dua

14 6 0
                                    

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam, baru pulang? Capek gak, dek?"

Aku mengangguk menjawab pertanyaan Ayah. Capek lah, masa nggak! Pulang les adalah waktu dimana aku benar-benar merasa capek.

Saking capeknya, rasanya mau buka mulut buat ngomong aja malas banget. Makanya setelah sampai rumah, aku langsung masuk kamar. Pengennya sih langsung istirahat, cuman rasanya aku harus bersih-bersih dulu. Bajuku yang sebelumnya harum, sekarang bau asap kenalpot. Maklum, aku pulang tadi naik ojol.

Mungkin terhitung 15 menit di kamar mandi, setelah keluar aku langsung dengar suara azan maghrib. Untung tadi langsung wudhu abis mandi.

Setelah selesai semua, aku langsung membaringkan tubuhku di ranjang. Masih dengan mukenah yang belum aku lepas. Rasanya nyaman banget, serius deh. Baru saja mataku akan terpejam, tiba-tiba terdengar suara pintu diketuk.

"Iya?!" teriakku dari dalam.

"Ini Mbak Nia, masuk ya?"

"Hm."

Cklek!

Aku menoleh ke arah pintu, di sana berdiri sosok Mbak Nia dengan gaun berwarna baby pink yang melekat indah di tubuhnya.

Wow, ada apa nih?

"Kenapa Mbak?" tanyaku.

Dia berjalan mendekat. Melihatnya, aku mendudukkan tubuhku sambil melepas mukenahku. Mbak Nia duduk di pinggir ranjang, mengambil mukenah yang kemudian dia lipat dengan rapi. Aku hanya memperhatikan. Tau pasti ada niat terselubung di balik tindakannya ini.

"Gini, keluarga Mas Angga ngajak makan malam kita sekeluarga. Ayah juga setuju, kamu ikut ya?"

Aku mendengus.

"Ogah!"

Aku membaringkan tubuhku lagi di ranjang, sambil memunggunginya. Aku bukannya berniat menolak permintaan Mbak Nia, masalahnya ada pada Bang Angga. Dia gak pernah suka denganku. Karena aku, mereka belum bisa menikah.

"Yah, dek. Ikut ya? Plis, kan diundang sekeluarga. Masa kamu gak ikut sih," rajuknya.

"Ya gimana ya, Mbak Nia kan tau kalo Bang Angga itu gak suka sama aku! Tiap liat aku langasung sinis gitu, kan malas jadinya."

"Gak akan lagi kok! Udah Mbak kasih tau, dia juga udah janji. Ayolah, ya?"

Aku masih kekeh pada posisiku.

"Lagian, ini kesempatan kamu memperbaiki hubungan sama Mas Angga. Kalian bakal jadi ipar loh, masa mau gini terus."

Aku menghela nafas. Ada benarnya juga.

"Oke!"

Mbak Nia kelihatan senang banget waktu ngeliat aku setuju. Yah, meskipun gak sepenuh hati. Ingat aja kalau aku setuju ikut karena Mbak Nia dan nama baik orang tuaku.

"Kalo gitu, kamu siap-siap ya! Nanti Mbak Nia yang bantu make up."

"Ih! Gak mau make up."

"Dikit aja kok, Nat. Dah, kamu siap-siap!"

Urgh! Malas banget!

Dengan loyo dan sedikit menggerutu aku bersiap-siap. Aku gak perlu pakai baju semewah Mbak Nia, toh bukan aku yang akan jadi pemeran utama dalam makan malam kali ini. Rencananya aku akan menggunakan gaun andalan yang sering digunakan untuk acara semi formal kayak nanti. Sebenarnya bukan andalah sih, itu karena aku cuma punya satu gaun ini saja.

Gaun berwarna hitam, dengan beberapa permata palsu di bagian dada. Aku putuskan untuk mengurai rambut, cukup pakai bandana saja. Dan, selesai!

Dengan segera aku pergi ke kamar Mbak Nia, biar dirias. Mbak Nia senang bukan main ngeliat aku mendatangi kamarnya. Untungnya Make up gak terlalu makan waktu lama, karena memang Mbak Nia merias wajahku dengan make up simpel saja. Setelah selesai, kami berdua turun ke bawah. Di sana sudah ada Ayah, Bunda, dan keluarga kecil Mbak Ken.

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang