Happy reading, semoga suka.
Full version sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.
Karyakarsa
Enjoy
Luv,
Carmen__________________________________________
Sudah dua bulan berlalu sejak kejadian malam itu dan hubunganku dengan Daphne tidak berkembang. Dia masih istri baik yang menjalankan kewajibannya, mengurus rumah dan membantu di peternakan, menyiapkan dan mengurus segala kebutuhanku tanpa sepatah protes. Dan setiap malam, dia akan berada di bawahku, melayani kebutuhanku yang lain sebelum aku mengizinkannya tidur. Namun hubungan kami hanya berkembang sampai di sana. Walaupun secara fisik keintiman kami seperti layaknya suami istri normal, tapi ketika malam berlalu dan pagi datang, Daphne yang selalu mengerang di bawahku berubah menjauh, lebih waspada, lebih menjaga jarak.
Hal itu terus berlanjut hingga aku mulai frustasi.
Apa yang salah? Apa yang salah dari aku yang menuntut hak milikku? Bukankah setelah malam itu, Daphne juga mendambakan apa yang bisa kuberikan padanya?
Kau salah, Buddy. Kau memaksanya. Dia istrimu. Kau bisa memperlakukannya lebih lembut. Kau tidak perlu memperkosanya, Bangsat! Kau seharusnya melindunginya, bukan malah menyakitinya!
Sial! Kata-kata itu, ucapan-ucapan itu telah menyiksaku sepanjang dua bulan ini. Aku tahu aku tidak seharusnya memaksa Daphne. Aku kalap, aku gelap mata. Dengan masa lalunya, aku seharusnya bersikap lebih bijak, lebih lembut, aku tahu semua itu. Tapi rasa gengsi menahanku meminta maaf. Lagipula, aku sudah berusaha keras meminta maaf dengan caraku sendiri. Bukankah aku memperlakukannya lebih lembut? Bukankah aku belajar untuk lebih sabar? Bahkan aku menjadi begitu murah hati dan selalu mengajaknya berbelanja setiap dua minggu sekali. Tidaklah Daphne menyadari bahwa aku menyesali perbuatanku malam itu?
Tapi sepertinya wanita bebal itu tak sadar.
Aku harus melakukan sesuatu. Walaupun aku tidak yakin dengan apa yang harus kulakukan, instingku menyuruhku berbuat sesuatu, apa saja, untuk memperbaiki kembali apa yang retak sehingga pernikahan kami bisa terselamatkan. Tidak mungkin aku ingin hidup serumah dengan wanita yang sama sekali tidak bisa membuka dirinya untuk menerimaku.Maka malam itu setelah selesai makan malam, aku menyuruhnya duduk di sofa di sebelahku. Daphne menurut walaupun dia tampak enggan dan waspada. Lucu, setelah malam demi malam bercinta denganku, dia masih mempertahankan sikap seperti ini.
"Ada apa?" tanyanya.
"Kau marah padaku," jawabku memulai.
Daphne menggeleng tapi tak mau menatapku. "Aku tidak marah padamu.""Kalau begitu kau membenciku."
Wanita itu tersentak kecil lalu menatapku sesaat sebelum kembali membuang wajahnya. "No, that's not true."
Aku berdeham pelan lalu mencoba mencari kata yang tepat. Demi Tuhan, seumur hidup, tak sekalipun aku pernah meminta maaf pada seorang wanita. Daphne adalah yang pertama. "Dengar, mungkin kau masih sulit menerimanya, tapi kau sudah menikah, Daph. Kau istriku. Aku memiliki hak atas tubuhmu..."
Aku belum selesai dan Daphne sudah mulai beringsut menjauh. Kesal, aku menarik lengannya dan satu tangan yang lain meraih dagu lalu memaksa wanita itu untuk menatapku.
"Berhenti menghindar, Daphne."
"I don't... Aku tidak mau membicarakan tentang ini..."
"We have to," potongku lembut. "Sudah saatnya kau menerimaku dan membuka dirimu untukku. Aku tidak akan meminta maaf karena menginginkan hakku atas dirimu, but I was wrong that night. Caraku salah, oke? Aku tidak seharusnya memaksamu. I am sorry... Jika aku menyakitimu, Daph."
Mata Daphne melebar tak percaya. Dia mungkin terkejut karena mendengarku meminta maaf. It's so not me. But hey... Jika aku ingin Daphne berusaha untuk berubah, aku juga harus melakukan hal yang sama.
"You... You're sorry?"
Aku mengangguk. Lalu terkejut saat wanita itu mulai terisak.
"What?" tanyaku mulai frustasi. "Apa yang salah?"
"Tidak, tidak ada yang salah. Kau berjanji tak akan memaksaku lagi?"
Aku menatap mata Daphne dalam-dalam. "Hanya jika kau berjanji tidak akan menolakku lagi."
Kulihat wanita itu menggigit bibirnya, seolah ragu tapi kemudian memutuskan untuk mempertanyakan keraguannya. "Mengapa? Mengapa kau memaksaku malam itu? Kau bisa memintanya baik-baik, padahal kau tahu aku..."
"Aku cemburu, oke?!"
"Apa?" tanya Daphne bingung.
Oh, this is so stupid!
"Aku cemburu padamu dan Ryan! Kau lebih ramah padanya dibanding dengan suamimu sendiri. Aku menginginkanmu setengah mati, tapi kau berpura-pura tolol setiap waktu."
"Tapi... Tapi aku tidak... Maksudku, ya Tuhan, Ryan adalah saudaramu dan..."
"Aku tahu!" sanggahku lagi cepat. "Aku hanya tidak suka, oke? Aku tidak suka kau berdekatan dengan pria manapun. Lain kali, jika kau ingin diajari berkuda, kau bisa datang padaku! Jika kau membutuhkan apapun, kau bisa memintanya dariku!"
Aku terkejut saat Daphne tiba-tiba tertawa kecil.
"Apa?!" bentakku.
Dia menggeleng.
"No... It's just...""Stupid?" bantuku.
"No, it's sweet."
Apa saja asal wanita itu tersenyum. "Apa itu berarti kita baik-baik saja, Daphne? Kau akan membiarkanku menyentuh dan menciummu? Kita harus berusaha lebih keras lagi jika ingin pernikahan ini berhasil, Daphne. Aku membutuhkan istri yang sesungguhnya. Sebagai gantinya, aku berjanji akan memperlakukanmu dengan lebih lembut. Aku pria kasar, tapi aku akan berusaha menjadi lebih baik. What do you say, Daph?"
Wanita itu menatapku sesaat lalu tangannya bergerak untuk meraih tanganku yang masih berlabuh di dagunya.
"Then make love to me tonight, Damon. Seperti layaknya seorang suami pada istrinya. Treat me with respect and treat me gently."
Tidak sia-sia menurunkan gengsiku karena Daphne bersikap begitu manis dan penurut. Mungkin hanya itu yang diperlukan wanita itu, bujukan, sedikit rayuan, kelembutan dan perhatian. Aku mendekatkan wajah kami dan mencium wanita itu. Manis. Aku pasti melewatkan kenyataan betapa manisnya bibir Daphne dalam ketergesaanku mereguk nikmat.
Make love to me tonight, Damon.
Oh ya, aku akan bercinta pelan-pelan dengan Daphne dan menunjukkan pada wanita itu bahwa aku juga bisa bersikap lembut. Dan dia benar, bercinta pelan-pelan seperti ini membuatku menyadari betapa manisnya rasa ciuman kami, betapa manisnya desahan halus Daphne dan betapa manisnya sentuhan malu-malu wanita itu saat dia memeluk leherku. Aku lalu menggendongnya ke dalam kamar dan merebahkannya di sana.
"I'll go slow. Aku akan bersikap lembut, Daph," janjiku saat menatap matanya dan mulai melepaskan kancing gaun tidurnya satu persatu. "Kita mulai lagi dari awal."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Rancher's Mail Order Bride - Pengantin Pesanan Sang Peternak
Romansseri pengantin pesanan - 1 (mail order bride)