8). mengada-ngada

44 32 55
                                    

Hari ini hari pertamanya berkerja, Kana berjalan bergegas menelusuri area perkantoran. Seragam hitam putihnya membuatnya menjadi Kana yang berbeda. Gadis itu mengubah penampilannya,kali ini rambut yang selalu terurai kini ia ikat.

Tangannya memegang erat tas selempangnya, takut barang di tasnya di rampas. Meskipun isi tasnya hanya kertas,tapi kertas itu seperti nyawa Kana.

Kini langkahnya sampai di depan gedung yang menjulang tinggi. Dengan cepat ia masuk kedalam lift, namun sayang sepertinya sudah tidak muat untuknya. Kana menghela nafas panjang mencoba untuk lebih tenang.

"Hufsss, semoga gak kesiangan deh", Kana masih setia menatap satu demi satu tombol lift yang satu persatu mulai turun.

"Lama bener,gue tarik tu tali nya..!" Gerutu Kana.

"Emang bisa?" Tanya seseorang dibelakangnya.

"Ya enggak bisa,ya kali.." Kana tersadar setelah dia mencerna percakapannya barusan. Wait, dengan siapa Kana bicara?

Deg
Kana memutar lehernya yang terasa berat untuk bergerak. Tangannya memegang tengkuk lehernya dan mengusap wajahnya menahan malu. Dibelakangnya sudah ada seorang Deva dengan pria yang ia tabrak beberapa hari lalu. Kana mendadak lupa namanya siapa, entahlah. Gadis itu tersenyum canggung dan kembali beralih tatap pada pintu lift di depannya yang sudah terbuka. Melihat lift itu kosong, menambah rasa percaya diri yang tadinya naik menurun drastis.

Kini dirinya berdiri kaku di dalam lift bersama dengan dua pria itu. Perlahan lift nu itu bergerak naik keatas, pergerakan yang biasanya cepat kini seperti siput. Kakinya sudah gemetar dan merasa takut bersama dua orang pria yang terlihat menyeramkan. Tubuhnya yang tidak terlalu tinggi membuat Kana terlihat tertekan di sudut lift.

"Kapan lo akan Adain meeting buat kerja sama dengan PT. Sunnyproject?" Tanya Deva, pria di sampingnya berdecak sebal. Membuat Kana semakin canggung. Jelas itu adalah perusahaan ayahnya, Kana hanya bisa berdoa semoga saja mereka tidak ingat dengan wajahku waktu itu.

"Gue udah nyuruh Ansel buat kirim email, tapi dia gak buat. Bisa gak lo ganti Ansel sama manager baru gue,jadi tuker jabatan."

"Gak usah ngaco,lo pikir semudah itu? "

"Cowok?"

"Transgender katanya Kev"

"Serius." Ya kali transgender,jika ada dia langsung pecat saat itu juga. Melihat wanita yang ganjen sudah muak apalagi transgender. Apa kata dunia jika dia memperkerjakan seorang transgender.

"Cewek,cantik katanya" jawab Deva dengan santai. "Cantik? Makasih",batin Kana.

Keva mendesis sebal mendengar itu. "Sial"

"Kenapa?"

"Ribet kaya si Ansel" Jelasnya dengan nada yang sedikit ditekan. Tangannya menggaruk kepalanya yang mendadak terasa gatal.

"Setiap orang itu berbeda" ingatnya,Deva mengambil satu buah permen di jasnya dan memasukan kedalam mulutnya. Kana mengangguk lemah, dia setuju dengan Deva bagaimana bisa dia disamakan dengan siapa itu tadi? Ansel? Bahkan dari ceritanya saja Kana bisa menebak seberapa menjengkelkannya wanita itu.

"Tapi semua cewek itu ribet."

"Kepincut lo ntar"

"Setia gue..!"

"Uhukk....mang lo punya pacar?" Mendengar itu Deva hampir saja mati tersedak permen.

"Anya Geraldine." Deva mendesis mendengar itu dia sudah muak dengan semua haluan Keva yang semkin hari semakin tak tertolong. Seperti yang lagi baca ini,ngehalu pacarnya bright lah, pacarnya Jeno lah, Manurios, Suga lah bahkan Hotman Paris masuk daftar list pacar imaginasi kalian. Sungguh itu luar biasa,tepuk tangan.

Kana semakin gugup mendengar itu, dia tidak akan pernah mau menjadi sekretaris dia. Dari tampangnya sudah menyebalkan. "Tapi sah-sah aja kalo jadi asisten Pak Deva." Komentar Kana dalam hati.

Lift itu terbuka lebar setelah satu pijakan Kana yang terlihat gemetar. Langkahnya di ikuti oleh dua pria di belakangnya. Tangannya mencoba mengayun mengikuti semilir angin dari AC yang tidak terhitung jumlahnya.

Kana menghirup nafasnya dalam berusaha untuk tenang. Gadis itu kini berjalan berirama 'satu-dua-tiga dan..' gumamnya.

Di tempat lain Deva membolak-balikkan kertas di depannya yang bertumpuk tak beraturan. Tangannya terus mengobrak-abrik berkas berkasnya, seperti tengah mencari sesuatu. Keringat terus menetes di dahinya membuat wajahnya basah.

"Sial...dimana foto itu?!"

Why should it be her ?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang