Kalian tau apa yang aku lakukan setelah pernyataan cinta itu?
Aku block kontak Panca. Gak peduli dia ketua osis, gak peduli kalo sebenarnya kami masih punya urusan. Itu semua karena Panca menerorku semalaman penuh, sampai susah tidur! Akhirnya aku block aja deh.
"Makannya kok gitu? Gak enak?"
Aku menoleh ke arah Bunda yang berada di depanku. Aku saat ini sedang sarapan bersama keluargaku, minus Mas Ega. Dia udah pergi dari subuh buta, makanya Mbak Ken keliatan gak mood gitu.
"Enak kok, Bun. Nata cuma kenyang aja."
"Kalo kenyang ya udah, jangan dipaksain gitu. Nanti malah kekenyangan, perutnya sakit lagi," jelas Bunda.
Aku mengangguk, langsung beranjak untuk meletakkan piring di tempat cucian piring. Setelah itu aku langsung berjalan menuju kamar untuk mengambil tas. Pagi ini aku pergi sekolah dengan Ayah, jadi harus lebih pegi perginya.
"Yuk, udah siap?" tanya Ayah. Aku mengangguk saja, aku masih ngantuk banget jujur.
Saat sampai di luar, aku dikejutkan dengan sosok Panca yang sudah berdiri di teras. Mataku melotot ketika melihat senyumnya, seolah gak ada masalah apa-apa.
"Pagi Om," ujar Panca sambil menyalani tangan Ayah. Aku bisa melihat wajah keheranan Ayah, matanya bolak-balik melirik antara aku dan Panca.
"Saya Panca, temannya Natasya."
"Oh, ada apa?" tanya Ayah.
"Saya mau jemput Natasya, Om."
Ayah langsung menoleh padaku, sementara aku menggeleng keras.
"G-gak kok, Yah. Nata gak ada rencana mau pergi bareng sama Kak Panca."
Aku bisa melihat wajah Panca berubah murung. Aduh, kok jadi kasian sih.
"Maaf kalo mendadak. Tapi aku dari subuh udah jalan dari rumah, karena, yah jarak rumah kita agak jauh," katanya mengiba.
Perasaanku mulai gak enak ketika Ayah tiba-tiba menatapku dengan tatapan peringatan. A-apa nih?
"Kalo gitu kamu sama Panca saja. Ayah duluan ya."
"T-tapi, Ayah!"
Aku berusaha mencegah kepergian Ayah, tapi yang kudapati malah pelototan dari Ayah. Iii, seram. Akhirnya aku turuti saja.
"Ayo."
Aku mendelik ke arah Panca, ketika cowok itu berusaha meraih tanganku.
"Gak usah pegang!"
Aku berjalan menuju motornya. Bisa kulihat Panca malah tertawa melihatku kesal, apa yang lucu?! Orang lagi kesal juga!
Gak lama Panca menaiki motornya, aku langsung ikut naik dengan berpegangan pada bahu dan lengannya. Sengaja sedikit kucengkram dengan kuat lengannya, dan aku dengar Panca meringis karenanya. Huh, rasain!
"Jalan!" ucapku sambil menepuk keras bahunya. Maaf-maaf saja, saat ini aku memang lagi butuh pelampiasan kekesalanku. Dari semalam cowok di depanku ini udah ganggu, dan ternyata sampai pagi juga masih ganggu!
"Iya, sabar Natasya."
Iyi sibir Nitisyi.
Gak lama setelahnya motor besar Panca mulai jalan. Awalnya aku gak pegangan, tapi tiba-tiba aja Panca suka rem mendadak beberapa kali. Jadi mau gak mau aku pegangan, di tasnya.
"Jangan pegangan di tas."
Aku pura-pura gak dengar. Yah paling nanti dia rem mendadak, kalo pegangan tas asal kencang gak apa-apa kayaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
Teen Fiction(NATA & PANCA) ~HIATUS~ Selama berada di osis aku gak pernah merasa dekat dengan Panca, si ketua osis. Sesekali kami cuma bertegur sapa sebagai formalitas, tapi tiba-tiba dia ngajak pacaran?! Gila gak tuh?! "Jadi pacarku ya?" Aku cuma bisa terbengon...