Ada waktu beberapa hari sebelum latihan untuk acara yang kembali Indosiar buat. Sejujurnya ingin sekali Gunawan menghabiskan watu bersama Rara, walau beberapa jam saja. Namun, kembali lagi, dia masih belum percaya diri untuk mengajak Rara jalan, apalagi bertandang ke rumahnya. Gunawan tahu diri, dirinya masih merasa jauh dari Rara.
Gunawan duduk di kursi ruang tamu apartement, memainkan ponsel dengan membalik-balikannya. Dia merasa rindu pada Rara, tetapi sifatnya yang pendiam justru membuat Gunawan terkadang tidak mampu mengungkapkan perasaan. Lagi.
Diraihnya gitar pemberian dari Rara, lalu memainkan alat musik tersebut, menyanyikan lagu apa saja yang dia mau. Melatih jari-jari agar lebih luwes bermain gitar, juga melatih suaranya.
Ada banyak hal yang Gunawan rencanakan. Kebahagiaan keluarga dan juga meminang Rara. Gunawan harus fokus pada dua tujuannya tersebut, hingga nanti dia bisa mewujudkan keduanya secara bersamaan.
Untuk sementara biarlah tanpa ikatan dulu. Silakan menata masa depan dulu dengan baik. Gunawan memperjuangkan tujuan yang bukan karena gelar, tetapi ada mimpi orang tua yang dititipkan di bahunya dan bahu Rara.
Ada derajat yang harus diangkat. Ada hinaan yang harus dibungkam. Pun Rara, dia adalah harapan pertama orang tuanya.Akan tetapi, restu dari ibu Rara sudah Gunawan miliki, penerimaan tulus telah Gunawan dapatkan. Di rumah Rara kemarin ada banyak hal yang diceritakan oleh Gunawan, perlahan tidak lagi menutupi sesuatu di dalam kehidupan masa lalunya. Entah kebaikkan apa yang telah dilakukan Gunawan, hingga di masa kini mendapatkan kasih sayang dari orang yang dicintai, bahkan keluarga Rara pun menerima kehadiran Gunawan dengan tangan terbuka.
"Ibu suka Nak Gunawan waktu Ibu naik tangga terus dibantu. Inget enggak?" Ucapan Ibu waktu itu membuatnya tersenyum hangat. Tidak menyangka hal yang dilakukannya dulu justru membuat kesan tersendiri bagi Ibu.
Ah, betapa beruntungnya Gunawan telah dipertemukan dengan orang-orang tulus.
*
Menarik napas dalam, lalu merebahkan tubuh di atas kasur, Rara tidak habis pikir mengapa masih saja banyak orang yang melakukan perundungan atas dirinya juga Gunawan. Mereka terang-terangan mengujar kebencian di sosial media. Tidak bisakah orang-orang itu menerima keputusannya perihal hati. Namun, apa pun yang terjadi selagi Ibu merestui dan meridhoi, Rara akan tetap pada pendiriannya.
Katanya obat rindu bukanlah pertemuan, sebeb bertemu hanya akan menambah rindu. Hal yang bisa mengobatinya hanya kebersamaan--pernikahan. Maka selagi itu belum terjadi, Rara akan menggunakan cara lain untuk menjawadi penawar. Berdebat, misalnya.
Rara tersenyum lebar saat Gunawan memanggil panggilan video. Dia berhasil membuat perdebatan, padahal Rara hanya rindu.
Besok ke studio jam berapa?" tanyanya langsung saja. Khawatir Gunawan membahas perdebatan tadi, padahal dia hanya rindu.
"Pagi, tapi nanti pulang dulu ke apartement."
Rara mengerjapkan mata beberapa kali, padahal tadi dia masih semangat. Mungkin karena sudah melihat wajah tampan lelakinya, jadi rasa kantuk mulai datang. Sesekali dia menutup mata, membuat Gunawan terkadang tidak tega. Padahal ia ingin tanya kenapa tiba-tiba dimarahi, tapi melihat gadisnya terlihat lelah ia jadi tidak tega untuk membahas.
Rara perlahan kembali menutup mata. Gunawan tidak memutuskan panggilan video seperti biasa, ia ingin memastikan kalau Rara benar-benar tidur. Ditatapnya wajah pulas Rara, Gunawan menarik napas dalam, dirinya teramat menyayangi Rara. Tidak ingin melukai gadis itu sedikitpun.
"Mimpi indah, Sayang." Gunawan memutuskan panggilan videonya.
*
Sebuah note berwarna dibagikan oleh crew Indosiar. Para pasangan diwajibkan menulis surat masing-masing untuk orang tersayang dari lubuk hati yang paling dalam.
KAMU SEDANG MEMBACA
YARA (komitmen)
NonfiksiAdam dan Hawa pernah dipisahkan sangat jauh, tetapi kemudian dipertemukan kembali karena sudah ditakdirkan bersatu. Berpisah dulu. Mendewasakan diri. Lalu, bertemu kembali. Mungkinkah pada Gunawan dan Rara hal itu juga terjadi?