Bab 23

2.1K 526 31
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa.

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy

Luv,
Carmen

________________________________________

Besok pagi dan hari-hari selanjutnya, kami menjalani kehidupan seperti dua orang asing yang terpaksa tinggal serumah. Keadaan ini bahkan lebih buruk lagi dibandingkan ketika awal-awal pernikahan kami.

Aku tetap menjalankan tugas seperti seharusnya. Memasak untuk pria itu, mencuci pakaiannya, membereskan rumah. Damon tak memintaku berhenti melakukannya, jadi aku meneruskan rutinitasku seperti biasa. Namun kami nyaris tak berbincang, pria itu hanya bicara seperlunya padaku. Kini, Damon juga melarangku untuk datang ke peternakan dan berkata bahwa aku tak lagi dibutuhkan di sana. Aku tak mendebatnya tapi hanya mengangguk. Tidak apa-apa, mungkin aku memang pantas menerima semua kekasarannya.

“Damon…” panggilku hati-hati di suatu malam, ketika kami baru saja menyelesaikan makan malam dan pria itu sedang bersantai di ruang tamu.

Aku tahu dia mendengarnya tapi pria itu sengaja tak menjawab. Jadi, aku melanjutkan kalimat. “Aku… aku harus ke kota besok, bolehkah kau mengatur seseorang untuk mengantarku ke sana?”

Lama sekali sebelum terdengar jawaban sinis. “Kenapa? Butuh berbelanja?”

Aku ingin berbohong padanya, aku ingin sekali, tapi aku tak terbiasa melakukannya. Walaupun aku tahu suasana hati Damon akan berubah buruk setelah tahu ke mana aku akan pergi. “Aku… aku harus menemui Dokter Jenny.”

Wajah Damon berubah keras tapi dia tak mengatakan apapun. Menyebut nama dokter itu seolah menyiram garam ke luka pria itu, aku tahu. Tapi aku sudah terlambat seminggu dari jadwal yang telah ditentukan. Mau tidak mau, aku harus ke sana.

“Da… Damon…”

Dia bangkit tiba-tiba hingga aku melangkah mundur dengan cepat, hanya refleks, kami terpisah jarak yang cukup lebar. Pria itu menatapku dari seberang saat menjawab permintaanku. “Nanti kuatur.” Lalu tanpa kata, dia berderap begitu saja ke dalam kamarnya, meninggalkanku sendirian yang memegang dada karena sesak. Haruskah? Haruskah aku masih bertahan? Pertanyaan yang sama yang tetap tidak bisa kujawab.

Besok siangnya, ketika kupikir Damon mengirimkan seseorang untuk mengantarku ke kota, aku terkejut ketika mendapati pria itulah yang ada di balik kemudi. Dia hanya memberiku isyarat agar masuk ke truknya dan aku terlalu takut untuk berani bertanya. Kami berkendara ke kota dalam perjalanan yang sangat menyiksa. Perjalanan menuju rumah sakit terasa abadi seperti selamanya. Ketika akhirnya kami tiba, tak ada yang bisa membayangkan betapa leganya aku.

Saat berada dalam ruang periksa Dokter Jenny, cobaan lain kembali menghadang. Dokter kandungan itu menyambut kami dengan baik dan mengesampingkan fakta bahwa wajah Damon seperti orang yang tertelan batu, dokter itu dengan ceria menyemangati kami.

“Well, kurasa rahimmu sudah sehat. Dan siap, Mrs. Harris.”

Aku belum sempat turun dari ranjang periksa ketika mendengarnya berbicara dengan Damon. “Istri Anda baik-baik saja dan sehat. Kapanpun kalian siap, kalian selalu bisa mencoba lagi.”

Hanya orang tolol yang tak mengerti ucapan dokter itu. Dan aku tak berani menatap Damon setelahnya. Aku tidak ingat bagaimana kami keluar dari ruang periksa tersebut. Satu yang aku tahu, suasana hati Damon sungguh buruk. Setelah menurunkanku di rumah, pria itu kemudian memacu truknya kencang dan kembali menuju kota. Aku hanya bisa bertanya-tanya, apa yang mungkin dilakukannya di sana.

A Rancher's Mail Order Bride - Pengantin Pesanan Sang PeternakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang