empat

12 6 0
                                    

"Loh? Masih belum selesai ngobrol?" tanya Gaya dengan wajah gak berdosanya. Aku hanya bisa tersenyum canggung.

"Gak kok, ini udah, ya kan Ga?" tanyaku pada Rangga, berharap ia mengiyakan.

"Iya, ini gue udah mau balik ke stan."

Gaya hanya mengangguk. Fyuh, untung Rangga bilang iya.

"Sya, sampai ketemu nanti ya."

Setelah mengucapkan salam perpisahan yang sayangnya gak aku iyakan itu, Rangga langsung beranjak pergi.

"Sya?"

Kami semua menoleh ke arah Panca yang sedang melihatku. Anehnya, dia kelihatan gak suka. Entah apa yang bikin wajahnya begitu, asem banget.

"Iya, namaku kan Natasya," jawabku santai. Emang apa yang salah coba?

"Dia manggil kamu Tasya?"

Kami semua memandangnya heran. Gak habis pikir dengan dia yang kepo banget sama panggilan Rangga padaku.

"Iya."

"Dia siapa?"

Ada kamera gak? Mau lambai tangan, nyerah aja. Kok akhir-akhir ini Panca aneh banget sih. Gak kayak biasanya, aku pengen dia biasa-biasa saja.

Dan lagi aku bingung mau jawab apa. Pada akhirnya yang aku lakukan cuma saling lirik dengan Gaya, berharap dia paham dan mau membantuku. Lagian, kok Panca kepo banget sih.

"Dia mantan Nata kak. Kita kebetulan ketemu tadi, ya kan, Nat?"

Oke.

"Iya, gitu."

"Wih, udah punya mantan ternyata si Nata."

Aku cuma ketawa. Bingung mau ngomong apa. Gak penting banget soalnya.

"Kak Andi ngapain di sini sama yang lain?" tanyaku, mencoba mengalihkan omongan. Soalnya aku ngerasa kalo gak segera dialihkan pasti ada yang bakal tanya-tanya lagi. Aku melirik ke arah Panca, soalnya kelihatan banget dari mukanya penuh dengan tanda tanya.

"Kak Andi ternyata suka korea juga Nat," jawab Gaya.

Oh. Memang sih, aku lihat tadi ada beberapa laki-laki yang kayaknya salah satu fans kpop. Cuman aku gak nyangka kalau Kak Andi salah satunya, jangan-jangan Panca juga fans kpop?

"Oh, Kak Panca sama Kak Leo juga suka kpop?"

Andi ketawa. Sementara Panca dan Leo memasang wajah tidak enak. Oh, kayaknya aku salah.

"Mereka kupaksa ke sini Nat. Sama kayak Lo, Nat. Dipaksa sama Gaya juga, kan?"

"Iya, aku korban paksaan Gaya."

Tiba-tiba terdengar suara musik dari arah panggung. Seketika itu juga Gaya diikuti oleh Andi berlari ke arah suara yang berasal dari panggung. Aku, Panca, dan Leo hanya saling melirik. Kayaknya bukan aku sendiri yang bingung mau ngapain. Kalo aku jalan sendiri terus nyari makanan, nanti Gaya susah nyari. Nanti aku malah ditinggal. Kalo aku berdiri disini, kok kesannya kayak orang bego?

Jadi lah saat ini aku memutuskan untuk bergerak menuju arah panggung juga. Supaya ketemu sama Gaya. Tuh anak emang gak ada akhlak, udah maksa ikut gak ditemenin lagi. Jangan dicontoh ya!

"Mau kemana?"

Hm. Aku menoleh ke arah lenganku yang saat ini digenggam oleh Panca. Lalu melihat wajah Panca. Gak nyaman, aku sedikit menarik lenganku. Berharap dia melepaskan, namun nyatanya genggamannya justru makin kencang.

"Kamu mau kemana?"

"Nyusul Gaya, disana-"

Tubuhku tertarik sedikit. Iya, Panca menarik tubuhku pelan. Untungnya pelan, karena kayaknya dia narik pelan aja aku agak oleng. Apalagi kalau dia pakai tenaga penuh.

IN BETWEENTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang