Kanaya berjalan dibawah awan-awan yang tidak tahu malu menutup sinar surya. Gemuruh petir mulai terdengar di Indra pendengarannya. Sore ini Kana berencana untuk jalan jalan sore bersama anjing peliharaannya.
Tapi cuacanya tidak terlalu mendukung, gumpalan awan hitam mulai menutupi langit. Perkiraan hujan akan segera turun sepertinya. Kana segera berjalan lebih cepat agar tidak kehujanan, sebenarnya dia tidak begitu masalah dengan air hujan. Tapi anjing kesayangannya akan sakit pastinya.
Namun butiran air mulai berjatuhan mengenai tubuhnya, Kana segera berjalan cepat menuju ke arah halte bus kecil di depannya. Kana duduk seorang diri dengan hanya ditemani anjing peliharaannya. Kakinya mengayun mengikuti irama musik yang ia bayangkan di pikirannya, melihat lalu lalang kendaraan yang melintas cepat menghasilkan cipratan air itu terkena pada Kana.
"Permisi kak?" Ujar seorang anak kecil dengan beberapa koran ditangannya. Anak itu terlihat kusut dengan rambut yang tidak beraturan.
"Eh ada apa dek?" Tanya ramah Kana,gadis itu menggapai kedua tangan gadis kecil itu dan mengajaknya duduk bersamanya.
"Kak mau beli koran gak?" tawarnya, Kana tersenyum dan mengangguk. Sementara gadis kecil itu matanya membinar tersenyum senang dan memberikan satu koran Kana.
"Berapa?"
"15.000,00 kak,kakak mau beli berapa?"
"Satu aja deh" Kana memberikan satu lembar uang seratus ribu pada gadis kecil itu.
"Ambil aja kembaliannya" lanjut Kana,gadis itu mengangguk kemudian membereskan kembali koran-korannya itu.
"Makasih kak" Kana mengangguk,lalu mencekal lengan mungilnya itu. Kana tidak tega melihat anak sekecil ini hujan-hujanan mencari nafkah. Seharusnya ayahnya lah yang mencari nafkah.
"Mau kemana? duduk dulu hujan,lagian kakak gak ada temen disini."
Gadis itu menuruti perkataan Kana, Kana senang ketika gadis kecil itu tersenyum. Pasti dia juga ingin bermain, sekolah, memakai dress seperti orang lain. Kana merasa bersyukur menjadi dirinya sendiri.
"Nama kamu siapa?"
"Aku Sila kak,kalo kakaknya siapa?" Kana mengulurkan tangannya dengan senyuman di wajahnya.
"Aku Kanaya, terserah mau panggil aku apa" jawab Kana, gadis itu mengetuk-ngetuk dagunya menggunakan jari telunjuknya. Kana menyiritkan dahinya, melihat kelakuan gemas gadis kecil ini.
"Kenapa?"
"Aku lagi mikir, apa ya panggilan yang bagus buat kakak" jawab Sila sambil terkekeh pelan.
"Gimana kalo kak Naya" lanjutnya.
"Kalo di sambungin sama aja sama nama asli kakak Kanaya" keduanya tertawa puas dibawah rintikan air hujan yang terus membasahi kota.
"Kak Kana aja" lanjut Kana,gadis kecil itu menjawab dengan mengangguk.
"Oh iya,kamu tinggal dimana?" Tanya Kana, membuat Sila berhenti tertawa.
"Aku, aku kadang tinggal di depan ruko di sebrang sana,gak jauh dari sini"
"Serius?!" Ucap Kana tak percaya.
"Iya, lagian aku cuma sendiri kok" jawab gadis itu dengan nada yang lemah, mengisyaratkan dia sedang merasa sedih. Kana merasa bersalah bertanya seperti itu pada anak kecil ini.
"Orang tua kamu emang kemana?"
"Meninggal saat aku kecil" jawabnya lesu.
Pasti sangat menyakitkan jika ada di posisi anak ini. Anak sekecil ini sudah hidup menderita sejak kecil namun dia tidak pantang menyerah.
Kana yang merasa hidupnya penuh warna bersama keluarganya merasa sangat kagum dengannya. Kana yang merasa kasihan dengannya berinisiatif untuk membawanya pulang ke rumah.
"Gimana kalo Sila anterin kakak ke rumah" ajak Kana mengalihkan pembicaraan,dia takut pembicaraannya semakin dalam dan dia akan merasa semakin sedih.
"Dimana kak?"
"Di belakang gedung-gedung ini gak jauh kok" Sila mengangguk lalu membukaan payung untuk Kana.
"Gak usah kita ujanan aja,lagian aku udah lama gak main hujan"
Akhirnya mereka berdua pergi kerumah Kana dengan berjalan kaki sambil bermain hujan. Kana dan Sila sangat terlihat gembira memainkan air hujan. Sementara anjing kesayangan Kana menggonggong kedinginan.
Setelah mereka berjalan cukup lama, akhirnya mereka sampai di depan gerbang hitam besar. Kana menarik tangan Sila dan mengajaknya masuk. Anak kecil itu menganga lebar melihat kemegahan rumah Kana. Lampu-lampu indah menghiasi rumahnya. Apa lagi ditambah orang-orang yang terlihat ramah.
"Hallo ini siapa?" Ujar Julia, sambil mencolek pipi Sila.
"Aku Sila tante." Jawab gadis itu dengan salaman terlebih dahulu. Membuat Julia terlihat senang dengan sopan santun anak ini.
"Shiva? yang ada di tv itu?"
"Bukan,Sila tante"
"Sila yang lima itu?"
"Pancasila itu bund,apa sih ah bund." Timpal Kana, bundanya ini memang penuh dengan jokes. Jokes ibu-ibu.
"Yuk masuk,oh iya mandi dulu kalian basah. Nanti sakit." Titah Julia pada keduanya,dengan badan yang menggigil Sila mengikuti perintah Julia.
Setelah kurang lebih dua puluh menit Kana turun dari kamarnya. Menunggu Sila yang mungkin tengah berganti pakaian. Matanya tertuju pada surat kabar yang di belinya tadi.
Tangannya mengambil salah satu koran itu,dan membacanya satu demi satu halaman. Isi surat kabar itu membuat Kana sedikit terkejut, berita pembunuhan, bunuh diri, penganiayaan, korupsi, berita-berita ini menggambarkan negara ini dalam masa sulit. Tapi sorot matanya membinar ketika ia membaca tulisan besar bertuliskan Lowongan pekerjaan. Kana tidak menyangka akan menemukan pencerahan secepat ini.
"I know I can!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Why should it be her ?
General FictionTak pernah terlintas di benaknya, dirinya harus berhadapan dengan orang yang dulu pernah bertemu dengan-nya. Bukannya kenapa, dia Keva selalu menyebalkan. Dan Kana,orang yang selalu dibuatnya pusing. Kenapa coba, harus lagi-lagi dia seolah tidak ada...