Bab 24

2.1K 503 44
                                    

Happy reading, semoga suka.

Full version sudah tersedia di Playstore dan Karyakarsa

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Akun Karyakarsa: carmenlabohemian

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Enjoy

Luv,
Carmen

___________________________________________

Aku tidak ingat kapan terakhir kali aku mendatangi bar untuk minum dan mabuk-mabukan. Sudah beberapa tahun ini hidupku diisi dengan kesibukan. Tapi hari ini…

Fuck!

Fuck Daphne!

Fuck that doctor!

Fuck them!

Setelah apa yang harus aku alami, dengan mudahnya dokter itu mengembangkan senyum dan berkata bahwa kapan saja aku boleh kembali menghamili Daphne. Like, it’s okay, you can try again. Fuck! This is not some fucking games. When games over, you can try again. What the fuck! Kehilangan yang aku rasakan tidak bisa begitu saja diganti dengan kehamilan lain dan voila… life is good again, everything is fine, we have moved on.

No! Fuck! That can’t do!
Aku menyumpah lagi sambil menyirami whiskey ke dalam tenggorokanku. Sial! Tenggorokanku rasanya terbakar hingga mataku memanas. Tapi aku tidak berhenti dan meraih gelas lain. Bayangan Daphne melintas setiap kali aku mereguk cairan membakar itu. Dan dadaku terasa sesak, aku tidak tahu apakah ini karena aku sangat… sangat membencinya. Aku nyaris tidak bisa bernapas.

Tapi bayangan wanita itu tak mau meninggalkan benakku. Aku bisa mendengar gaung tangisnya, melihat ekspresi wajahnya yang hancur, mendengar kata-kata lirih yang diucapkannya. Aku ingin sekali meraihnya dan memeluknya, mengatakan bahwa semua baik-baik saja, tapi aku tak sanggup… karena setiap kali aku tergoda untuk melakukannya, aku akan mengingat kembali kejadian mengerikan di hari itu. Aku tidak bisa. Aku tidak bisa lagi.
“Rough day, Cowboy?”

Usapan pelan di punggungku membuatku otomatis menurunkan gelas. Aku menoleh dan melihat seorang wanita berambut gelap ikal dengan riasan dan busana seronok menempelkan pantatnya di kursi tinggi sebelahku. Aku meliriknya sekilas, tak mau menjawab dan kembali meneguk minuman.

“Can I join?” tanyanya lagi, sengaja mendekatkan dirinya agar aku bisa mencium aroma parfumnya.

Aku mendengus pelan lalu meletakkan gelas. “Sesukamu saja.”

“Ouch, that’s rude.”
Sudut bibirku terangkat sinis. “You don’t know anything ‘bout that, Babe. I can be more rude.”

“Hmm… I like rude boy.”

Aku tidak tahu kenapa aku tidak menghindar dan membiarkan wanita itu menarik wajahku mendekat padanya. Dia berbisik di atas bibirku, napasnya yang berbau alkohol berbaur dengan aroma minumanku. “You wanna ride, Cowboy? Aku yakin tungganganmu pasti hebat.”

Aku muak pada diriku sendiri ketika aku mencengkeram rambut wanita itu, menjauhkannya sedikit lalu menyambar mulutnya. Ciuman kami liar dan brutal.
“Ouch,” desisnya saat aku menggigitnya. Dia mendorongku lalu menatapku sedikit kesal. “Pelan-pelan, Koboi.”
“Kau bilang kau suka pria yang kasar.”

“I did.”

“So?” Aku mengangkat satu alis.

“Kita bisa pergi ke motel bersama.”

Wanita itu menelusurkan jemarinya di barisan kancing kemejaku sambil menatapku dengan matanya yang sayu. Aku menangkap pergelangannya lalu menariknya turun dari kursi bar. “Tidak perlu. We can do it here, at the back of this bar.”

Aku menyeret wanita itu ke belakang bar, tak lagi peduli siapa yang melihatku. Lantas kenapa? Istri pesananku yang cantik dan mungil sedang aman berada di rumah. Selama aku tidak menyengsarakan hidupnya, aku bebas melakukan apa saja, bukan? Aku mendorong pintu belakang bar lalu menyeretnya keluar. Aku kemudian memepetnya ke dinding dan menciumnya keras. Satu dua kali dia berusaha mendorongku, tapi aku menahan pergelangannya kuat dan kaki-kakiku menekan pahanya keras.

“He… hey, pe… pelan-pelan,” sengalnya saat aku menjauhkan bibir.

Aku benci wanita seperti ini. Penggoda. Perusak pria. Wanita-wanita seperti ini tidak ada setengahnya dibandingkan Daphne. Tapi mungkin wanita-wanita kotor seperti inilah yang lebih cocok denganku.

“Kenapa? You want me to fuck you here or no?”
Wanita itu tertawa gementar sejenak. Lalu kembali melingkarkan lengan-lengannya untuk menarikku mendekat. “You’re rough, Babe. But so charming too.”

Aku kembali menekankan bibirku dan tanganku bergerak liar menyentuh tubuhnya. Aku tak bisa merasakan apapun, hanya jijik, hanya marah, hanya rasa benci dan sesak. Bayangan Daphne melintas. Manis, cantik dan polos. Dia seharusnya sekarang sedang mengandung anakku. Kami seharusnya sedang menanti kelahiran seorang bayi kecil. Mengapa? Mengapa Tuhan begitu kejam pada kami?

I loved our baby, just as much as I love you.

Bohong! Bohong! Wanita itu berbohong!
Dengan marah, aku menjauhkan diri dari wanita yang sedang kupeluk lalu berjalan pergi. Kepalaku sakit dan dadaku sesak. Kudengar wanita itu berteriak memanggilku.

“Hey, kau mau ke mana?!”

“Go fuck yourself, Bitch!”

Aku harus pulang sekarang. Karena aku membutuhkan Daphne. Hanya Daphne.

A Rancher's Mail Order Bride - Pengantin Pesanan Sang PeternakTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang