Bintang Utara

371 68 11
                                    

"Masa iya kalian bulan madunya di gunung? Nggak bagus tempatnya, udah gitu dingin lagi," komentar Nyonya Jung.

"Iya, lagian nggak ada tempat yang nyaman di sana," tambah Nyonya Choi.

Sementara dua ibu-ibu itu mengintrogasi Wooyoung dan San, kedua ayah mereka hanya memperhatikan sambil sesekali menyeruput tehnya.

"Lagian kalian mau ngapain di gunung? Belajar bahasa binatang?"

"Udahlah, Sayang. Biarin aja mau mereka, yang penting Wooyoung bisa jaga Nak San, ya?" Sela Tuan Choi.

Wooyoung mengangguk mantap. "Iya, 'kan Wooyoung yang ngajak." 

Nyonya Jung memandang putra sulungnya dengan tatapan garang, tangannya terangkat, menarik telinga Wooyoung. "Kamu nih ya." Kalimat itu dilanjut dengan omelan panjang.

"Ampun, Ma! Ampun!"

Setelah menerima ijin disertai banyak sekali petuah dari para orang tua, sepasang suami-suami itu memutuskan untuk mendaki bukit di pinggiran kota. Untuk memenuhi janji Wooyoung pada San, katanya. Mereka sudah membawa semua peralatan yang dibutuhkan, Wooyoung juga sudah menghafal rute perjalanan ke bukit karena dia sering ke sana saat masih single dulu. Peralatan mereka tidak banyak dan seberat pendaki lainnya karena mereka akan menginap satu malam, ditambah keduanya akan menggunakan tenda berdua.

Wooyoung mengajak San menaiki bis wisata yang akan menurunkan mereka di pemukiman warga dekat perkebunan teh. Dari sana mereka akan berjalan kaki melewati padang rumput yang akan membawa mereka ke atas bukit. Wooyoung akan langsung berhenti jika menyadari nafas San mulai tersengal. Perjalanan yang biasanya ditempuh dalam dua jam tanpa berhenti, menjadi tiga jam. Mereka tiba di bukit ketika matahari mulai bergulir ke barat, namun belum sepenuhnya tenggelam. Keduanya memutuskan untuk membangun tenda terlebih dahulu sebelum benar-benar malam, karna akan sulit melakukannya saat gelap. Selesai membangun tenda, Wooyoung mengeluarkan peralatan yang dibawanya untuk melihat bintang, kebanyakan barangnya berupa barang umum yang dibawa pendaki pada umumnya seperti tikar, senter, teleskop dan bintang obat anti serangga, bekal dan sebagainya. Selesai membangun tenda dan menggelar tikar, matahari sudah terbenam sepenuhnya, langit yang berwarna oranye juga perlahan berubah gelap.

"Ini namanya senja nautikal," ujar Wooyoung.

San mendudukkan tubuhnya di samping Wooyoung, menyandarkan kepalanya di bahu sang suami.

"Waktunya tuh dimulai setelah matahari benar-benar terbenam sampai waktu senja astronomikal dimulai," lanjut Wooyoung.

"Kenapa namanya senja nautikal?"

"Waktu jaman dulu, pelaut pake momen ini buat nentuin arah kapal lewat bintang-bintang yang muncul di langit."

"Kamu tau banyak soal bintang ya," komentar San.

"Aku emang suka bintang."

"Selain masak dan bintang, Wooyoung suka apa lagi?"

"Kamu."

Keadaan hening seketika, San yang berusaha mengontrol senyumnya agar tidak terlalu lebar dan Wooyoung yang merutuki mulutnya yang berucap seenaknya.

Tak ingin berdiam lama dalam suasana canggung, Wooyoung mulai menjelaskan beberapa bintang yang diketahuinya dan San mendengarnya dengan tenang. Semakin malam, semakin banyak bintang yang bermunculan. Jumlahnya melebihi bintang yang tampak di kota.

"Oh ya, kenapa di kota nggak banyak bintang ya? Nggak kayak di sini." Tanya San.

"Soalnya banyak polusi cahaya."

"Polusi cahaya?"

"Iya, di kota 'kan kebanyakan udah pake lampu listrik dan malam biasanya terang banget sampe bintang yang cahayanya lebih redup jadi nggak keliatan," jelas Wooyoung.

"Sama kayak senter kalo dinyalain siang hari pas ada matahari?"

"Iya, sama kayak gitu."

Wooyoung mulai menjelaskan rasi-rasi bintang yang diketahuinya kepada San. Kadang kala dia menceritakan legenda di balik rasi bintang tersebut.

"Terus bintang favorit Wooyoung yang mana?"

Wooyoung menatap langit malam sejenak, matanya memandang abstrak sebelum menunjukkan satu bintang yang berdiri sendirian, tak berdekatan dengan bintang lainnya. "Yang di sana. Namanya bintang utara."

"Cantik, bintangnya juga terang. Pantes Wooyoung suka," sahut San sambil menyesap kopi panas yang dibawa Wooyoung sebagai bekal mereka.

"Dia juga unik tau."

"Apanya yang unik?"

"Kamu tau prinsip rotasi dan revolusi 'kan?"

San menganggukkan kepalanya.

"Karena efek rotasi bumi, bintang posisinya jadi berubah-ubah tapi bintang utara nggak," jelas Wooyoung.

"Kok bisa?"

"Soalnya letak bintang utara segaris sama sumbu bumi. Makanya, mau dilihat dari manapun, bintang utara bakal keliatan dan bakal selalu nunjukin arah utara."

"Makanya itu jadi bintang favorit Wooyoung?" Tanya San, memastikan.

Wooyoung mengangguk, kepalanya yang menatap langit malam bergerak menoleh menatap San. "Kamu mau jadi bintang-utaraku 'kan, San?" Pintanya sambil menggenggam tangan kecil suaminya.

San yang belum siap dengan serangan tiba-tiba itu hanya bisa menatap Wooyoung sambil mengeluarkan suara, "Hah?"

Wooyoung baru saja meminta San untuk menjadi bintang-utaranya. Yang berarti Wooyoung meminta San agar tetap tinggal sama seperti bintang utara yang tetap tinggal di tempatnya sepanjang musim.

San tidak bisa menahan diri. Dia tersipu, terlihat dari telinganya yang memerah dan bibirnya yang berkali-kali dia kulum.

Ketika malam semakin larut dan kantuk menghampiri, keduanya baru menyudahi kegiatan mereka melihat bintang. Keduanya bergegas masuk ke dalam tenda setelah membereskan barang-barang mereka yang berada di luar tenda. Di dalam tenda, keduanya tidak langsung tidur, mereka saling bertatapan sebelum Wooyoung mengecup singkat bibir San.

"Aku tau kita masih asing. Tapi nggak salah 'kan kalo aku cinta kamu?" Wooyoung tersenyum manis setelah mengatakan kalimat itu. Lalu buru-buru tidur tanpa menunggu jawaban dari San.

"Nggak. Nggak salah. Aku juga mulai cinta kamu, Wooyoung." San tetap menjawab walaupun hanya angin yang mendengar suaranya.

San pikir seperti ini akan baik-baik aja. Wooyoung benar, mereka masih punya banyak waktu dan tak perlu buru-buru. Keduanya masih diberi banyak sekali waktu dan kesempatan untuk saling mengenal, menyelami kepribadian masing-masing dan menemukan sisi yang akan menjadi sisi favorit dari satu sama lain.

Dua anak adam itu terlelap di dalam tenda setelahnya. Hanya ada kesunyian dan suara serangga malam yang terdengar.

Mereka hanya menginap satu hari. Paginya Wooyoung dan San langsung mengemasi barang mereka dan menyimpan kembali tenda yang semalam mereka dirikan. Perjalanan pulang mereka menjadi lebih santai, keduanya menghabiskan waktu sepanjang jalan dengan melihat hewan-hewan liar di hutan yang sedang mencari makan. Mereka juga menemukan bunga-bunga cantik dan pohon-pohon yang berbuah segar namun urung mereka petik. Keduanya datang ke sini dengan tangan kosong, maka mereka kembali juga harus dengan tangan kosong juga. Mereka juga tidak mau ambil resiko keracunan jika mereka mengambil sembarangan.

Sampai di pemukiman warga, Wooyoung mengajak San ke salah satu warung makan yang sudah buka untuk sarapan di sana.

Ini pertama kalinya San pergi berkemah dan melihat bintang. Bersama Wooyoung segalanya menjadi menyenangkan.

—TBC

hillow hillow 👀
halo kalian semua~ gimana kabarnya??
oh! aku mau nanya, menurut kalian tokoh wooyoung dan san ini enaknya tetep pake nama asli mereka atau ganti jadi nama yang lebih melokal gitchu~

Imperfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang