Part. 6

3 4 0
                                    

“Gemes banget!!! Kak Raya ganteng banget, yaampun. Gue iri dengki sama Kak Momo!” Suara Kidung terdengar sangat kegirangan, aku lihat dia sedang fokus melihat ke ponselnya.

Kami sedang berjalan di lorong lantai satu dekat lapangan sekolah. Jam sudah menunjukkan pukul tiga lewat lima belas menit. Sekolah sudah cukup sepi, kecuali siswa yang sedang bermain futsal di lapangan.

“Ada apa sih?” Tanyaku bingung.

Mata Kidung beralih ke arahku, “serius lo nggak tau? Lo kudate banget sih, Sen. Ah!” Ucap Kidung. Mendengar kata kudate alias kurang update, aku jadi teringat saat Kak Raya melontarkan kata menyebalkan itu di depan gerbang sekolah.

“Gue juga nggak harus taukan?”

“Please, lo buka Instagram sekarang!”

Dengan malas, ku rogoh ponsel dari dalam saku rok abu-abu yang aku kenakan.

“Terus?”

“Lo ketik di pencarian, Momoharni. Terus lo liat instastory nya, cepett!!” Ujar Kidung sangat semangat.

“Iya, sabar.”

Setelah ku ketik nama sesuai dengan perintah Kidung. Aku memutuskan untuk membuka instastory Kak Momo. Mataku memandang foto Kak Raya di sana, sedang melihat ke arah kamera tanpa berekspresi. Pantas saja Kidung kegirangan, karena memang Kak Raya ini memiliki visual di atas rata-rata.

Ku baca tulisan di foto itu, “happy 2nd, Beb. @ArayaTunjung.”

Oh, ternyata udah dua tahun. Berarti dari awal masuk sekolah, ya?

“Gila, gue nggak nyangka sih mereka udah dua tahun ternyata.” Ucapan Kidung berhasil membuat aku keluar dari lamunan. Kami berbincang sambil melangkahkan kaki menuju parkiran, sesekali Kidung sedikit melompat karena kegirangan.

“Iya, di foto tulisannya dua tahun.”

Argh! Tiba-tiba bahuku terasa ngilu saat ada benda meras menghantamnya. Ku lirik bola yang sedang menggelinding menjauh dari badanku. Tanganku langsung memegang bahu kanan yang terasa ngilu. Aku yakin, kulitku akan berubah warna menjadi keungu-unguan.

“Astaga! Sena lo nggak apa-apa?” Tanya Kidung panik, dia memegang tanganku yang sedang menggenggam di area bahu.

Aku fokus melihat bola tadi, lalu tangan seseorang mengambil bola itu. Saat ku lihat wajahnya, lagi-lagi Kak Raya. Dia berdiri sambil memegang bola itu dan tersenyum penuh makna.

“Sorry, gue sengaja.” Ucapnya sambil tersenyum jahat.

Aku diam, menyimpan amarah. Sampai tubuhku terasa panas, semakin melihat wajahnya, semakin aku emosi. Linu di bahuku mendorong ku untuk memaki orang itu.

“Dasar kekanak-kanakan!” Aku membentak Kak Raya, cukup masalah perjodohan membuat aku pusing. Ditambah sekarang Kak Raya selalu cari masalah, aku semakin gampang emosi.

“Kamu nggak apa, Sen?” Tanya Kak Dirga yang baru datang sambil sedikit berlari.

Kak Dirga memegang bahuku yang terkena lemparan bola futsal tadi. Bukan hanya dilempar, aku rasa bola itu dengan sengaja ditendang ke arahku.

“Dasar cewek manja, gitu aja kesakitan.” Ujaran dari mulut Kak Raya semakin membaut aku emosi, dia sebenarnya ada masalah apa selain perjodohan? Kenapa seakan dia sangat membenciku.

“Raya, nggak lucu banget bercandaan lo.”

“Basi, Dir.” Dua kata dari mulut Kak Raya dan dia langsung pergi. Tak ada sedikitpun kata maaf darinya. Sungguh, dia tidak memiliki sopan santun sedikitpun.

Tiring WeddingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang