8

46.7K 5.2K 495
                                    

Di ruangan hening dengan hawa dingin. Di atas meja terdapat nama Gavin Dev Julian.

Gavin menatap jam tangannya dengan berdecak kesal. Lelaki itu selalu saja datang tidak tepat waktu. Bilangnya jalan on the way, tetapi mungkin lelaki itu masih berada di kelas atau bahkan kantin.

Jam istirahat sudah hampir habis. Ia menghela napas dengan membawa buku catatan hitam sepertinya lelaki itu memang ingin bermain-main dengannya.

Gavin berjalan dengan ekspresi wajah suram. Namun, rahangnya terjatuh melihat kejadian yang di luar nalar.

Ia melihat Rion menuang air ke dalam kondom. Kemudian dilubangi di tengah sehingga air keluar begitu saja.

"What the fuck?" gumam Gavin dengan menggosok matanya.

Lelaki itu bermain-main dengan kondom. Namun, apa sekedar untuk bermain atau berbohong.

"Bodoh kali, ah. Bingung gue," gumam Gavin dengan berjalan ke arah anggota inti Aerglo.

Pokoknya Rion tetap salah karena membawa barang seperti itu ke sekolah. Ia merebut kemudian membuang ke bak sampah.

"Berandal kayak lo pada nggak ada kapok, ya. Gue nyuruh lo ke ruang OSIS malah nyungsep di kantin," ucap Gavin dengan memukul pundak Rion menggunakan buku.

Rion justru berdiri dengan mengelap wajahnya yang terkena air. Ia mendorong tubuh Gavin hingga terduduk di atas meja.

Gavin segera menunduk hingga sebuah mangkuk yang berisi mie melayang mengenai rambut Rion. Gavin menatapnya dengan tatapan tidak percaya.

Gavin yang justru mulai tertawa puas melihat wajah masam lelaki itu. Rion yang melihat itu sontak tidak terima.

Lelaki itu mulai mengambil mie di atas kepalanya. Kemudian melempar ke wajah Gavin.

Sekarang Gavin yang menjadi diam dengan memegang wajahnya. Ia mengelap wajahnya dengan tisu yang berada di atas meja.

"Fuck! Son of a bitch!" umpat Gavin dengan suara pelan hanya Rion dan teman-temannya yang dapat melihat.

Nova yang mendengar seketika bertepuk tangan begitu juga dengan Aster dan Thea. Rion justru menatap Gavin dengan mengejek.

"Oke, lo dapat poin karna ngomong kasar." Rion membalikkan perkataan yang selalu di ucapkan oleh Gavin.

Gavin hanya tertawa dengan berdiri. Ia mendekatkan tubuhnya kepada Rion hingga lelaki itu terduduk.

"Lo lebih mending masuk ruang OSIS daripada ruang kepsek. Gue masih belas kasih ke lo," bisik Gavin dengan meniup kuping Rion.

Rion tidak mau kalah justru menarik tangan Gavin hingga wajah mereka dekat. Sekarang justru Gavin yang terkejut lalu mendorong tubuh Rion hingga terjatuh ke lantai.

"Anjing lo!" teriak Rion dengan menatap tajam Gavin yang mulai beranjak pergi.

"Anjir, Rion nasib lo jadi sial mulu!" seru Nova dengan tertawa terbahak-bahak.

"Nyari masalah mulu, sih! Udah tau Gavin tuh nggak kayak dulu yang diam waktu di bikin malu," ucap Thea dengan memeluk lengan Leo.

"Kelahir urusan kalian," ucap Leo yang sekedar basa-basi.

"Nggak!" seru Rion.

***

Gavin menatap wajahnya yang berminyak dengan mendengus kesal. Jika begini wajahnya akan tumbuh jerawat.

Ia tidak terima jika wajahnya yang ganteng beruntusan. Alhasil ia mencuci wajahnya berkali-kali menggunakan sabun cair yang berada di wastafel.

"Moga-moga aja nggak bikin muka jadi kering," gumam Gavin dengan mendengus kesal.

Di wastafel yang satunya. Ada seseorang yang mengerutkan dengan mencuci rambutnya.

"Gimana ini, anjir?! Rambut gue. Ah, sudahlah."

Gavin terkejut dengan menatap orang disampingnya. Ia hanya diam dengan berpura-pura mencuci tangan.

"Hei, di sana ada sabun nggak?" tanya Rion dengan menatap aneh orang disampingnya.

Gavin hanya diam dengan menutup wajahnya menggunakan tangannya yang satu. Rion yang melihat hanya mengerutkan keningnya dengan menerima sabun.

Ia berjalan dengan perlahan-lahan untuk pergi. Namun, jika dipikir lagi mengapa ia melakukan hal aneh seperti sekarang.

"Almamater lo ketinggalan," celetuk Rion dengan menatap almamater yang tergantung di gantungan baju.

Gavin menatap ke arah belakang dengan meringis kecil. Ia berlari kecil dengan mengambil almamater dan berapa lembar tisu.

Ia menempelkan tisu ke wajahnya. Ia hanya membuka sekitar mata dan lubang hidung.

Rion yang melihat justru terkejut saat menatap cermin. Ia menarik tisu di wajah Gavin dengan mendengus kesal.

Senyum di wajah Rion terbit seketika. Ia menarik dan mengangkat tubuh Gavin ke atas wastafel.

Gavin sontak terkejut dengan menatap tajam Rion. Tubuh Rion semakin dekat membuatnya menutup matanya.

"Kotor juga otak lo," bisik Rion dengan menatap wajah Gavin.

Gavin membuka matanya dengan menatap rambut basah Rion. Ia sempat tertegun melihat hal itu.

"Lo mau maho, ya!" teriak Gavin yang baru saja tersadar.

Akhirnya Gavin yang sudah sadar segera menendang perut Rion. Ia meloncat dengan membawa almamater miliknya.

Namun, naas saat meloncat lantai dalam keadaan licin sehingga Gavin terduduk dengan memegang almamater.

Rion yang melihat seketika tertawa terbahak-bahak. Apalagi melihat wajah Gavin yang cengo.

Suara toilet dipenuhi oleh gelak tawa Rion. Namun, tidak ada pergerakan dari Gavin membuat lelaki itu ragu.

Rion berjalan menghampiri Gavin. Ia menggoyangkan tubuh Gavin walaupun agak ogah-ogahan.

"Heh, jangan diam-diam aja! Jangan bikin gue takut, Ijul!" seru Rion dengan menggoyangkan tubuh Gavin hingga lelaki itu sadar.

"Diam! Pantat gue lagi sakit!" seru Gavin dengan mencoba bangkit tapi sangat susah.

Rion hanya tertawa melihat itu membuat Gavin menjadi kesal. "Gini aja udah sakit. Kemaren pas pulang sekolah lo bikin gue ketiban motor aja nggak sampai kayak gini."

Gavin hanya cemberut dengan memegang wastafel berdiri. "Itu juga karna salah lo main-main sama gue!"

"Sekarang lo harus tanggung jawab! Pantat gue sakit karna lo!" teriak Gavin dengan tatapan tajam.

"Nggak! Itu juga karna lo yang udah nyari gara-gara!" seru Rion dengan menatap sinis.

Suara pintu terbuka membuat mereka mengalihkan pandangannya. Di luar terlihat seorang siswa yang menatap mereka dengan membuka mulut.

Di dalam pikiran siswa itu Gavin dan Rion berbuat aneh-aneh. Apalagi pakaian mereka yang tampak berantakan. Di tambah perkataan Gavin yang membuatnya kaget.

"Eh! Eh! Jangan lari! Ini nggak seperti pikiran lo!" teriak Gavin yang ingin berlari tapi tidak bisa.

Gavin hanya diam dengan menatap Rion datar. "Lo bantu gue jalan!"

Rion mendengus dengan berjongkok di depan Gavin. Lelaki itu justru hanya diam dengan menatap aneh Rion.

"Ayo naik! Jangan banyak tingkah!" seru Rion dengan menatap tajam.

Gavin hanya menatap tajam walaupun agak ragu. Akhirnya tetap juga naik ke gendongan Rion.

"Nah, gitu kek dari tadi! Ribet lo," ucap Rion dengan memukul pantat Gavin.

"Ah," rintih Gavin dengan menatap tajam.

Kini giliran Rion yang melotot tajam. "Jangan desah lo, anjir!"

"Mana ada desah! Gue kesakitan bangsat! Cepat jalan, ah!" geram Gavin dengan mendengus.

"Iya, sabar!" seru Rion menggendong Gavin dengan langkah gontai.

***

Jangan lupa vote dan komen :)
Wkwk, Gavin sama Rion ribut mulu🤣
Lanjut!

Más Tarde 《END》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang