Menghapus ingatan tentang seseorang yang akan ia hindari adalah tawaran yang menguntungkan.
Namun, bisa ditebak saja alur dari isi hati Gojo ketika mendengar tawaran itu, ia berusaha berfikir realistis. Tujuannya akan tercapai jika mengambil tawarannya, tetapi tidak dengan hatinya.
Ternyata mereka berdua sama-sama makhluk kuat yang tidak tahu harus memilih jalan realistis atau hatinya.
Gojo menghela nafas gusar, "Hahhh... Sepertinya aku benar-benar bodoh."
"Memang." (Y/n) langsung menjawabnya. "Jadi? Bagaimana? Kau mau menerimanya atau tidak?"
Jujur saja masih ada banyak pertanyaan di dalam kepala Gojo, dan kini ia bisa memanfaatkan hal ini untuk menemukan jawabannya. "Beritahu aku tentang caramu membayar dosa, lalu aku akan menerima tawaranmu."
"Hm? Baiklah...? Kau tidak mencoba untuk membohongiku kan?"
Gojo tersenyum, ia mengangguk sembari berucap, "Tentu saja! Kenapa aku harus membohongimu? Tujuanku kan menghindarimu."
(Y/n) menatap Gojo dengan curiga, sebelum pada akhirnya menghela nafas, "Cinta, aku bertaruh, 'jika jatuh cinta dengan seseorang lagi maka aku akan mati.' Tetapi nyatanya tidak semudah itu merasakan cinta."
"Dengan kata lain, aku jatuh cinta denganmu. Jerapah albino menyebalkan dan bodoh, arghh! Aku tidak percaya ternyata inilah orang yang membuatku jatuh cinta lagi."
"Benar-benar... Goblok sekali diriku ini...!"
"Nah sekarang.. Mendekatlah, aku akan membuatmu lupa tentang semua yang berhubungan dengan diriku." Kata (Y/n), "Tenang saja jika kau lupa orang yang kau kenal juga akan ikut lupa tentang aku."
Gojo tidak kunjung mendekat, hingga (Y/n) menatapnya dengan tajam, "Kau ragu?"
"Bukannya itu hukuman yang terlalu kejam, kau mencintai seseorang dan pada akhirnya akan meninggalkannya?" Ujar Gojo tiba-tiba.
"Dengar, aku yang memilih hukuman sendiri, semua dosa yang aku lakukan tidak bisa di bayar hanya dengan menerima hukuman ringan. Aku harus menghancurkan diriku sendiri, itulah pilihanku." Tatapan yang tidak ada satupun kata keraguan, (Y/n) mengucapkan hal itu layaknya sedang mendeklarasikan hukuman pancungnya sendiri.
"Kau benar-benar sudah gila..." Ujar Gojo.
"Aku tahu, maka dari itu..." (Y/n) mendekat ke wajah Gojo, ia mencium kening pria albino itu dan seketika tubuhnya menghilang, atau bisa di sebut berpindah menuju tempat yang seharusnya.
"Kini aku tidak akan ragu."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Matanya terbuka, yang terlihat pertama kali ialah jalanan rumah yang kosong. Tak ada sesuatu di sana kecuali keributan dari arah lainnya.
Ia berbalik, menatap segerombolan muridnya yang ada di depan gedung terbengkalai. Kepalanya memproses apa yang terjadi tadi, dan yang diingatnya adalah ia membawa senior maupun juniornya untuk berkenalan dengan murid baru yang bernama, Junpei.
Segala bentuk amarah dari muridnya ia terima karena ulahnya ini, tetapi semua setuju akan dibayar dengan traktiran makan di restoran.
"Nah! Semuanya! Kita akan ke restoran-" Gojo terdiam, ada sesuatu yang mengganjal ketika ia hampir mengucapkan nama restoran, yang bahkan dia tidak tahu namanya.
Namun, karena para muridnya sudah menunggu ia cepat-cepat mengganti tujuan restorannya.
'Sebenarnya apa yang terjadi...?' Pikir Gojo terheran-heran.
.
.
Tak! Tak! Tak!
Berjalan tanpa menggunakan high heels bukanlah hal yang cocok untuknya, malahan setiap hari setidaknya dia selalu menggunakan high heels nya.
"Nona anda mau kemana? Bukannya anda sedang tidak mau keluar?" Tanya Rei yang melihat atasannya berjalan menuju pintu keluar.
Senyum lebar terlukis dari wajahmu, "Rei apakah kau mau menebak apa yang terjadi saat aku ke 'perbatasan antar dimensi' tadi?"
"Hm? Apakah terjadi hal bagus? Sampai-sampai anda ingin keluar?"
"Aku berhasil mengelabui si Albino itu!" Itu sebuah kebanggaan bagi (Y/n) yang notabene nya—ekhm! Sudahlah, bisa dibilang agak bodoh.
"Tunggu...! Tadi anda bertemu dengan tuan Gojo?? Bagaimana bisa dia masuk ke sana??"
"Ahh.. Katanya ada yang memberikan dia izin untuk masuk ke sana. Tapi aku tidak tahu lebih jelasnya toh, si albino tidak akan bisa mengingatku lagi." Jawaban (Y/n) masih sedikit ada unsur membanggakan dirinya sendiri.
"Tapi Nona! Itulah masalahnya! Jika 'sesuatu' yang membantunya masuk, berarti bisa saja membantunya mengingat anda kembali!" Ujar Rei, kini ia benar-benar tidak habis pikir dengan atasannya.
"Kau benar...! Berarti aku sama sekali tidak menjauhkannya." Pikiran (Y/n) dipenuhi umpatan akan dirinya yang bodoh.
Rei hanya bisa menghela nafas, bagaimana bisa atasannya se-bodoh ini jika tidak berhubungan dengan uang. Padahal dulu ia tertarik dengan atasannya karena sikap kerennya saat berhubungan dengan orang tua tidak tahu terima kasihnya.
Tapi karena itulah yang membuat Rei semakin ingin bersama atasannya, dia berfikir untuk melengkapi kekosongan itu. Sampai-sampai dia merelakan hidupnya dan bergabung bersama dunia wanita bersurai pink ini.
Ia melukis senyum, "Tenang aja Nona, saya akan membantu anda."
Begitu mendengar ucapan Rei, (Y/n) terdiam untuk sesaat. "Ah.. Rei, seperti aku harus memberitahumu sesuatu..."
"Tentang taruhannya...."
.
.
"!!" Pandangannya teralihkan dengan wanita bersurai pink yang baru saja lewat, saat ia memandang jalanan dari balik kaca restoran.
"Tunggu! Aku tidak mengatakan 'simon say' berarti kau kalah Kugisaki!" Kali ini ia teralihkan dengan kehebohan yang dibuat oleh muridnya, yang sedang bermain.
"Hah?! Jelas-jelas kau tadi bilang itu! Jangan mengada-ngada!"
Panda menepuk pundak Kugisaki, "Tidak apa, kita kalah bersama lagi Kugisaki."
"Arghhh! Permainan macam apa ini?!!" Tidak heran beberapa pengunjung merasa biasa saja, karena keramaian yang mereka buat tenggelam dalam keramaian para pengunjung juga.
Kini Gojo mulai lupa sosok yang membuatnya bertanya-tanya itu.
See ya!
KAMU SEDANG MEMBACA
BLUE EMOTION | Gojo Satoru X Reader ✔️
Fanfiction"APA-APAAN INI! DASAR JERAPAH ALBINO GILA!" Entah kenapa Gojo sekarang bisa menahan ke-barbaran dari (Y/n), sepertinya walaupun (Y/n) mengumpatinya dia juga akan baik-baik saja. "BRENGSEK! LEPASKAN!" Ternyata (Y/n) benar-benar mengumpatinya. . . Ter...