7

1.1K 146 38
                                    

Haechan membuka matanya perlahan ketika merasakan pipinya yang ditepuk pelan. Haechan pun tersenyum cerah ketika melihat siapa yang membangunkannya, Adik kesayangannya. Hachan mengangkat alisnya sambil tersenyum teduh, menyakan kenapa adiknya membangunkannya ditengah malam.

Adiknya hanya tersenyum girang, kemudian membawa sebuah kue kecil yang sedari tadi ia sembunyikan di balik tubuhnya. Haechan tersenyum ketika melihat sebuah lilin berbentuk angka 7 dan nama mereka berdua tertulis di kue itu.

Haechan & Donghyuck

{ Dari mana kau mendapatkan ini?} Tanya Haechan menggunakan Bahasa isyarat.

{ Aku bekerja dan mendapatkan uang, kakak suka?}

Haechan mengangguk dan memeluk adiknya, ya mereka kembar dan Haechan hanya lahir duluan 5 menit sebelum Donghyuck, tapi bagi Donghyuck Haechan benar benar seperti kakaknya yang selalu menjaganya dan ia benar benar menyayangi kakaknya itu.

{ Maukah kau bernyanyi untuk kita?}

Tanya Haechan lagi, Donghyuck pun memberikan tatapan sendu dan sedih, Ia tau kembarannya ini tentu tidak bisa mendengar sama sekali, tapi selalu saja setiap malam bahkan di saat saat tertentu Haechan meminta Hyuck untuk bernyanyi dan ia selalu mengatakan bahwa suara adiknya itu sangat bagus sampai Haechan bisa merasakannya.

Donghyuck mengangguk pelan dan mulai perlahan bernyanyi, ketika Donghyuck bernyanyi, Haechan akan selalu meletakkan telapak tangannya di dada Donghyuck, merasakan detak jantung adiknya. Terdengar biasa saja, tapi bagi Haechan ini benar benar menenangkannya dan ia benar benar bisa merasakan suara adiknya itu.

⏩⏩

" Tiup lah...."

Ujar Renjun sambil menyodorkan sebuah cupcake dan ada lilin kecil di atas kue itu kedepan Haechan. Haechan tersenyum tipis meniup lilin itu. Ia tidak menyangka sekarang umurnya sudah 17 dan Haechan masih bisa bertahan hingga sekarang.

Haechan mengelus pelan kepala Renjun sambil mengangguk dan tersenyum pelan sebagai ucapan terimakasih. Renjun terkekeh pelan dan meletakkan kue itu di meja, kemudian Renjun mengeluarkan sebuah kotak kecil yang sudah terbungkus rapi dengan kertas kado.

" Ini ulang tahunmu yang ke tujuh belas, karena itu aku memberikan kado"

Haechan membulatkan mulutnya, kemudian menatap temannya itu curiga

" Hahaha aku tidak memasukkan yang aneh aneh ko buka saja"

Haechan menangguk dan mulai membuka kado itu, Haechan pun tersenyum tipis, ketika melihat sebuah earphone yang berada dalam kota itu.

" Kau sudah menggunakan earphone milikmu itu sangat lama, aku hanya ingin menggantinya"

{ Terimakasih....}

Renjun tersenyum dan mengelus pelan kepala Haechan

" Ah benar juga, boleh nanti kau mampir ke rumah? Ayahku bilang dia rindu padamu dan dia bilang dia sudah memasakkan sup rumput laut untuk mu, menginap saja kan besok hari libur"

[ Baiklah... tapi aku harus mampir kesuatu tempat setelah ini, aku akan mampir saat makan malam?]

Tulis Haechan pada ponselnya dan dijawab anggukan oleh Renjun. Tidak lama setelah itu bel berbunyi dan mereka berdua kembali ke kelas. Renjun sebenarnya sangat penasaran dengan temannya itu, Haechan terlalu banyak menyimpan rahasia, setiap hari ulang tahunnya Haechan selalu pergi dan pulang dengan mata yang sembab. Renjun menghargai keputusan Haechan yang tidak mau bercerita padanya, tapi satu hal yang Renjun tau, ini pasti ada hubungannya dengan dirinya yang selalu ingin menghabisi hidupnya.

Haechan membawa sebuah bunga dan kue kecil di tangannya, berdiri pada sebuah pohon yang berada di ujung taman. Tidak banyak yang datang ke tempat ini pasalnya tempatnya cukup jauh dan pohon besar ini terkesan sedikit menyeramkan.

Haechan mulai menghidupkan lilin yang ada di kue itu, ia tersenyum sendu menatap kue yang bertuliskan Happy Birthday Haechan & Donghyuck. Perlahan Haechan menitikkan air matanya dan menangis tersedu.

" Hiks... maafkan aku hyung....maafkan akuu...."

Tangisnya sambil meremat kuat dadanya, rasanya benar benar sesak. Haechan selalu merasa bersalah setiap kali merayakan ulang tahunnya, selama ini ia selalu hidup dalam ketakutan dan penyesalan. Tapi tetap saja setiap kali Haechan ingin mengakhiri hidupnya ia tidak bisa, ia benar benar takut, seolah jiwanya menolak untuk mati.

" Maafkan aku...kali ini aku akan menebus kesalahan ku dengan benar....maafkan aku karena merebut kehidupan mu"

Tangis Haechan semakin keras, bahkan lilin yang sedari tadi ia hidupkan apinya sudah padam karena terkena tetesan air matanya.

Haechan mengusap pelan matanya setelah membiarkan dirinya menangis berjam jam di pohon itu. Setiap kali ia merindukan kakaknya, Haechan akan pergi ke pohon ini, karena sewaktu kecil mereka selalu pergi ke pohon ini untuk bermain .

" Hyung....kau tau aku menyukai seseorang...." Cicit Haechan entah pada siapa sambil menatap langit

" Dan kau tau Hyung...dia juga menyukai suaraku, aku fikir dulu kau berbohong mengatakan bahwa suara ku bagus... Ternyata kau benar benar bisa merasakannya ya...."

" Hyung.... Apa kau mengizinkan ku untuk mencintai pria itu? Melihat senyumannya, melihatnya tertawa... aku ingin melihatnya lebih lama...bisakah kau memberikan ku sedikit waktu lebih lama lagi? Hanya hingga ia lulus....setelah itu aku akan benar benar pergi menyusul mu"

Haechan hanya diam, membiarkan suara deru angin yang membalas ucapannya, beberapa kali Haechan menghela nafasnya, selama ini Haechan hanya takut untuk mengakhiri hidupnya karena ia tidak bisa membayangkan ketika dirinya sudah tidak bernyawa.

Tapi sekarang, ia punya ketakutan baru, yaitu Mark.

Haechan tidak mengerti padahal ia baru bertemu dengan pria itu, baru mengenalnya sebentar, tapi Haechan benar benar jatuh cinta padanya, dan sekarang Haechan tidak ingin meninggalkan dunia ini karen ia ingin terus bersama dengan Mark. Tapi disaat yang bersamaan ia tau, ia tidak pantas mendapatkan kebahagiaan apapun di dunia ini, karena pada faktanya, bukan dirinyalah yang seharusnya hidup saat ini, melainkan kakaknya Haechan.

" Baiklah... Hyuck pergi dulu ya hyung... bersabarlah sedikit lagi, aku pasti akan menyusul mu kesana."

Senyum Haechan menaruh bunga yang ia beli di samping pohon itu. Haechan sedikit menyesal ia tidak bisa memberikan tempat peristirahatan yang baik untuk kakaknya, beruntung tidak banyak orang yang pergi tempat ini.

Donghyuck melambai pelan pada pohon itu kemudian berjalan perlahan sambil sesekali menatap pohon itu. Hyuck menghela nafasnya panjang, menatap langit yang sudah mulai menggelap, hanya di sini, hanya di tempat ini ia bisa jujur pada dunia tentang siapa dia sebenarnya.

[Complete]  Haechan|| MarkhyuckWhere stories live. Discover now