26

414 75 10
                                    

Mentari pagi menyambut, david telah siap menjalani hari seperti biasa. Kini dia berada di ruang makan, menyantap selembar roti tawar dengan selai.

Ya menu sarapan hanya selembar roti karena sungguh dia tidak punya selera makan, entah apa yang terjadi pada dirinya. Lidahnya seakan tak bisa menerima rasa masakan dari tangan orang lain, seolah sudah terbiasa dengan racikan masakan Vampir China itu, padahal baru beberapa bulan perempuan itu memasak untuknya.

Manik mata david terus menatap nanar kursi yang ada di hadapannya, tempat yang selalu di duduki oleh jihyo si Vampir China, gadis centil yang dulu selalu ia anggap hanya bisa berdandan untuk menggodanya.

Rasa sepi, kosong kini di rasakan oleh hatinya mengingat jika dia suka diam-diam menatap jihyo yang mengulas make up setelah berpeluh dengan kegiatan memasaknya di dapur.

Lagi hati david bertanya-tanya di dalam lubuk hati tentang apa yang sedang dilakukan jihyo yang jauh di sana.

Sudah seminggu david merasakan berpisah dengan Vampir China itu, namun hatinya terus gelisah bayangan perempuan bermake up tebal terus mengusik pikirannya.

Harinya terasa benar-benar kacau, tak ada semangat. Ada apa dengan dirinya? Ini sudah seminggu berlalu? Namun perasannya masih saja hampa.

Menenggak segelas orange jus sebagai penutup, david pun mengakhiri sarapan setelah selembar rotinya habis. Itu cukup untuk mengganjal perutnya. Dia siap melalui hari berat lagi, berkutat dengan banyak perkerjaan di kantor. Berharap dengan cepat rasa kosong itu hilang dengan menyibukkan diri di kantor.

.

Berjuta bintang menghiasi langit. Malam telah menjelang jihyo berada di rumahnya sedang berbaring telentang sembari memeluk guling.

Terlihat benda pipih melekat di telinganya. Seperti biasa jihyo sedang menerima panggilan dari ibunya. Saling bertukar kabar.

"Kamu sudah makan hyo?" suara ibu di seberang sana.

"Sudah bu," balas jihyo

"Ibu apa ini sudah bisa di susun ke dalam lemari?" jihyo mendengar suara berat laki-laki di seberang sana sedang berbicara dengan ibunya.

"Ya taruh yang rapi ya." Balas suara ibu.

Jihyo duduk di tempat tidur menegakkan tubuhnya terlihat serius. Dia tahu suara itu.

"Ibu itu kak dahyun?" tanya jihyo memastikan.

Jika lelaki yang bersama ibunya itu adalah kakak iparnya.

"Iya, itu nak dahyun, mereka sedang berkunjung, kakak kamu lagi masak di dapur."

"Kak dahyun masih ibu suruh lap panci ibu?" tanya jihyo lagi.

Oh astaga, ibunya ini tega sekali dengan menantunya.

"Ya, itu hukuman untuknya karena sudah menyakiti hati anak ibu, lagi pula itu janjinya jika dia kembali bersama dengan kakakmu," jelas jennie mengenang prahara di awal pernikahan anak pertamanya itu dengan seorang pemuda kaya.

"Ya ampun bu, kak dahyun sudah mau punya anak 3 masih ibu hukum lap panci," ucap jihyo tak habis pikir. Ibunya masih menyuruh presdir itu, mengelap koleksi pancinya padahal rumah tangga mereka telah bahagia, badai pernikahan mereka sudah tidak ada lagi, mereka pun akan menyambut anak ketiga. Namun Ibunya masih saja belum menghapus tugas itu.

"Anak ibu sangat berharga. Ini juga agar nak dahyun berpikir panjang untuk menyakiti kakakmu lagi."

Jihyo menarik napas berat mengingat hubungan pernikahan kakaknya memang rumit, penuh drama, air mata dan salah paham. Tapi semua telah membaik.

[END] SI BURUK RUPA || JITZU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang