Gavin duduk di kursi ruangan BK dengan bersedekap dada. Ia menunggu ke lima orang yang menjadi target pertama saat dirinya menjadi ketua OSIS.
Pintu terbuka memperlihatkan ke lima remaja. Beberapa dari mereka mulai menatap tajam Gavin.
Ia hanya menatap dengan tenang. Ia tidak bercanda, jika ke lima remaja itu berbuat salah maka dirinya akan menghukum atau melaporkan ke guru. Lihat saja!
"Apa benar kalian berlima membolos?"
Rion menatap tajam ke arah Gavin yang benar saja. Apa mungkin lelaki itu sedang balas dendam karena cintanya tidak terbalas?
"Tenang gue orangnya nggak buat masalah pribadi ke pekerjaan OSIS," ucap Gavin dengan menatap sekilas. Kemudian kembali menatap sang guru.
"Jangan bawa Thea ke masalah ini," ucap Leo dengan menatap dingin. Ia tidak menyukai lelaki itu sejak mengejar sahabatnya.
"Ah, iya. Bu itu si Thea bantu saya buat membawa buku paket," ucap Gavin dengan tersenyum tipis.
Bruk!
Gavin memukul meja membuat sang guru terkejut. Anggota Aerglo juga ikut terkejut melihat kelakuan Gavin.
"Kenapa kamu?!"
"Astaga, Demi Shinchan punya kantong ajaib! Saya lupa bawa buku paket untuk mata pelajaran sosiologi!" pekik Gavin tanpa sadar masih berada di depan banyak orang.
Gavin berdehem kecil dengan mengembalikan ekspresi wajahnya. Ia kembali duduk dengan tenang.
"Baik, untuk Thea kali ini saya akan lepaskan kamu. Lalu kamu Gavin mulai sekarang harus bertanggung jawab sebagai ketua OSIS. Jangan lepaskan murid nakal dari hukuman!"
"Ibu tahu?" Gavin mempertanyakan hal yang tidak bermutu.
"Iya, gosip kamu sudah terdengar di telinga para guru."
Gavin hanya mengangguk, tetapi dalam hati menggerutu dan memaki sang pemilik tubuh. Ia menatap ke arah Thea dan ingin pergi.
"Eh, kata siapa kamu boleh pergi Nak Gavin?"
"Saya tidak berbuat salah," tekan Gavin dengan nada tegas.
"Oh, tidak bisa. Kamu harus menjaga mereka berempat agar tidak lari dari hukuman."
Gavin mengerutkan keningnya. Namun, mengangguk pelan karena beberapa bulan semenjak menjadi guru BK di kehidupan dulu. Dia sering menemui para murid luar biasa.
"Baik, tapi apa saya boleh pinjam penggaris kayu Ibu?" tanya Gavin dengan berhati-hati. Bukannya mendapatkan penggaris malah dapat ceramah.
Sang guru berjalan membuat Gavin menutup sebelah mata. Ia menghela napas ternyata sang guru memberikan dirinya penggaris.
"Jika mereka berniat kabur pukul saja. Lalu ini buku hitam kamu yang pegang. Lihat-lihat jika ada murid yang langgar aturan."
"Baik, Bu. Terima kasih sebelumnya," ucap Gavin dengan tersenyum lebar.
Sekarang ia menatap ke empat pria itu dengan tersenyum lebar. Ia menunjuk ke empatnya lalu meminta mereka mengikuti dirinya.
"Tuh, cowok kayaknya udah berubah jadi super woman," ucap Nova dengan melirik ke arah Gavin.
"Iya, atau dia cuman pura-pura aja?" sahut Aster dengan mengerutkan keningnya.
Gavin hanya menepuk penggaris di tangannya. "Bagus banget gosip kenceng di depan orangnya langsung."
"Lo pasti pura-pura amnesia, kan? Kenapa lo tau letak sekolah?" cibir Rion dengan menatap remeh.
Gavin hanya diam, tetapi lama-lama mereka hanya mengelilingi satu sekolah. Sebenarnya Gavin tidak tahu letak sekolah, tetapi ia hanya gengsi bertanya ke empat pria itu.
"Anjing! Lo ceritanya main-main sama kami, hah?!" teriak Rion yang sudah kesal. Tangannya mencengkeram kerah baju Gavin.
"Gue nggak tau lapangan basket di mana," cicit Gavin yang merasa agak malu dengan ke empat remaja itu.
"Hah, lo bilang apa? Yang kuat, anjing!" teriak Rion yang tersulut emosi.
"Kasih dia obat kuat aja, Rion! Nanti di jamin bakal kuat!" seru Nova yang membuat para guru menatapnya tajam.
Gavin hanya berdecak kesal. Ia menatap sebuah lapangan ternyata lapangan basket berada di indoor. Alhasil dia memilih di lapangan utama.
"Kan gue bilang kalau nggak inget apapun," ucap Gavin yang terdengar tidak peduli.
"Cepat pungut sampah selama 1 jam. Jangan lupa otak lo pada di pungut biar nggak bego-bego amat," lanjut Gavin dengan tersenyum mengejek.
Rion ingin memaki Gavin, tetapi di tegur oleh Leo ketua mereka. Alhasil hanya bisa diam.
Selama menunggu hukuman Gavin hanya duduk di bawah pohon. Ia menatap dengan serius bahkan 1 inci tidak ketinggalan.
Ke empat anggota inti Aerglo tampak berkeringat. Mereka ingin melepas pakaian membuat Gavin melotot tajam.
"Heh, udel jangan di buka! Gue gampar juga lo pada!" teriak Gavin dengan membawa sapu lidi yang dapat dari sampingnya.
"Haha, Rion. Kayaknya dia masih suka sama lo," ledek Nova dengan tatapan menyebalkan.
Aster diam dengan memberikan tatapan mengejek. Lalu Leo hanya berdiri dengan tenang.
"Sorry aja, ya. Gue udah punya orang yang di sayangi. Lo itu hanya sebuah permainan belaka," ucap Gavin dengan mengangkat alisnya. Ia sungguh seorang pemain drama yang hebat.
Rion berjalan dengan mencengkeram kerah baju Gavin. "Gue harap itu kenyataan dan lo nggak ganggu hidup gue lagi."
Gavin hanya tersenyum tipis dengan menepis tangan Rion. "Gue nggak akan ganggu hidup lo, kalau lo taat aturan sekolah."
Gavin membenarkan kerah baju dengan tersenyum. Ia mencatat sesuatu di buku hitam dengan memperhatikan ke empat pria itu.
"Pakaian nggak rapi 2 poin. Pakai anting dan gelang 10 poin. Bolos hari ini 5 poin. Jadi kalian dapat 17 poin untuk hari ini," ucap Gavin dengan mencatat.
Leo mengambil catatan buku Gavin. Namun, Gavin merebut bukunya dengan tersenyum lebar.
"Selamat bersenang-senang. Ah, lo pada kalau ke kantin nanti gue traktir," ucap Gavin dengan berjalan pergi membawa penggaris.
"Homo! Hapus tuh catatan atau gue bikin hidup lo nggak tenang!" teriak Rion dengan menarik buku catatan hitam.
Gavin justru menyimpan di kantung celana. Ia tersenyum mengejek karena lelaki itu tidak akan berani menyentuh tubuhnya.
"Lo bilang gue homo? Hati-hati aja mungkin lo yang akan belok nanti," ucap Gavin dengan menepuk pipi Rion.
"Nggak bakalan terjadi," desis Rion dengan menatap tajam Gavin.
"And gue lebih berkuasa dari lo asal tau. Keluarga gue bisa aja hancurin keluarga lo," bisik Gavin dengan tersenyum lebar.
Rion sontak tertegun karena jika melawan dengan kekayaan jelas dirinya akan kalah. Kekuasaan Gavin lebih mutlak daripada dirinya.
Gavin hanya mengangkat bahu. Ia berjalan meninggalkan mereka untuk menyerahkan penggaris.
Lelaki itu selama di perjalanan terus mencatat pelanggaran para murid. Beberapa ada yang kesal dan membenci Gavin dari dulu mulai tidak terima.
"Lo nggak terima? Tapi gue juga jalanin tugas. Kalau nggak terima protes ke wakasek kesiswaan atau kepsek," ucap Gavin dengan tersenyum lebar.
Gavin meninggalkan para murid yang terdiam tidak bisa membalas. Sifat Gavin yang berubah drastis membuat beberapa orang kalut dengan ke depannya di sekolah nanti.
"Seru juga main ginian," gumam Gavin dengan tersenyum lebar.
***
Jangan lupa vote dan komen:)
Langsung kicep si Rion🤣
Lanjut!
KAMU SEDANG MEMBACA
Más Tarde 《END》
RomantikGavin Dev Julian seorang guru BK yang baru saja kerja di sekolah negeri. Saat melakukan panggilan telepon dengan keluarganya. Tiba-tiba ada seekor hewan liar yang muncul. Hal itu membuat Gavin terkejut dan menghantam sesuatu. Namun, bukannya masuk r...