24

28.5K 3.5K 140
                                    

Rion mengaduk isi selokan menggunakan ranting kayu. Ia tidak peduli seberapa capek dan cipratan air itu akan mengenai kakinya.

"Rion udah aja. Kayaknya susah ketemu di air hitam," ucap Thea dengan menghela nafas.

Leo hanya mengelus rambut sang pacar. "Kamu kan juga tau kalau Rion itu selalu balas budi ke orang yang dianggap baik."

Rion menghentikan aksinya. "Lo kan juga tau kalau Gavin dan keluarganya udah nolong gue. Jadi setidaknya selama di sekolah gue harus bantu dia."

Nova menjentikkan jarinya dengan tatapan berbinar. Ia menepuk pundak Rion dengan antusias.

"Gimana kalau lo balas budi pakai tubuh?" saran Nova dengan tersenyum lebar.

"Bagus banget." Rion segera memukul kepala bagian belakang Nova.

"Bodoh," umpat Leo dengan menatap datar Nova.

Nova hanya mengelus kepalanya dengan muka masam. "Kan cuman saran. Apalagi dulu Gavin itu suka sama lo kali aja dia suka."

Rion hanya diam. Ia kembali berjongkok mengaduk isi selokan dengan ekspresi wajah tidak ketebak.

"Jangan bodoh! Rion lo nggak mungkin mau ngelakuin itu, kan?" tanya Aster dengan mengerutkan keningnya.

"Ngelakuin apa?"

Gavin keluar dengan wajah yang semakin memucat. Rion berjalan ke arah Gavin dengan tersenyum lebar.

Gavin yang melihat seketika merasa aneh. Bulu kuduknya seketika berdiri dan membuatnya takut.

"Lo kenapa?" tanya Gavin dengan berjalan mundur.

Cup! Cup!

Gavin mendapatkan kecupan pada kedua pipinya. Ia menatap Rion dengan tidak percaya.

"Bangsat maksud lo apa?!" teriak Gavin dengan mendorong tubuh Rion.

"Hmm ... itu gue mau balas budi sama lo ... kebetulan lo suka sama gue ..."

Gavin justru menatap tajam. Ia mulai memukul-mukul tubuh Rion dengan terus menerus.

"Siapa yang ngomong gitu?! Gue nggak suka sama lo," ucap Gavin yang sudah geram dengan semua ini.

Rion dan teman-temannya menunjuk ke arah Nova. Orang ditunjuk hanya berlindung dibalik tubuh Leo dan Aster.

Gavin ingin ke arah Nova, tetapi tidak bisa karena badannya terlalu lelah. Tubuhnya ditahan oleh Rion dan berlangsung begitu saja. Saat ini tubuhnya sedang tidak sehat, jadi tidak bisa memberi pelajaran ke lelaki itu.

"Gue mau lanjut nyari kunci motor lo di selokan," ucap Rion begitu saja tanpa basa-basi.

"Kenapa bisa?" lirih Gavin dengan tatapan sayu.

"Gue minta maaf karna ini perbuatan Pina. Gue bakal nyebur ambil kunci motor lo," ucap Rion dengan melepaskan almamater miliknya.

Gavin menahan tangan Rion dengan tertawa kecil. "Ya, nggak papa kali. Kali ini nggak salah lo tapi ... gue punya cara. Coba lo telpon Pina ke sini."

Thea justru tersenyum lebar. Ia menduga akan ada sesuatu yang menghibur setelah ini.

Rion hanya menurut dengan perkataan Gavin. Ia segera melakukan panggilan telepon dan meminta sang pacar ke tempat mereka.

Mereka hanya menunggu dengan diam. Gavin hanya menatap Thea dan Leo dengan wajah julid. Teman mana yang tidak julid melihat teman lain bermesraan di depan mata.

"Hai, sayang ..."

"Eh, kok tangan aku ditarik!" seru Pina dengan memberontak.

Pina diangkat lalu diletakkan begitu saja ke dalam selokan. Sebelum gadis itu berteriak mereka menjauh agar tidak terkena air kotor.

Más Tarde 《END》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang