Roller Coaster

378 55 0
                                    

⚠️M-PREG!

Besok paginya sepasang suami-suami itu kembali beraktivitas seperti biasa. San yang berangkat ke kantor dan Wooyoung yang mengurus restoran. Beruntungnya suhu tubuh San kembali normal di pagi hari, makanya si Choi memutuskan untuk pergi ke kantor hari ini dengan diantar Wooyoung.

"Beneran nggak apa-apa? Kantor Papa sama restoranmu beda arah, Woo. Nanti kamu capek bolak-balik."

Wooyoung menggeleng sebagai jawaban. "Daripada aku dibilang nggak cinta kamu gara-gara nganterin orang lain. Mending aku bolak-balik, kan," ujar Wooyoung, setengah meledek.

San yang seolah baru menyadari langsung melotot kearah si Jung.

"Kemaren aku ngomong apa aja selama pingsan?"

"Banyak sih. Tapi intinya kamu lagi cemburu." Wooyoung mengerlingkan matanya.

"Wooyoung!"

Tawa Wooyoung meledak ketika melihat wajah San yang memerah. Akhirnya San masuk mobil dengan wajah yang merajuk. Kesal karena digoda habis-habisan oleh suaminya sendiri.

Wooyoung menjalankan mobilnya menuju kantor Ayah Choi, baru menuju restorannya. Mungkin dia akan membuka restoran agak terlambat hari ini. Tapi tidak apa-apa. Daripada Wooyoung diamuk kucing betina (re:San).

Begitu sampai restoran, teman-temannya yang lain sudah ada di depan restoran. Mereka tidak bisa masuk karena Wooyoung yang membawa kuncinya. Si Jung dengan wajah tanpa dosa tersenyum kearah mereka.

"Lama banget, Wooyoung."

"Iya. Nganter San dulu ke kantornya," sahut Wooyoung.

"Tumben?"

Wooyoung mengangkat bahunya, gestur tidak tahu. "Tiba-tiba dia jadi agak posesif gitu, bedanya gak dia tunjukin aja. Gue baru taunya kemaren malem gara-gara dengerin dia ngigo," jelasnya.

"Biasanya kalo gitu lagi hamil sih," sahut Seonghwa tiba-tiba. Teman Wooyoung yang satu itu memang jarang berbicara, kebanyakan hanya menjadi pendengar. Seonghwa melanjutkan, "Yunho di trimester pertama kehamilan juga gitu. Nggak mual tapi jadi super clingy. Tiap ada orang yang deketin gue, langsung dipelototin sama dia."

Mingi dan Yeosang lantas mengambil seragam milik masing-masing, enggan bergabung dengan obrolan para papa muda itu.

"Hamil?"

"Iya. Gue diemin aja awalnya. Terus pas bulan keempat apa kelima, kan mulai keliatan perutnya. Kita ke rumah sakit dan hasilnya Yunho hamil."

Wooyoung yang tadinya sudah membuang jauh-jauh kemungkinan tentang San hamil, jadi berpikir ulang. Bisa jadi, kan? Mungkin aja San tidak ada tanda-tanda kehamilan sama yang dialami Yunho. Atau memastikan ke rumah sakit aja ya? Daripada Wooyoung menerka-nerka yang tak pasti.

Ah, masa bodoh. Wooyoung akan pikirkan itu nanti karena sekarang dirinya harus mempersiapkan pembukaan restoran sebelum Yeosang mulai mengomelinya lagi. Kalau dipikir-pikir aneh juga, restoran ini 'kan miliknya tapi kenapa jadi Yeosang yang kelihatan seperti bosnya?

Wooyoung mengeluarkan peralatan memasak dari lemari penyimpanan dan mulai menyusunnya. Dia juga pergi ke belakang untuk mengecek persediaan barang dan mulai membuat daftar persediaan yang hampir habis. Mungkin pulang dari sini, Wooyoung akan menelpon kenalannya untuk memesan bahan-bahan tersebut.

Selesai dengan segala persiapan, Wooyoung melirik ponsel di tangannya. Masih ada sepuluh menit lagi sebelum waktu buka restorannya. Apa dia menelepon San? Dia tiba-tiba merindukan suami manisnya itu. San sedang tidak sibuk 'kan? Wooyoung mendial nomor telepon San, tapi panggilan tidak dijawab. Wooyoung lupa kalau pekerjaan San tidak sefleksibel pekerjaannya. Wooyoung bisa sibuk di jam makan siang dan mendapatkan waktu luang di jam-jam lainnya, berbeda dengan San yang selalu sibuk sepanjang waktu.

Jadi Wooyoung memilih mengirimkan pesan pada sang suami. Mungkin San akan membacanya atau malah membalasnya di sela-sela kesibukan si Choi.

-oOo-

Keadaan jauh berbeda di kantor San. Asisten San dilanda kebingungan karena atasannya terus bolak-balik kamar mandi sejak masuk dari kantor. Bahkan tuan muda Choi itu memilih mengabaikan makan siangnya yang disediakan perusahaan.

"Setidaknya makanlah makan siangmu, Pak," ujar sang asisten.

San termenung di kursinya, memijat pelipisnya. "Padahal kemaren dan tadi pagi nggak apa-apa. Pas berangkat bareng juga Wooyoung masih biasa aja, kok sekarang malah mual-mual gini?"

"Apa saya perlu menelpon-"

"Nggak usah," potong San. Matanya melirik jam yang berada di mejanya. "Masih jam makan siang. Restoran pasti rame dan Wooyoung pasti sibuk."

Sang asisten mengangguk patuh mendengar penuturan bosnya.

"Mana dokumen yang harus aku periksa?" Tanya San.

Tidak apa. Sepertinya kondisinya sudah membaik. Buktinya dia tidak mu-

San langsung berlari ke toilet kantornya begitu merasakan mualnya kembali datang. Ada apa dengan tubuhnya akhir-akhir ini?

Tadinya asisten San ingin menuruti keinginan si Choi untuk tidak menelepon Wooyoung. Tapi sekitar jam tiga sore, San tiba-tiba menangis sesenggukan sambil memanggil nama Wooyoung. Beruntung ruangannya kedap suara sehingga suara tangisan itu tidak terdengar keluar.

Karena panik dan kebingungan, sang asisten memutuskan untuk menelepon Wooyoung sambil menenangkan San yang masih menangis.

"Wooyoung ..... Wooyoung," racau San di sela-sela tangisannya.

"Iya. Sebentar, Pak. Saya akan menelepon Tuan Jung."

"Jangan ..... Wooyoung kerja ..... Restoran rame ..... Sibuk ....."

Berbeda dengan kerusuhan di kantor San, restoran Wooyoung cenderung ramai kondusif. Dibilang sibuk, tidak banyak pesanan. Dibilang santai, tapi suasana restorannya ramai.

Karena merasa suasana di depan mulai kondusif, Wooyoung memilih menelepon San sebentar. Untuk melepas rindu, katanya. Dasar pengantin baru.

Namun baru di panggilan pertama, San langsung menjawab teleponnya. Agak mengejutkan karena San biasanya selalu sibuk sepanjang jam kerja dan jarang sekali memiliki waktu luang. Tapi lebih mengejutkan lagi, hal pertama Wooyoung dengar bukanlah sapaan ceria suaminya, melainkan tangisan yang terus melafalkan namanya.

"Sayang? Kamu nggak apa-apa?" Tanya Wooyoung, hati-hati.

["Oh? Udah dijawab? Selamat siang, Tuan Jung. Tuan Choi dari pagi terus muntah. Namun tadi siang mulai berhenti. Tapi sekarang dia jadi menangis terus, Pak."]

"Oh?"

Wooyoung bahkan kehilangan kata-kata untuk menjawab ucapan di ujung sana. Apa katanya tadi? San muntah-muntah dari pagi. Lalu setelah mualnya berhenti, San mulai menangis? Wow.

["Tuan Jung?"]

"Ah, iya. Saya akan ke sana sekarang."

Akhirnya hanya kata-kata itu yang keluar dari bibirnya.

Wooyoung bergegas menuju loker, mengambil jaket dan juga kunci mobil. Dia bahkan baru ingat tentang restorannya ketika di perjalanan menuju kantor San. Makanya dia buru-buru menelepon nomor Yeosang. Tanpa menunggu sahutan ataupun sapaan halo, Wooyoung langsung berujar, "Yeosang, kunci restoran ada di laci kasir. Ntar lo tutup resto sama yang lain aja. Gue harus ke kantor San."

[" ..... APAAN?"]

Lalu menutup teleponnya sebelum Yeosang mengomel lebih jauh.

—TBC

Imperfect MarriageTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang