Konser

20 4 9
                                    

BAB 15

Aminah duduk di beranda depan rumah, duduknya merasa tak bisa nyaman seolah ada paku penancap tepat di bokong, sebenarnya hari ini Damar berjanji mengajak Aminah untuk melihat sebuah konser, dua anakanya memilih untuk tinggal di rumah bermain bersama anak lainnya tengah mengadakan lomba sepak bola, Aminah jadi tak perlu khawatir karena Didin ikut serta bersama Rudi jelas mereka akan diawasi oleh tetangga sekitar, ingin dirinya membuat alasan namun sudah terlanjur mengiyakan ajakan Damar. Tak enak jika hal itu terjadi.

Montor beat hitam meluncur begitu mulus di pelataran rumah Aminah, Damar nampak sudah rapi dengan gaya busananya. "Ayok, kita berangkat, sudah siap kan."

"Ini kita beneran nonton konser, kasian kalau ninggal anak lama di luar," cetus Aminah mulai bingung.

"Tenang, anakmu sudah aku titipkan Radit, biar nanti kalau ada apa-apa kita bakal di hubungi Radit, jadi kali ini kita keluar berdua," seru Damar menenangkan Aminah.

Aminah agak tak rela mulai duduk di jok belakang, menjadikan jaket Damar sebagai pegangan, kini kedua insang pasangan dengan helem bergambar mario karakter game menjadikan kecuanya nampak lucu tampilan rapi Damar serta tubuh bongsornya menjadikan helemnya mungil menutupi kepala.

Angin sepoi sejuk apalagi se-malam dilanda gerimis tak henti bintik-bintik air dari dahan masih nampak jejaknya belum memuai sempurna, Aminah masih setia dengan bisu kalaupun dirinya membuka obrolan orang di depannya tak akan bisa mendengar sangat baik akibat menerjang suara angin.

"Ini masih jauhhh, ya ... ." teriak Aminah dekat daun telingga Damar.

Bukannya mendengarkan Damar malah menahan geli dari hembusan nafas Aminah, "Apa! Kamu ngomong apa?" balas Damar kemudian usai menetralkan nafas.

"MASIH LAMA KAH!!" teriak Aminah nyaring beberapa orang berpapasan dijalan dibuatnya kaget mendengar gelegar suara dari Aminah, Upsh! Keluar deh kodamnya, Aminah menahan geli akan suaranya sendiri mirip kenek bajai

"BENTAR LAGI!" balas Damar berusaha nyaring keluar suara deep voice ala Adam Levin malah lebih mirip kambing kejepit.

Suara keduanya malah mirip bencong dan waria seang mangkal tengah sahut menyahut antar jembatan, bukannya malu keduanya berusaha saling berbincang walaupun suara mereka dikatakan radio rusak.

Laju montor kian memendek, Aminah melogoh dari balik punggung lebar Damar, menelisik dari kejauhan nampak menjadi titik pemberhentian mereka.

Ujung tikungan nampak jelas lapangan luas terdapat venu acara, nampak ramai terdengar sorak meriah.

"Acara apa ini? Kamu tau kan aku gak terlalu suka Band Indonesia kalau mangung kadang anarkis, serem."

"Kalau yang ini bukan Band tapi Grup Project Pop, kamu coba dengerin dulu lagu mereka asik, abis aku mau ajak kamu ke konsernya Smash mereka udah dishband kalau ke cherrybell sekarang udah jadi emak-emak, bukannya nari malah lairan di panggung, kan bisa repot kita, mirip-mirip lah kalau yang nyanyi lebih dari dua orang," tutur Damar memberithukannya.

Nampak Damar malu menggandeng tangan Aminah, menuntun mereka ke pinggiran acara. Suasana riuh dari luar berbanding terbalik dari penontonya tak begitu gaduh, bahkan Aminah baru pertama kali mendengar lagu cukup unik dialunkan.

"Ini lagu dangdut atau lagu pop?"

"Gak tau, pokoknya Grup Band taunya," kata Damar polos, dia memang tak se-kaya pemilik media sosial Facebook ataupun pemilik perusahaan Tesla, memangil grup korea dia tak mencukupi, jika pun ada anguta Girl Grup atau Boy Grup kesempatan membeli tiket juga membuatnya ragu bisa mendapatkan, hampir mirip jadilah Damar mengajak Aminah menonton konser Grup dari Project pop, dia sedikit ragu sebenarnya kumpulan pria di tambah seorang perempuan apakah ini grup nyanyi atau lawak.

Beberapa lagu sudah di lantunkan Damar memperhatikan mimik Aminah apakah wanita itu menikmati acara atau merasa jenuh, bersukur Aminah diam menghayati tiap lantunan lagu tak ada raut muka menandakan dirinya tak nyaman di sana.

"Karena sudah di penghujung acara kita akan nyanyikan lagu kita berjudul gara-gara Kahitna, jadi yang apal ayo semua berdiri!" ajak sosok lelaki bertopi dengan kaca mata warna warni.

"Tadinya oh tadinya, Aku hampir hampir insomnia, Gara-gara Kahitna, Kau jadi kasih tercinta, Kaulah permaisuriku, Kaulah raja hatiku, Kaulah permaisuriku, Cinta dari mata, Turunnya ke hati, Apa mau di kata, Bila ku jatuh hati... ."

Bukan lagu romantis yang meluluhkan hati para gadis, itu pendapat Damar pribadi mengenai lagu ini, tapi ada yang beda dan manis dari liriknya, sosok wanita bernama Aminah bersamanya kini nampak larut menikmati lagu tengah di dendangkan semua terasa lambat, helaian rambut tertepa hembusan angin, Damar bahkan merasa dirinya bisa melihat betapa lentiknya bulu mata Aminah, bubuhan eye shadow peach coral menmabah indah matanya, seolah semua terblokir dari pendengarannya Damar menikmati sensasi ini semua bersyukur dalam keheningan yang dia ciptakan sendiri.

"Dam, makasih, acarana seru," antusia Aminah, merasa tak ada tanggapan Aminah menepuk pipi Damar, "Dam, sadar, kesambet setan ... ngak kan? Hey."

"Eh, eh ... iya, eh, kenapa ya tadi." Dia mengaruk tengkuknya terasa gatal, melihat lapangan mulai sepi penyanyinya juga telah lama menghilang dari balik pangung, Damar sadar sedari tadi dia pelagah- plogoh sendiri mirip kambing congek.

"Aku kirain kerasukan setan."

"Iya kali setan ikhlas aku rasukin, males kali mereka." Gurau Damar tersipu malu.

Merasa tak ada hal lainnya menarik berlama disana Damar mengajak Aminah melintasi jalan, bukan langsung pulang ke rumah tapi pergi untuk membelikan sesuatu untuk Didin, Aminah tak tega anak angkatnya terlalu sering bergantian baju milik Rudi tentu hal itu di sangupi oleh Damar bergegas menuju toko baju paling dekat dengan temat mereka.

Kaki pasangan itu sudah menampai Mall, salah satu tokonya berisakan pakaian, pakaian agak aneh memancing gernyitan dahi Damar.

"Kenapa? Apa ada yang aneh."

"Gak, kok baju batman tapi warna sipederman, apa ibu laba-laba nikah sama bapak kalong," celetukan Damar membuat tawa Aminah membuncah, bersukurlah mereka tengah berada di sudut ruangan tak banyak pengunjung datang.

"Aduh, aduh, perutku kaku." Damar memamerkan gigi rapinya cengegesan membantu Aminah berdiri dengan benar.

"Kayaknya mereka nikah gak ngabarin makanya bentuknya begitu, kalau wonderwoman nikah sama huluk apakah nanti huluknya bakal pake kemben sama mini hot pans," imbuh Aminah ikut serta berimajinasi, keduanya kompak menautkan jemari ke dagu membuat pose berfikir bak Einsten sang penemu.

"Lucu mungkin, mana nnati kalau anaknya cewek warna ijo pake kemben di indonesia dikira kolor pink bukan kolor ijo," timpal Damar meracau aneh.

Malu akhirnya menyadari menjadi objek tontonan gratis Aminah memilah pakaian untuk anak laki-lakinya.

"Ini lucu mungkin buat Didin sama Rudi." Damar mengelegkan kepala.

"Iya lucu tapi kayaknya jangan yang ada gambar berbinya juga, anak cowok harus ada lakiknya gitu," protes Damar tak setuu.

"Masa yang tedi bear." Tolak Damar menilai pilihan lainnya, beruang tedy bear dengan pita pink malah makin aneh.

"Aku aja yang milih, sesama lakik pasti tau lah pilihan anak cowok kayak gimana." Aminah menyetujui akhirnya, selama ini cara berpakaian anaknya berkiblat pakaian oppa kesukaan Aminah dengan tema frendly serta cute cukup membuatnya gemas.

Damar jauh lebih antusias mencari pakaian untuk Didin serta Rudi, pilihan coral serta gelap memenuhi keranjang belanjaan mereka. Tanpa ada perasaan aneh Damar bahkan mirip ayah tengah membelikan pakaian anaknya dengan teliti.


Aminin Aminah NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang