-8-

7.5K 1K 124
                                    

Jeno masuk kedalam rumah dengan perasaan kecewa, Taeyong yang tengah asik menonton tv menoleh dan melihat sang putra berjalan kearahnya.

Dia dengar putranya menghela nafas berat berbaring dan menjadikan paha sang Papa sebagai bantal. Bibir pria tipis itu menyunggingkan senyum lalu tangannya mengusap rambut hitam Jeno.

“Kenapa sudah kembali?” tanya Taeyong

“Papanya menggagalkan rencana kami” Sahut Jeno malas, netranya menatap ke layar tv didepannya.

“Kenapa tidak temui dia saja dan katakan semuanya?” tanya Taeyong.

“Tidak semudah itu Bubu, bukankah sudah ku katakan bahwa Papanya memperlakukan dia seperti anak tiri?” Sahut Jeno.

“Papanya sangat berharap aku memiliki hubungan dengan Renjun, jika Papanya tahu aku menyukai Jaemin. Dia bisa di siksa habis-habisan. Renjun kan anak emas Papanya. Jadi kami harus bermain sedikit lebih cantik” Jelas Jeno.

“Aku harus melindungi Jaemin, Bubu. Itu sebabnya aku berkerja sama dengan Renjun” Tambahnya.

“Tapi jika seperti itu terus menerus, dia bisa salah paham dan berakhir tidak lagi menyukaimu karena dia merasa sudah tidak ada harapan”

“Bubu...” Pekik Jeno sebal.

“Aku benar-benar harus berjuang sangat keras bukan hanya mendapatkan dia, tapi juga meluluhkan Papanya dan juga membantu dia menghadapi ketidakpercayaan dirinya”

“Kau harus terus disampingnya Sayang. Kau adalah kekuatan baginya” Tutur Taeyong yang dibalas anggukan oleh Jeno, sang Papa tersenyum melihat tingkah putranya bak orang patah hati.


×÷×%%%×÷×


Jaemin baru saja selesai mencuci piring, ekor matanya melihat Renjun yang baru saja masuk dengan wajah ceria seraya menjinjing paperbag putih.

Bibirnya lantas mengulum senyum kecut.
Tak lama Winwin turun dan berpapasan dengan putranya. Dia mengulum senyum melihat wajah berseri Renjun ditambah pria mungil itu membawa paperbag.

“Sudah pulang Sayang?” Tanya Winwin.

“Pasti kencannya menyenangkan” Tambahnya lagi seraya mengusap sayang rambut Renjun.

“Dia membelikanmu apa?” Tanya Winwin lagi melongok kearah paperbag yang dibawa putranya.

Senyum Renjun sangat kecut, bagaimana dia menjelaskan pada Winwin bahwa belanjaan itu dibeli oleh Guanlin kekasihnya, bukan Jeno. Di jawab menimbulkan salah paham lagi bagi Jaemin, tidak dijawab juga memperkeruh keadaan.

“Hanya Hoodie Pa” Sahut Renjun lirih.

“Bagaimana? Apa dia sudah menyatakan perasaannya padamu?” Tanya Winwin antusias.

“Pa...” Pekik Renjun, pria bertubuh mungil itu berdecak, dia kemudian melanjutkan langkahnya untuk naik membuat Winwin mendengus lalu melangkah menuju dapur.

Jaemin buru-buru menyelesaikan pekerjaannya didapur, setelahnya dia bergegas hendak masuk ke kamarnya.

“Kau kelihatannya tidak suka jika Renjun dekat dengan Jeno?” Tanya Winwin yang sontak membuat Jaemin menghentikan langkahnya, pria itu berbalik menatap sang Papa yang tersenyum kearahnya.

“Mengalah lah pada adikmu” Tambah Winwin kemudian membuat Jaemin menghela nafas jengah.

“Sampai kapan aku akan terus mengalah pada dia Pa? Aku memberikan semuanya, apapun yang harusnya menjadi milikku”

“Jaemin, kau harus belajar bahwa tidak semua yang kau inginkan harus menjadi milikmu”

“Aku tahu Pa, tapi bukankah lebih masuk akal jika Papa mengatakan itu pada diri Papa sendiri?” Sahut Jaemin.

Minderella [NOMIN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang