Bab 6. Aku Cinta Kamu

225 43 8
                                    

Kali ini giliran Rara yang shooting drama series setelah Desember kemarin Gunawan disibukkan shooting FTV. Hal itu juga yang membuat Rara tidak bisa hadir di konser 'Welcome To Indosiar Family Concert'. Namun, saat latihan Gunawan sempatkan berdiskusi dengan Rara untuk penampilannya nanti. Ya, Gunawan akan selalu meminta pendapat Rara, membuat gadis itu merasa dianggap penting juga. Gunawan sangat percaya pada Rara dalam hal ini mau pun lainnya.

Ada saja tingkah Rara yang membuat Gunawan terkadang tak ia duga. Seperti saat ini, wanitanya itu sedang siaran langsung instagram di sela-sela waktu shooting. Rara memakai kerudung hitam sambil berbaring, sangat lucu. Wajahnya semakin imut saat bertingkah seperti anak kecil, hal itu selalu berhasil membuat penat Gunawan hilang. Dirinya menggunakan akun 'fake' untuk menonton, menjadi hiburan tersendiri baginya.

Malamnya Rara menonton Indosiar, semakin bangga dan kagum pada Gunawan. Pemuda itu semakin bagus di setiap penampilannya. Potensi yang Gunawan miliki itu besar, dan Rara akan membantu juga mendukung penuh untuk hal itu.

Terbiasa bekerja di malam hari, Rara tidak akan bisa tidur di bawah jam dua belas. Apalagi Gunawan masih kerja, dia akan menunggu kekasihnya itu pulang. Terlebih lagi sudah menjadi kebiasaannya, sebelum tidur harus melakukan panggilan video.

"Udah ngantuk, yah?" tanya Gunawan sambil mengeringkan rambut. Dia baru saja membersihkan diri sebelum 'video call' Rara.

"Eng-gak," jawab Rara. Suaranya berusaha dia buat terdengar parau, mencari perhatian pemuda dingin itu.

"Utututu... Gimana tadi shootingnya?" Gunawan merebahkan diri di atas kasur, memfokuskan pandangannya pada ponsel.

"Ya seneng. Udah lama, kan, aku enggak shooting-shooting gitu."

Gunawan mengangguk. Ini sudah jam dua dini hari. Mereka tidak akan mengakhiri panggilan sebelum salah satunya tertidur.

"Minggu depan libur, mau nonton."

Hanya helaan napas yang terdengar. Rara sudah mengerti kalau Gunawan pasti akan menolak.

"Jangan ke mana-mana dulu. Lagi banyak virus, kan, mau jadi host di audisi juga nanti. Bioskop masih tutup." Gunawan beralasan.

"Iya, ya udah, aku ngantuk mau tidur." Rara memberi senyum walau terpaksa. Gunawan menyadari hal itu. Siapa yang tidak ingin memiliki waktu bersama dengan kekasih, hanya saja Gunawan...

Tanpa mengucapkan apa-apa lagi Rara menutup telpon sepihak. Wajar kalau ia kesal, karena sangat jarang mereka jalan bersama. Disuruh ke rumah pun sering kali Gunawan menolak. Rara tahu alasannya, tetapi tak bisakah hal itu sedikit saja dikesampingkan.

Andai dirinya mencintai karena nilai ekonomi, Rara tidak akan memilih Gunawan. Harus berapa banyak lagi dia menjelaskan kalau perasaannya pada lelaki itu tulus. Rara sudah punya segalanya, yang ia butuhkan sekarang adalah bukan hanya cinta Gunawan, tapi juga kehadirannya.

*

Entah sudah berapa hari Gunawan dan Rara tidak bertemu. Biarlah jarak membuat bertumbuhnya rindu. Sengaja Rara tidak menghubungi Gunawan, dia ingin tahu apa Gunawan akan lebih dulu menghubunginya. Biasanya gadis itu yang selalu memulai lebih dulu dalam hal apa pun.

Selesai sudah Rara menjalani shooting. Setelah ini dia ditugaskan menjadi host audisi Liga Dangdut Indonesia 2021. Getaran di ponselnya membuat gadis itu berhenti dari aktivitas. Dahinya berkerut membaca nama yang tertera.

"Hallo," jawab Rara.

"Turun dong. Ini lagi sama Ibu di bawah."

"Hah? Gimana?"

Sambungan telephone berubah menjadi panggilan video. Rara ternganga melihat laki-laki itu tersenyum sambil melambaikan tangan. Di sampingnya juga ada Ibu.

"Ucing, turun."

"I-iya." Bergegas Rara ke lantai bawah.

Dilihatnya Gunawan sedang duduk dan tertawa bersama Ibu juga Ovie. Entah mimpi atau bukan, Rara masih belum percaya dengan apa yang ia lihat.

"Ngapain ih?" Rara duduk di samping Gunawan. Masih bingung.

"Main dong."

"Main? Kenapa?" tanya Rara heran. Ovie terkekeh, dan pergi dari sana.

"Ibu ambil cemilan dulu." Ibu meninggalkan keduanya.

"Kamu ngapain, Ndi?" tanya Rara masih heran.

"Mau main. Emang enggak boleh?"

"Jangan maksain!"

Gunawan menghela napas. Rara masih marah padanya ternyata.

"Ucing kamu tau, kan, alesan aku jarang ke rumah atau kita yang pergi jalan?"

Rara diam.

"Aku enggak mau dicap sebagai laki-laki yang manfaatin kamu. Aku mau bisa terlihat pantes buat kamu, Cing."

Rara masih diam. Harus mengerti bagaimana lagi bila ego dari sisi wanitanya sudah muncul. Bukan salahnya kalau dia juga ingin seperti pasangan yang lain.

"Terus salah aku kalo mau punya waktu berdua sama kamu?"

Gunawan menggeleng. Bukan maksud dirinya untuk menyalahkan Rara.

"Bukan gitu maksud aku." Gunawan meraih tangan Rara, menggenggam dan mengusapnya. Dia sudah tahu cara menenangkan gadis itu.

Berusaha melepaskan genggaman tangannya dari Gunawan, tapi tak bisa. Rasa hangat justru menjalar di tubuh Rara, begitu efek dari Gunawan untuknya.

"Hey, hey, dengerin aku." Gunawan menahan tangan Rara di genggamannya saat dia terus meronta, minta dilepaskan. "Aku minta maaf karena belum jadi seperti yang kamu mau. Belum jadi laki-laki seperti harapan kamu. Tapi aku selalu berusaha, Sayang."

Rinai mulai deras dari kedua mata Rara. Isakannya terdengar, membuat dada Gunawan sesak.

Pernah memikirkan, pada siapa keluh kesah dan bahagianya dibagi, bukan pada seseorang yang setiap hari libur bertemu, tapi setiap waktu, pada dia yang bahkan di tengah kesibukannya memilih rindu yang tak pernah selesai.

Kadang Rara bertanya-tanya, pernahkah Gunawan rindu? Pernahkah Gunawan memimpikannya, lalu mengajak bertemu?

"Kamu pernah kangen enggak sama aku?"

Pertanyaan macam apa itu? Tentu Gunawan selalu merindukannya. Hanya saja dia bingung cara mengungkapkan hal itu. Gunawan tidak pandai jujur akan perasaannya. Dia terbiasa memendam.

"Kenapa enggak jawab? Kamu enggak pernah kangen sama aku?"

Lekungan di bibirnya menimbulkan lesung pipi di wajah Gunawan, sangat manis. Gunawan menurunkan kedua bahu, mencari posisi agar lebih santai. Kedua tangannya masih menggenggam tangan Rara erat.

"Selalu. Aku selalu kangen kamu." Lalu, dia memeluk Rara. Mengusap rambut lurus milik gadis itu dengan lembut. Membiarkan Rara mendengar degup jantungnya yang berdetak cepat. Memberi tahu kalau separuh hidupnya sudah ia berikan pada Rara. Maka jangan pernah ragu akan perasaannya.

"Terus kenapa enggak pernah bilang kangen sama aku?"

"Maaf."

"Kenapa enggak pernah hubungin aku duluan?"

"Maaf."

"Kamu jahat!"

"Maaf."

"Aku kesel sama kamu."

"Maaf."

"Kamu nyakitin aku."

"Maaf." Gunawan mengeratkan pelukannya.

"Aku bete sama kamu."

"Maaf."

"Aku benci kamu."

"Aku sayang kamu."

"Aku juga sayang kamu, Indi."

Gunawan mencium puncak kepala Rara berkali-kali.

Saat telah berhasil menyentuh hati terdalam laki-laki, percayalah ia akan selalu mengingat meski dalam keadaan terpejam.


Gaes usahakan komentar tiap paragraf yah.

Oh iya rencananya Yara akan dibukukan, loh.
Siapa yang seneng?

YARA (komitmen)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang