__DELAPAN__

123 34 1
                                    

Happy reading!!

Disinilah kini Tasya berada, diruang tamu sebuah rumah dengan suasana yang lumayan sunyi, rumah milik satu-satunya anggota kelompok praktikumnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Disinilah kini Tasya berada, diruang tamu sebuah rumah dengan suasana yang lumayan sunyi, rumah milik satu-satunya anggota kelompok praktikumnya. Ervan Nero. Sepulang sekolah tadi Tasya bilang hari ini langsung diskusi bahan yang diperlukan mereka. Mengingat mereka hanya berdua, pasti akan kewalahan kalau santai-santai saja.

Entah kemana penghuni rumah yang lainnya, ia jadi merinding. Padahal tadi mereka pulang bertiga sama Vicky, entah kemana cowok itu pergi.

"Kita mulai?"

"Apanya?" Tanya Tasya terkejut, pasalnya ia tengah memikirkan hal-hal aneh yang mungkin saja terjadi.

Wajar saja, ia baru mengenal Ervan beberapa minggu. Walau sudah menganggap Ervan bagian dari sahabatnya tapi ia perlu waspada. Kita tidak tahu apa yang akan terjadi kedepannya.

"Diskusinya lah Sya, emang apaan?" Buru-buru Tasya menggeleng.

Ervan ikut bergabung duduk disamping Tasya yang memilih lesehan di karpet berbulu lembut itu dari pada di sofa. Tasya segera mengeluarkan buku tulisnya untuk mencatat beberapa bahan yang diperlukan.

Butuh dua jam mereka mendiskusikan hal ini untuk mencapai kesepakatan. "Astaga Van, padahal cuma segini doang alatnya kenapa lama banget sih diskusinya."

"Kan lo yang cerewet dari tadi nentuin materi prakteknya. Disaranin ini katanya ribet, saranin itu katanya terlalu gampang." Omel Ervan.

Tasya hanya cengengesan sambil sesekali memakan camilan yang Ervan bawa untuk menemani diskusi mereka. " Ternyata seseru ini belajar kelompok."

"Se-kudet ini lo Van sampe kerja kelompok aja baru tau rasanya?" Heran Tasya. Seumur hidup baru kali ini ia menemukan orang polos tanpa pengalaman diluar rumah.

"Lo tau jawabannya Sya." Celetuk Ervan agak jutek. Ya, Tasya tau segala keluh kesah Ervan semenjak cowok itu cerita padanya bahwa ia penderita hemofilia.

Suara angin mengayun-ayunkan pepohonan didepan rumah serta gemuruh yang belum terlalu brutal menandakan hujan akan datang. Sebelum ia terjebak disini entah sampai kapan lebih baik ia pulang.

"Kayanya mau ujan deh, gue balik dulu ya Van. Udah sore juga nih." Pamit Tasya sembari merapikan buku-buku yang berada di atas meja.

Tadi saat seru-serunya adu mulut tiba-tiba Najwa datang dengan sepiring bolu dan beberapa keripik untuk mereka. Karena ia tahu ada orang lain dirumah, Tasya berinisiatif izin terlebih dahulu sebelum pulang. "Nyokap Lo mana? Gue mau pamit nih."

"Nyokap lagi istirahat, nanti gue sampaiin kalo lo pamit." Bukan Ervan yang berucap, melainkan Vicky. Entah sejak kapan cowok itu bersandar ditembok dekat tangga. Tasya hanya mengangguk.

o0o

Cafe.

Tasya kini berada ditempat ini, tempat tongkrongannya remaja milenial masa kini, seharusnya ia sudah sampai rumah sejak tadi. Tapi langit tidak bisa diajak kompromi, tiba-tiba saja rintikan air hujan berjatuhan semakin lama semakin deras. Sehingga mau tak mau ia harus berteduh di sini dengan alibi menjadi costumer.

Free MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang