4.

714 161 35
                                    

Sebulan sudah Anisa menempati raga Elyana.

Dan sudah selama itu dia menjalani hidup yang sangat monoton, walaupun terkadang tugas seorang Ratu harus dia kerjakan tapi baginya itu bukanlah sebuah tugas, tapi sebuah keseharian.

Kesibukannya terhadap masyarakat hanyalah, membimbing mereka agar bisa berbudi daya yang baik, mengajarkan mereka sebuah kerajinan, mengajar mereka belajar dari membaca, menghitung dan menulis.

Ternyata, masih banyak orang tua yang tidak tahu banyak tentang Dunia pendidikan, banyak dari mereka hanyalah seorang janda yang sudah dimadu beberapa kali, atau ada juga seorang wanita biasa yang pekerjaannya hanyalah mencari kayu bakar untuk dijual.

Elyana sungguh prihatin, mengingat betapa semangatnya sang Ayah dulu kala memasukkan dia ke sekolahan.

"Slamet, bilangin bibi Sriwi, aku pengin nasi goreng, oke?"

Kalian masih kenal Slamet? Ah bukan, sebenarnya nama dia adalah Sherman, tapi karena Elyana yang kala itu tak sengaja latah Slamet jadinya keterusan sampai sekarang.

Dia adalah pengawal yang bertugas sebagai penjaga ruang kerja Zarga, tetapi karena Elyana ingin Slamet menjadi pengawalnya akhirnya Zarga mengalah dan mengikhlaskannya.

Elyana senang, tapi tidak dengan Slamet.

Laki-laki seperempat abad itu terlihat tertekan sekali kala dia ditunjuk untuk menjadi pengawal pribadi Elyana.

Banyak tingkah yang Ratunya ini lakukan, dan dia juga menjadi double kerjaan.

Seperti mengawasi jam untuk dia sholat, membangunkan subuhan, turut serta belajar les bahasa baru, dan dia juga ditugaskan untuk ikut di lapangan mengayomi masyarakat.

"Kau sudah makan 5 kali untuk siang ini Elyana." Sama seperti dayang-dayang Elyana lainnya, Slamet juga diperintahkan untuk memanggilnya Elyana, bukan Ratu atau tetek bengeknya.

"Ya terus?" Elyana yang tengah merenggangkan badannya melirik sinis. "Masalah buat lo?"

Slamet berdecak. Laki-laki itu memang ikut serta belajar bahasa asing, tapi karena baru beberapa hari jadinya dia masih harus loading dulu baru, oh gitu.

"Nanti kau ... gemukan?"

"Gue yang gemuk kenapa lo yang repot, emang lo yang nampung berat badan gue, enggak kan?"

Slamet akhirnya mengalah, dia pun segera bergegas keluar ruang kerja Elyana dan berlalu ke arah dapur.

Elyana tersenyum, perempuan itu melihat ke tumpukan surat-surat keluh kesah dari berbagai Daerah. "Oke mari kita lihat, masalah apa lagi yang harus ku tanganni."

"Perayaan nyepi?"

Elyana menaikan satu kakinya ke atas kursi, berfikir keras karena dia samar-samar seperti ingat akan hal itu.

"Ah, ini mah perayaan orang Hindu."

Elyana mengangguk-angguk, lantas lanjut membaca surat itu kembali. "What? Nangkap bebi?"

Elyana bergeleng tak percaya. "Masa sigemoy ditangkep."

Suara pintu terbuka terdengar, Slamet masuk dengan sepiring nasi goreng yang masih mengepul, membuat senyuman Elyana terbit hanya karena makanan yang dia inginkan datang.

Slamet meletakkan nasi goreng di depan Ratunya, laki-laki itu melirik sekilas pada meja kerja Elyana, melihat banyaknya tumpukan surat-surat dari masyarakat.

"Karena sifatmu yang terlalu baik, orang-orang banyak yang mengambil keuntungan."

"Hm, gak papa. Anggap aja ini buat penebus karena sifatku dulu."

Ratu GaulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang