48

22.2K 2.2K 204
                                    

Suara ricuh terdengar jelas. Mereka yang berada di sana menatap seseorang yang masih pingsan.

Mata pasien itu mulai mengerjap. Kepalanya agak pusing membuatnya merintih kesakitan.

"Misi biar Ayah yang melakukan pemeriksaan."

Di ruangan itu tertulis nama Gavin Dev Julian. Lalu pasien yang ditangani sekarang itu Gavin sendiri.

Ia menatap sekitar dengan tertawa miris. Sebenarnya apa yang terjadi dengannya mengapa perasaan dirinya sedikit asing.

"Gavin dimana yang sakit?" tanya Ayah.

Gavin menggelengkan kepalanya. Ia memegang kepalan terus memperlihatkan memori yang sangat asing baginya.

"Ayah ... Bunda ... sebenarnya Gavin apa benar anak kandung kalian?" lirih Gavin dengan menatap keluarganya. Ia hanya merasa asing apalagi mimpi itu sangat nyata baginya.

Orang-orang yang berada di ruangan seketika membeku. Sekarang ia cukup yakin jika mereka menyembunyikan sesuatu darinya.

Bunda menarik ayah untuk keluar ruangan. Sekarang menyisakan dirinya bersama sang kakak dengan keluarganya.

"Bang ... kita pernah ketemu di SMA Vaganza. Lo benci sama geng Aerglo karna ketua mereka si Leo nolak pernyataan cinta adek cewek lo," ucap Gavin dengan menatap sang kakak.

"Mimpi itu kayak hal yang nyata bagi gue," sambungnya.

Sang kakak tampak terkejut dengan perkataannya. Ia sudah mengerti, hal ini sepertinya memang kejadian yang benar-benar terjadi dalam hidupnya.

"Darimana lo tau?"

Gavin hanya menggelengkan kepalanya. "Gue nggak tau dari siapapun, tetapi memori gue jelasin semuanya. Apa Abang nggak ingat gue yang waktu itu?"

Sang kakak hanya menggelengkan kepalanya dengan menggenggam tangan sang anak. Ia menatap keponakan dirinya yang menatap mereka bingung.

"Waktu itu lo siapa mereka?"

"Gue ketos SMA Vaganza pada masanya," jawab Gavin yang semakin yakin dengan memori.

Sang kakak terkejut. Ia meminta istri dan anaknya keluar dari ruangan. Ia hanya ingin berbicara empat mata.

"Pantas aja lo familiar bagi gue. Ternyata lo orang yang waktu itu selesain salah paham gue sama mereka."

Gavin tersenyum dengan mengangguk pelan. Akhirnya ia mengetahui kebenaran tentang identitas aslinya.

"Bang, pinjam ponsel lo. Ada sesuatu yang gue cari," ucap Gavin dengan serius.

Sang kakak mengiyakan saja. Ia memberikan ponselnya dengan tersenyum.

Gavin segera mencari tentang dirinya di internet. Kemungkinan ada berita tentang kejadian hari itu.

Lalu benar saja kejadian hari itu juga nyata. Ia benar-benar anak dari pemilik DevJ Corp.

"Bang coba liat," ucap Gavin dengan menunjuk berita. Lalu pencarian tentang dirinya cukup besar apalagi beberapa perusahaan lain juga ikut membantu begitu juga artis yang dinaungi DevJ.

"Jadi lo anak holkay! Wah, nggak nyangka adek gue yang burik ini dari anak holkay!"

Gavin ingin menyahuti perkataan dari sang kakak. Namun, dari luar terdengar jelas sebuah keributan.

"Tapi Mas aku tidak mau kehilangan Gavin!"

"Kamu jangan egois! Biarkan Gavin kembali ke orang tuanya!"

"Tapi ..."

Gavin yang mendengar hanya menghela napas. Ia menatap sang kakak agar membantu dirinya berjalan.

Ia membuka pintu ruangan dengan tersenyum menatap kedua orang tua angkatnya. Ia tidak menyalahkan siapapun karena selama ini mereka merawat dirinya dengan tulus.

"Ayah ... Bunda ... kali ini izinkan Gavin kembali ke orang tua Gavin. Selama ini Gavin telah merepotkan kalian semua," ucap Gavin dengan tersenyum tipis.

Bunda memeluk tubuhnya dengan erat. Tubuhnya tampak bergetar membuatnya semakin bersalah waktu mengatakan itu. Namun, ia juga rindu berat kepada Papi dan Mami.

"Maafkan Bunda karena egois selama ini. Bunda hanya tidak ingin kehilangan anak lagi."

Gavin hanya tersenyum dengan mengangguk pelan. Mereka terus berpelukan hingga sang bunda melepaskan terlebih dahulu.

"Bunda izinkan kamu kembali ke orang tuamu. Mereka baik bukan sama kamu?"

"Iya, Bun. Mereka baik sama Gavin," jawab Gavin dengan tersenyum.

Sang ayah menepuk pundaknya dengan tersenyum. "Ayah akan bantu temukan orang tua kandung kamu."

"Tidak perlu, Ayah. Gavin sudah tahu siapa orang tua kandung Gavin," ucap Gavin dengan tersenyum. "Gavin bakal ajak kalian sekaligus mengenalkan kalian ke mereka."

Sang kakak merangkul pundak Gavin dengan tersenyum. "Kayaknya gue bakal ketemu lagi sama mereka, ya. Kapan-kapan traktir gue, Tong!"

Gavin hanya memberikan satu jempol. Mereka kembali membawa Gavin masuk ke dalam ruangan.

Gavin hanya duduk di kasur dengan tersenyum. Ia sungguh tidak sabar bertemu dengan seseorang kekasih.

"Bang kamu kenal orang tua Gavin?"

"Nggak kenal, sih. Tapi Abang baru ingat dulu pernah ketemu sama Gavin di sekolah lama dia. Abang juga kenal teman-teman Gavin di SMA. Untuk bonyok dia sangat terkenal dan penyumbang dana terbesar di provinsi atau satu negara."

Gavin hanya tertawa menatap sang kakak yang terlihat antusias. Sang bunda mengelus rambutnya.

"Gavin kamu istirahat dulu. Setelah itu kita bertemu sama orang tua kamu."

"Bunda sama Ayah ketemu Gavin dimana?" tanya Gavin dengan mengerutkan keningnya. Ia cukup penasaran.

Sang bunda menatap ayah. Sang ayah duduk di ujung kasur dengan menatap sang putra.

"Sebenarnya istri ayah tidak bisa lagi mempunyai anak karena rahim diangkat waktu itu. Jadi kami ke panti asuhan buat mengadopsi anak yang membutuhkan."

"Saat di panti asuhan kami disambut dengan baik. Kebetulan kami melihat seorang remaja yang baru saja pulang sekolah dengan penampilan tidak rapi."

Gavin mengerutkan keningnya. "Jangan bilang orang itu Gavin?"

Sang ayah mengangguk pelan. "Iya, itu kamu. Waktu itu kami cukup penasaran dengan kamu. Jadi minta pihak panti asuhan menceritakan secara detail."

"Waktu itu kamu ditemukan di hutan dekat panti. Kebetulan sekali seorang pengurus panti melihat kamu yang terluka cukup parah. Jadi beliau membawa kamu ke rumah sakit. Namun, sayangnya kamu kehilangan ingatan sehingga hanya bisa dijaga oleh pihak panti asuhan."

Gavin mengepalkan tangannya. "Semua itu bukan kebetulan, Ayah. Ada sosok gadis bernama Bianca Despina yang dendam sama Gavin. Waktu itu Gavin membongkar kejahatan Pina yang merupakan seorang perundung pada masanya. Dia juga pernah menjadi model pada naungan DevJ. Pina berencana membunuh Gavin."

Mereka yang di dalam ruangan terkejut. Namun, ia meminta sang ayah untuk melanjutkan cerita.

"Jadi karena merasa cocok. Kamu kami jadikan anak angkat kami hingga sekarang. Kamu membuat keluarga kami menjadi berwarna lagi."

Gavin hanya tersenyum. "Gavin itu emang banyak pesona, sih. Cowok aja banyak yang suka."

Mereka yang di sana terkejut dengan menatap Gavin tidak percaya. Lalu sang kakak menutup telinga sang anak dengan menatap tajam adiknya.

"Lo jangan ngomong gitu di depan anak kecil!"

"Iya, sorry. Tapi nanti kalian juga tau kok maksud gue," ucap Gavin dengan cengengesan.

Gavin menatap ke arah jendela. Ia sungguh tidak sabar bertemu keluarganya dan seseorang yang sangat berarti baginya.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Wah, ternyata itu memori lama Gavin😱
Lanjut!

Más Tarde 《END》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang