Update kali ini kita cuma stuck sama Ervan wkwk
****
happy reading
"Bukannya lo ada kelas pagi hari ini? Kok malah nongkrong disini?"
"Bolos."
Vicky meletakkan handphone-nya dan menarik cangkir kopi pesanannya yang disuguhkan temannya, Bayu-- si pemilik cafe.
"Nggak biasanya lo bolos."
"Suka-suka gue lah." Sahut Vicky sehabis menyesap kopinya.
Sepeninggalannya Ervan tadi tak selang berapa lama ia juga pergi meninggalkan rumah. Alih-alih kuliah ia malah nongkrong di cafe milik temannya. Ia juga tahu kedua orang tuanya menyaksikan pertengkaran mereka. Tapi dengan egois ia menepis perasaan takut mereka akan kecewa.
Hari ini pria dengan balutan kemeja merah itu tak ingin memikirkan adik serta ibunya. Ia ingin me-rileks-kan otak dan tenaganya untuk tidak memikirkan Ervan yang entah bagaimana keadaannya disana.
Pemilik cafe itu menghela nafas mengalah. Bicara dengan orang yang bentukannya seperti Vicky hanya buat emosi saja. "Kalo lo masih mau disini silakan, gue mau cabut dulu ada kelas bentar lagi."
Setelah bertos singkat ala cowok Bayu pergi meninggalkan Vicky yang tengah menikmati minumannya. Entah apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Mungkin sejenak ia akan tetap disini.
Ditempat berbeda, Ervan duduk sendirian di teras ruko yang tengah tutup. Demi menghindari berkata toxic yang akan menyakiti hati kakaknya ia pergi keluar rumah. Seragam lengkap yang ia pakai sedikit basah karena keringatnya.
Wajahnya tak memancarkan keceriaan sedikit pun. Perkataan kasarnya yang terucap untuk Vicky terngiang-ngiang di kepalanya. Dengan kesal ia merutuki dirinya sendiri. Sudah terlewat bodoh jika ia benar-benar membenci kakaknya. Selama ini siapa yang ia repotkan kalau bukan Vicky? Sungguh Ervan kini benar-benar takut bila Vicky tak mau lagi membantunya jika dalam keadaan jenuh dan repot.
"Gue harus minta maaf ke bang Vicky. Gue ga benci bang Vicky." Monolognya. Tangan kirinya meraba saku celananya mencari benda pipih yang selalu dibutuhkan semua orang. Sial! ponselnya tertinggal, sekarang ia tak tahu harus bagaimana. Mau pulang pun ia enggan bertemu tatap dengan Najwa ataupun Tyo.
Lagi-lagi arah tatapnya turun menatap tangannya yang malang. Seandainya Ervan tak melanggar salah satu larangan yang sedari kecil sudah diterapkan pada dirinya, ia yakin hingga hari ini nasibnya tak sesial ini.
Sendi pada kakinya mulai terasa linu karena terlalu jauh berjalan. Sebentar lagi pasti bercak memar di area betisnya akan muncul. Punggungnya ia sandarkan ke dinding ruko, matanya terpejam menghalau sinar matahari pagi yang bersitatap dengan wajahnya. Semoga dengan sedikit istirahat tenaganya bisa pulih dan bisa segera kembali kerumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Free Me
Teen Fiction"Main layang-layang, main bola, bahkan main sepeda pun belum pernah gue rasain selama gue menghirup oksigen." "Cita-cita gue... bebas" _______________________~o~_______________________ Masa anak-anak serta masa remaja seharusnya menjadi hal paling...