28

25.9K 3K 81
                                    

Kedua kelas mulai berdiri ditempat masing-masing. Gavin dan Rion saling berhadapan dengan tersenyum mengejek.

"Gue pastiin lo bakal kalah," ucap Rion dengan tersenyum lebar.

Gavin hanya mengangkat bahunya. Kemudian mereka menunggu aba-aba dari sang guru.

Pihak yang servis berasal dari kelas Gavin. Seorang cewek mulai memukul bola.

"Mana bolanya," gumam Gavin menatap langit maupun bagian kelas Rion.

Gavin menatap bagian poin yang benar saja. Kelas Rion mendapatkan 1 poin.

Ia membalikkan tubuhnya dengan tatapan tidak percaya. Bola tadi ternyata menyentuh batas mereka.

"Hehe, sorry Gavin."

Gavin hanya memberikan tanda oke. Bunyi peluit mulai terdengar. Ia berjaga-jaga dengan tatapan tajam bak elang.

Satu pukulan dapat ia selesaikan dengan mudah. Namun, pihak lawan tidak menyerah begitu saja.

Sebuah bola memantul ke atas. Gavin tidak bisa menjangkau hingga terdengar suara bola terjatuh ke tanah.

Gavin menatap teman sekelasnya yang tidak bergerak dan tertarik. Para teman cowok dan ia yang tertarik memainkan permainan bola voli.

"Aaaaah! Jidat gue kena bola!"

"Ih, anjir! Gue takut!"

"Huh, malas panas gini main bola!"

Gavin hanya menghela napas mendengar gumaman teman sekelasnya. Ia menatap hanya tersisa 1 poin menuju kekalahan mereka.

Kini giliran Rion yang melakukan servis. Lelaki itu melempar bola lalu memukul dengan keras.

Gavin hanya diam saat bola mengarah dirinya. Kemudian menjauh begitu saja ke pinggir lapangan.

"Loh, kok pergi remehin gue ya lo!" seru Rion dengan berjalan menuju Gavin.

"Gue capek Juminah! Percuma kalau cuman beberapa orang aja yang semangat main," ucap Gavin dengan tiduran di atas lantai.

Rion hanya mengangguk pelan. Ia meletakkan kepala Gavin di atas pangkuannya.

"Makanya perlu kekompakan kalau main olahraga itu. Anak cowok kelas kami semangat plus yang cewek juga kecuali Pina," ucap Rion dengan menjentik kening Gavin.

"Lalu di kelas kayaknya cuman lo yang semangat," lanjut Rion dengan memainkan jari Gavin.

Gavin hanya mengangguk pelan. Ia menatap mata Rion lalu ke arah yang lain. Kini tangannya mulai mencubit pipi Rion karena gemas.

"Cie, dunia milik berdua, ya!" ledek Nova dengan bersiul kecil. "Iya, kan Aster."

"Iya, masih ada guru sama murid lain itu," sahut Aster dengan tertawa kecil. Jika masalah meledek menjadi number one bagi mereka.

Gavin hanya berdecak. Ia bangun dari tidurnya dengan tersenyum masam.

"Gue lagi tiduran aja diledek. Kalau gue kayang apa masih diledek?" gerutu Gavin dengan tersenyum palsu.

"Woah, kayang aja gue dukung!" seru Thea dengan menjentikkan jarinya. Tatapannya tampak berbinar-binar.

"Yon pacar lo dimana? Tumben nggak labrak gue," ucap Gavin yang mencoba mengalihkan pembicaraan.

Rion hanya mengangkat bahunya. Terlihat sekali jika Rion tidak terlalu peduli dengan gadis itu.

"Katanya lagi izin pelatihan. Soalnya beberapa hari lagi dia mau debut di perusahaan bokap lo," ucap Rion dengan menatap lapangan. "Gue sering lost contact sama dia. Jadi akhir-akhir ini nggak tau kabar dia."

Más Tarde 《END》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang