Eh, Ternyata

51 9 10
                                    

Bab 03

"Bu, nanti Didi mau dikemanain."

"Loh, bukannya temenmu ya?"

"Kan udah Rudi bilang, Rudi gak kenal tuyul satu itu," kesal Rudi, bibirnya sudah dimonyongin sepanjang mungkin, biar si Ibu kasian. Aminah tak langsung percaya anaknya bisa punya teman normal biasanya juga tanaman asam jawa belakang rumah diajak ngomong.

"Yang bener bukan temen kamu," celetuk Aminah berbisik.

"Ibu, kak Rud ... makannya udah selesai."

Rudi cuman menghela nafas, jatah makannya abis ludes oleh si bocah hilang.

"Ibu, ibu. Saya bukan Ibu kamu Din," jelas Aminah. Rudi berdiri bersebelah dengan si Didin.

"Kamu udah abisin jatah makan aku, harusnya aku makan empat kali sehari tapi gara – gara ada kamu aku makan dua kali, cepet ngaku asal kamu dimana." Tuding Rudi sok menginitidasi.

"Gak tau, aku di suruh nunggu di sana dari subuh tapi gak ada yang jemput Didin."

Pandangan ibu dan anak saling bertatapan, apa ini anak di buang?

"Yaudah, gini aja kamu boleh tinggal di sini, samapi Ibu nemuin orang tua kamu tapi jangan panggil Ibu, saya bukan Ibu kamu."

"Kalau gitu, Didin harus panggil Bapak?"

"Ya bukan bapak juga, Din!" itu suara Rudi jengkel, emang Ibunya amoba membelah diri.

"Terserah kalau begitu dari pada kamu panggil saya Om, kamu kalau mau tidur bareng Rudi, ya. Yaudah Ibu mau masak buat besok kalian jangan ganggu Ibu."

Aminah mulai menyiapkan bahan untuk prepare besok subuh, biar tak kerepotan. Baru selesai dengan bahan dapur dering ponsel mengangu fokus Aminah.

"Siapa sih, gak tau ada orang ribet ... oh, Ibu Tarno." Nama satu geng senam zumba.

"Ada apa Ibu Tar." Panggilan akrab pada Bu Tarno.

[ Begini, kayaknya senam kita ditunda dulu ya Bu, adik lelaki saya baru balik ke kampung mungkin nanti malam saya mau undang Ibu sekalian buat acara selamatan. ]

"Wah, selamat bu adiknya balik."

[ Kalau bisa mampir ya, ibunya Rudi. Kalau gak salah adik saya satu SMA sama kamu. ] jelas Ibu Tar dengan semangat.

"Siapa ya, kalau boleh tau." Aminah mengacak memori di dalam kepalanya Ibu Tarno walaupun namnya mirip pesulap lokal tapi wajahnya mirip artis ibukota, jadi memorinya mengelana pada sosok tampan di sekolah semasa SMA, siapa cowok ganteng kalau kakaknya cantik.

[ Masa kamu gak tau, padahal dia sering bilang kalau kenal kamu, loh. Nanti saya tunggu aja dirumah biar kamu ketemu dia sekalian. ]

Dahi Aminah berkerut, "jadi penasaran siapa temen sekolahku dulu."

Satu satunya benda langit sudah mulai menyingsi bergantikan dengan langit kelabu, pakaian sederhana baju terusan berlengan pendek warna pastel di hiasi bunga menjadi motif, cukup menyamarkan usia Aminah kini telah berjalan tiga puluh tahun.

Aminah berpesan untuk dua bocah tengah bermain ingus untuk tidak melakukan hal ekstream selama dia pergi keluar.

Suasana rumah besar bu Tarno nampak ramai beberapa orang.

"Ini hajatan ulang tahun ya?" merasa minder Aminah tak membawa kadao kalau benar ini acara ulang tahun, cukup meriah sekedar penyambutan atau memang adik kesayangan bu Tarno.

"Min... ."

Sapaan dari pria asing membuat aminah memperhatikan si lelaki, wajah bulat telur dengan rambut bergelombang nampak akrab memanggil namanya.

"Siapa ya?" ujung kaki serta ujung kepalanya samar untuk dikenali.

"Damar, kamu masa lupa."

"Damar," ulang Aminah mengingat sosok pria didepannya kini, nama yang pernah menghantui dikala semasa sekolah dulu.

"Min, di cariin mas gatotkacamu tuh."

"Itu mah bukan gatotkaca tapi semar makannya dikasih nama Damar." Kelakar temannya, Aminah mengusak rambutnya memberantakan kepangnya, masa bodoh kalau muka Aminah kayak orang nyungsep, karena gak rapi.

"Apa lagi?"

"Sama kayak kemarin, boleh ngak aku jadi pacarmu."

"Pacar kepalamu botak, ganti muka dulu baru aku mau sama kamu."

"Loh, Min ... Min, emang kepala bisa diganti, kalau bisa oprasi dimana."

"Kamu!" Aminah terperangah pakaian Damar cukup stylish untuk ukuran pria sepertinya.

"Kamu masih inget aja, Min."

Aminah tertawa canggung, Damar agak berubah tapi masih sama kayak semar dimata Aminah, "Kamu apa kabar, mana istri kamu gak di ajak?" tanya Aminah berbasa basi, sekedar mencairkan suasana cangung, mungkin hanya dirinya lah yang merasa bktinya Damar, sosok lelaki itu setia dengan senyum melekat.

"Min, aku—"

"Tuh kan, kamu kenal sama adikku." Bu Tarno mengintrupsi percakapan keduannya, baju gamis warna kuning dikenakan oleh Bu tarno mengingatkan suatu benda mengapung, untung di dukug wajah yang meminimalisir pakaian heboh Bu Tarno.

"Jadi ini adik Bu Tar?"

"Iya, ini adikku dari kota balik ke desa lagi, katanya kangen kampung juga ... ngomong ngomong kalian tadi aku lihatin kayak serasi banget, kenalin Ibunya Rudi Adikku ini bujang masih belum menikah katanya pengen nikah sama gebetannya, gak tau gebetan yang mana, terus Mar. Ibunya Rudi ini juga menjanda udah lama, kalian kalau mau nikah gaskan aja, yaudah buruan masuk acaranya gak mulai kalau Damar gak ada." Bu Tarno berlalu begitu saja berjalan meningalkan dua manusia anak adam di bawah temaramnya lampu halaman.

"Kamu belum menikah," kata Aminah hati hati, di singgung soal gebetan oleh Ibu Tarno Aminah merasa kalau itu dirinya, tapi lama mereka tak bertemu juga setatusnya dulu pernah menikah mungkin gebetan lainnya yang di singgung Bu Tarno.

"Iya, bener aku memang belum nikah."

"Tapi kamu beneran adiknya Bu Tarno? Kok beda sih?" celetuk Aminah polos, jika Bu Tarno cuman namannya yang aneh ini adiknya mukannya yang aneh.

"Serius, kamu mau lihat kartu keluarga kami? Entar deh aku tunjukin KK-nya atau kalau perlu silsilah keluarga." Antusias Damar.

Gak perlu, mukamu udah tidak meyakinkan.

"Kita masuk aja dulu gimana?" ajak Aminah ingin menyudahi obrolan dengan Damar.

"Sebelum kita masuk, aku boleh ngomong sama kamu. Min, mau gak jadiin aku Ayahnya Rudi." Pernyataan tanpa tanding aling aling membuat Aminah merasakan guntur dalam dadanya, perasaannya sama sekali kurang nyaman, bukan karena Damar gak sewangi kyuhyun atau se-sexy siwon kang Mie depan jalan. Cuman.

"Kamu kurang berungtung, aku suka sama Duda."

"Yaudah aku nikahin kamu dulu entar kita break lalu nikah lagi," balas Damar semangat, Aminah lemas rasanya dikira ini tempat penyewaan bisa perpanjang masa pakai.

"Mukamu gak kayak Song Jong Ki, itu masalahnya." Timpal Aminah, setidaknya harus mirip sama mas ganteng walaupun duda masih imut.

"HAH! SoNjengking?" Damar terperangah, apakah Aminah beralih suka dedemit.

"Heh, bukan soengking, atau apa itu. Tapi SONG JONG KI! Kalau gak tau nanti liah HaPe." Cecar Aminah mulai lelah harus adu omongan, dia memilih menitipkan salam untuk pulang daripada harus bertemu Damar.

"Bisa gila aku kalau ketemu dia lagi."


Aminin Aminah NikahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang