarung tangan bedah lagi.

"Operasi selesai. Alhamdulillah, nyawa pasien bisa diselamatkan."

Ucapan sang dokter disambut gemuruh hamdalah sanak kerabat dan tamu sang dokter yang memenuhi ruang tunggu. Karin dan Tibra tak lagi memperhatikan Nalini dan Prisha. Mereka hendak segera menjenguk Gavin, tapi ditahan perawat ruang operasi. Sebab kondisi pasien mesti stabil dulu di ruangan observasi pascaoperasi, sebelum dipindahkan ke ICU. Jadi, belum boleh dijenguk saat itu.

Prisha ikut lega. Ia menggandeng ibunya pulang, setelah berbincang ringan dengan dua sahabatnya.

"Maaf, Mami terpaksa mengaku sebagai penolong korban kecelakaan itu."

Sesampainya di rumah, Nalini memandang putrinya, sungguh-sungguh.

"Tidak masalah, Mi. Tapi kenapa? Kelihatannya Mami dan orang tua korban saling mengenal."

"Profesi Mami rentan mengundang kecemburuan orang. Ibu si korban, namanya Karina, pernah melihat Mami jalan dengan suaminya. Mana Mami peduli kalo Tibra udah beristri? Yang penting dia ngasih tips gede ...."

Prisha terkesiap. Risih. Tapi ibunya memang seperti itulah adanya. Setelah kepahitan selama 12 tahun ditinggalkan, bukan dendam yang ia pendam, melainkan rindu dan sayang. Jadi seburuk apa pun ibunya, Prisha menerimanya dengan lapang dada. Asalkan ibunya tidak pergi lagi.

"Karina tadi mau damprat Mami dan membuat kegaduhan untuk mempermalukan Mami. Untung Mami segera dapat akal. Langsung ngaku kalo Mami yang nolong putranya. Jadi, ia dan suaminya bakal terutang budi. Nggak bakalan ganggu Mami lagi." Nalini menunjukkan ekspresi puas.

"Oh." Hati Prisha tenggelam. Nalini  sedikit pun tak tampak merasa bersalah mengakui kebaikan milik putrinya sendiri, demi melindungi belangnya.

Namun, seperti biasa, Prisha masa bodoh. Yang ada di pikirannya saat itu hanya satu. Memastikan identitas Dokter Gavin.

***

Satu bulan berlalu semenjak kejadian tersebut.

Pada suatu malam, ia menginap di rumah ibunya, seperti biasa, setiap akhir pekan.

Prisha sebenarnya tinggal di kos dekat kampus kedokteran di daerah Jatinangor. Demi membujuk ibunya agar sedikit demi sedikit menjauhi profesi terlarang, Prisha mengharuskan dirinya datang minimal sebulan sekali dan menginap, walaupun risih.

Terpaksa Jadi Pengantin Pengganti IbukuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang