Saat ini, Wakasa bersama dengan Takemichi tengah duduk di halaman belakang sembari menikmati udara sore yang tercemar karena asap kendaraan.
Kedua anak itu duduk termenung dan terjerat dengan imajinasi mereka masing-masing.
Wakasa duduk di samping Takemichi dengan tusuk gigi yang ia gigit. Pikirannya melayang ketika dirinya membayangkan Takemichi yang tumbuh dewasa.
Memanggilnya dengan mesra sambil mengatakan 'aku mencintaimu, Imaushi'. Hanya dengan angan-angan saja mampu membuat pemuda dengan surai perak itu menampilkan senyum sejuta watt.
Demi apa sih.
Takemichi yang duduk di sebalah kirinya lebih memilih memandangi sosok pemuda yang berada di seberang rumah.
Tubuh tinggi dengan surai hitam yang panjang itu seakan menjadi pemandangan tersendiri bagi Takemichi. Daripada dirinya harus melihat Wakasa yang sejak tadi cengar-cengir seperti orang gila.
Mata sebiru lautan itu membulat lucu saat tak sengaja berpapasan dengan manik berwarna cokelat yang tajam.
"Ada apa, Takemichi?" Tanya Wakasa yang telah selesai dengan angan-angan nya.
Takemichi tersentak, ia sedikit mengelus dada saat kepala Wakasa menyentuh pundaknya.
"Itu" Takemichi menunjuk sosok kunti di seberang rumah.
Manik lilac yang tajam itu menoleh kearah dimana Takemichi menunjuk. Bayangan akan sosok pria bersurai hitam panjang itu menjadi jawaban atas pertanyaan nya tadi.
Pemuda tadi tersenyum tipis, wadah berisi makanan tadi ia sodorkan tepat diwajah tampan Wakasa.
"Aku tetangga baru disini, Baji Keisuke." Ucapnya.
Wakasa menerima buah tangan tadi dengan sedikit perasaan jengkel dihatinya. Entah kenapa ia merasa bahwa pemuda yang sedang berada di hadapannya ini sedikit berbahaya.
"Imaushi Wakasa, salam kenal."
Baji mengangguk paham, tubuh kekar itu menundukkan untuk melihat Takemichi yang masih anteng duduk dipangkuan Wakasa.
Takemichi menatap Wakasa sebentar. Menunggu instruksi dari calon imamnya.
Wakasa yang paham segera menganggukkan kepalanya.
"Takemichi, Hanagaki Takemichi." Jawabnya sedikit antusias.
Baji segera menampilkan senyum nya saat mendengar jawaban dari sang empu. Saat tangan nya terangkat untuk mengusak surai hitam itu, tangan Wakasa sudah terlebih dahulu menepis nya.
"Jangan sentuh." Peringat Wakasa.
"Aku hanya ingin mengusak surai nya, bukan menjambak nya" Ucap Baji tak senang.
Wakasa menurunkan Takemichi, dan mendudukannya di tempat awal. Tubuh kerempeng namun atletis itu bangkit dari duduknya.
"Mau itu hanya mengusak atau membelai, kau tak punya hak atas dirinya." Jelas Wakasa.
Baji hampir tersulut emosi saat tangan Wakasa mendorong tubuh nya. Ia merasa tak senang dengan perlakuan yang pemuda bersurai perak ini berikan.
Berasa nonton sinetron njir.
Takemichi hanya diam, otaknya sedikit tak mengerti dengan apa yang dua pemuda tampan ini sedang lakukan.
Kepala yang kecil itu menengadah dan menatap langit petang. Beberapa bintang sudah muncul dan pertanda bahwa malam akan segera tiba.
Angin juga berhembus dengan kencang. Membuat tubuh kecil itu sedikit menggigil karena dingin.
Dengan perlahan, Takemichi turun dari bangku dan berjalan menuju Wakasa.
Tangan Wakasa ia tarik dengan perlahan agar atensi sang pemuda tertuju padanya.
Dan benar saja, tak lama Wakasa menatap Takemichi, " Ada apa?"
Sebelum menjawab, Takemichi sempat melirik takut kearah Baji. Tangan Wakasa yang ia tarik tadi telah ia lepaskan.
"Ayo masuk, aku mau main di dalam." Ucapnya lirih.
Wakasa tersenyum kecil dan segera membawa Takemichi kedalam pelukannya. Saat ia berdiri, mata berwarna lilac itu menatap Baji yang masih dalam posisi awal.
"Ingat apa yang kukatakan tadi." Ucapnya pergi meninggalkan Baji.
Pengen ngetik aja sih.
Masih mau book ini update? Kalau iya tinggalkan jejak kalian:)
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.