Sejujurnya hari ini aku gak berniat pergi ke sekolah. Selain karena memang aku sedang gak enak badan, karena datang bulan, juga karena hari ini hujan. Biasanya hujan-hujan gini enaknya ya tidur di rumah, tambah lagi hari ini hari senin. Rasa malasku jadi tiga kali lipat. Tapi aku gak akan menuruti rasa malasku, dan akhirnya tetap berangkat sekolah. Karena itulah saat ini aku duduk di samping Mbak Ken yang sedang menyetir di sebelahku.
"Nat, yakin mau sekolah?"
Aku hanya mengangguk saja, dan menyandarkan kepalaku di jendela mobil. Ngantuk banget, tapi gak bisa tidur karena sakit perut.
"Tapi kamu pucat banget, kalo emang gak sanggup jangan dipaksa. Nanti Mbak minta Mas Ega bikin surat izin sakit dari dokter buat kamu."
Sebenarnya tawaran Mbak Ken itu menggiurkan, apalagi membayangkan bisa tiduran di rumah seharian. Tapi aku juga pengen ketemu Panca, niatku untuk meluruskan semuanya sudah bulat.
"Gak deh, Mbak. Nanti kalo emang gak sanggup aku telfon."
Mobil Mbak Ken sudah sampai di sekolah. Karena hari hujan maka mobil dibiarkan masuk, biasanya yang boleh masuk itu hanya mobil guru atau staf aja. Bagi siswa yang membawa kendaraan roda empat maka harus parkir cukup jauh, makanya di sekolahku gak ada yang bawa mobil. Kalau ada paling juga beberapa.
"Aku turun ya Mbak," ujarku sambil menyalami tangan Mbak Ken.
"Iya, kalau sakit jangan lupa telfon!"
"iya."
Aku segera turun dari mobil, dengan payung yang sudah dibentang di atas kepala. Hal yang aku syukuri di hari ini adalah ditiadakannya upacara. ya gak mungkin hari hujan tetap upacara, kalau iya kelewatan!
Sambil berjalan ke kelas, aku sempat menoleh sebentar ke arah tempat parkir motor. Berharap bisa menemukan sosok Panca. Namun jangankan sosok Panca, aku bahkan gak lihat ada motornya di sana. Apa Panca belum datang?
Aku kembali melanjutkan jalanku menuju kelas. Setelah sampai kelas, sudah ada Gaya yang kelihatan sibuk di mejanya. Wajah Gaya yang sebelumnya kusut langsung berubah cerah ketika melihatku. Hm, mencurigakan.
"Nata! Lo udah tugas Bu Irma?"
"Udah, lah!"
"Lo, jangan bilang belom?!"
Aku menggelengkan kepala heran ketika melihat Gaya menggeleng. Gila emang si Gaya, bisa-bisanya dia gak ngerjain tugas Bu Irma. Padahal semua juga tahu kalau Bu Irma itu galak banget, suaranya besar banget kalo udah marah dan ngomelin. Bikin kuping sakit.
"Gila banget Lo, Ya."
"Ya gimana, Nat. Lagian gak upacara juga, jadi ada waktu buat ngerjain tugas."
Aku hanya menggelengkan kepalanya. Biasanya kalau Gaya udah lewat ngerjain tugas gini, artinya idolnya lagi comeback. Dan Gaya akan menghabiskan waktunya untuk streaming mv idolnya.
Aku mengeluarkan buku dan langsung memberikannya pada Gaya. Yang mana, diterimanya dengan wajah luar biasa sumringah. Setelahnya aku biarkan saja dia berkutat dengan tugasnya, sedangkan aku memilih menidurkan kepalaku di atas meja. Perutku tambah sakit, dan kepalaku juga pusing.
"Nat? Lo sakit?"
Sentuhan pelan aku rasakan di bahu. Rasanya berat untuk membuka mata, jadi aku hanya memilih untuk mengangguk saja.
"Ke UKS ya? Gue antar."
Suara derit kursi terdengar, aku tau suara itu menandakan Gaya sudah berdiri. Bersiap mengantarku ke UKS. Tapi aku masih enggan berdiri, rasanya berat dan lemas banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
IN BETWEEN
Teen Fiction(NATA & PANCA) ~HIATUS~ Selama berada di osis aku gak pernah merasa dekat dengan Panca, si ketua osis. Sesekali kami cuma bertegur sapa sebagai formalitas, tapi tiba-tiba dia ngajak pacaran?! Gila gak tuh?! "Jadi pacarku ya?" Aku cuma bisa terbengon...