Keberadaan Hanum yang sudah beberapa minggu di tempat ini membuatnya merasa tidak enak jika setiap hari harus melihat Om Tri harus tidur di lantai dengan alas sebuah selimut tipis di lantai, meskipun mereka sudah menganggap Hanum seperti anak mereka sendiri. Hari itu Hanum membuka aplikasi iklan yang menawarkan banyak lowongan kerja, ada beberapa tempat yang akan ia datangi untuk wawancara kerja, beberapa dari tempat itu ada yang membutuhkan surat lamaran kerja.
Hanum meminta Om Tri mengantarkan ke warnet terdekat untuk mengetik dan mencetak surat lamaran kerja. "Kamu beneran mau cari kerja? Udah siap Num? Tenangin dulu hati kamu" sore itu Om Tri yang baru pulang dari pekerjaannya mengobrol sebentar dengan Hanum di depan kamar, "Iya Om, mau sampai kapan aku ngerepotin kalian terus? Justru aku ke sini supaya aku punya kegiatan baru, justru kalau aku diem aja hati aku makin nggak tenang". "Iya, aku tau kamu udah dewasa Num, tetap jaga diri baik-baik, mau gimanapun inget, saya sama Mboknya tetep bakalan jagain kamu,".
Hanum berangkat ke kota ini bukan hanya untuk menumpang tidur atau tanpa tujuan, ia berangkat untuk melepaskan segala beban yang ada di pundaknya, hari-harinya selalu ia habiskan untuk mengingat masa lalunya dengan Bayu, sampai pada akhirnya hari itu ia membuka kembali buku hariannya, di situ tertulis beberapa harapannya, ia percaya bahwa segala apapun harapannya jika ditulis maka satu per satu akan teruwujud, itulah salah satu keajaiban yang dimiliki Hanum, beberapa harapan itu tertulis: 1. "Bisa makan sushi", meski ia tidak tahu bagaimana rasanya makanan Jepang itu apakah akan cocok di lidahnya atau tidak, 2. "Membeli parfum yang wanginya seperti wanita mapan", dalam bayangannya wanita mapan punya aroma seperti bunga melati, gaharu dan sejenisnya, 3. "Mencoba coklat truffle", Hanum kecil sangat suka makan coklat, tetapi untuk coklat truffle ia membayangkan bahwa rasanya sangat enak, tidak terlalu manis, 4. "Jalan-jalan ke mall setiap hari", bukan suatu hal yang istimewa tetapi akan sangat istimewa untuk Hanum yang lahir dan besar di kota kecil yang minim fasilitas, dia pergi ke mall yang jaraknya beberapa jam dari rumahnya, itu hanya sebuah toko baju dan supermarket biasa tetapi ia menyebutnya mall, 5. "Menikah", tulisan itu sudah tercoret karena sudah terwujud meski harus kandas.
Hanum harus bisa melanjutkan cita-cita dan harapannya, seorang diri. Bak kepompong yang siap bermetamorfosa menjadi kupu-kupu yang siap terbang di atas bunga-bunga.
"Num, ayo aku anter sekarang ke warnet ya", Om Tri bersiap menyalakan motor, mereka segera berpamitan dengan Tante Marni yang sedang menjahit. Langit senja di kota ini sangat cantik, warna merah jambu, oranye, dan sedikit warna ungu sangat memanjakan mata Hanum, sepanjang jalan ia sangat menikmati dinginnya angin sore setelah hujan.
Beberapa tempat yang membutuhkan surat lamaran kerja dicatatnya di ponselnya, Om Tri menunggunya di bilik sebelah, jari-jari Hanum berselancar di atas papan ketik komputer, ia mengisi data diri dan semacamnya, Hanum hanya lulusan SMA paket C karena saat itu peliknya masalah di dalam rumah membuatnya tidak ingin lagi sekolah karena Hanum merasa tidak ada gunanya melanjutkan sekolah, Hanum seringkali mencari cara untuk melakukan kesalahan seperti sengaja datang telat ke sekolah atau berpura-pura sakit sampai pada akhirnya catatan poinnya menjadikannya dihadapkan dengan skorsing selama dua minggu, sejak saat itulah Hanum tidak pernah lagi pergi ke sekolah, itupun sebuah bentuk protes kepada ibunya yang sangat melupakan Hanum, ibunya hanya asyik memikirkan dirinya sendiri, menghabiskan sisa uang warisan ayahnya demi kesenangannya, Hanum kerap kali melihat ibunya berganti-ganti pasangan, banyak laki-laki silih berganti datang ke rumahnya, segala cara dicobanya untuk menunjukkan bahwa ia tidak suka dengan apa yang dilakukan ibunya, pernah suatu saat ia melemparkan pisau tepat di depan pintu, laki-laki itu datang saat kematian ayahnya belum genap 40 hari, Hanum sangat marah, tidak ada yang mengerti apa yang dirasakannya, ibunya saat itu selalu menyalahkan sikap Hanum, sejak saat itu tidak ada yang bisa dilakukan Hanum selain berdiam diri di kamarnya, meratapi hancurnya hati setelah kepergian ayahnya.
Hanum memilih cara yang salah untuk mendapatkan kasih sayang, Hanum tidak tahu caranya mencintai drinya sendiri, ia menghukum dirinya sendiri atas kesalahan orang lain, Hanum tidak pernah tahu bahwa dirinya berharga. Saat ia memutuskan untuk berhenti sekolah, teman-teman dan guru Hanum sangat menyayangkan hal itu, terlebih lagi saat itu sekolah menunjuknya untuk lomba membaca puisi tingkat nasional, sampai salah satu dari anggota guru mendatangi rumahnya, Hanum bersembunyi di tanah kosong sebelah rumahnya saat tahu gurunya akan datang, Hanum berfikir bahwa sekolah adalah sebuah tempat yang mengerikan, begitupun dengan rumah, tidak ada pilihan lain untuk menghindar.
Rumah yang seharusnya menjadi tempatnya istirahat saat lelah dengan dunia luar, justru Hanum tidak tahu apa itu konsep rumah baginya, baginya rumah hanya sebuah tempat penghakiman, ia pergi dari rumah agar tetap waras. Sampai akhirnya ketika ia menikah dengan Bayu, ia sedikit lega karena bisa keluar dari rumah, tetapi, lagi, Bayu tidak pernah menjadi rumah untuknya, hanya membawa luka baru untuknya.
Sebelum pergi ke kota ini Hanum seringkali masih melihat Bayu dan Jenitra berdua ke tempat yang mereka pernah kunjungi saat mereka masih menikah, ia tahu hatinya hancur, Bayu yang sangat ia cintai kini telah bahagia dengan perempuan pilihannya, Hanum tersadar, hati Bayu tidak pernah untuknya, cinta Hanum hanya bertepuk sebelah tangan, Hanum seperti menciptakan patah hatinya sendiri, harusnya ia tahu dari awal, ketika ibunya memaksanya menikah dengan Bayu hanya untuk supaya ia bisa bebas membawa kekasihnya masuk ke rumah setiap malam, ada rasa tidak nyaman ketika Hanum sudah beranjak dewasa sesekali Hanum melawan dengan tegas bahwa tindakan ibunya salah, pandainya Bayu berbicara mengubah segalanya termasuk kerasnya hati ibu Hanum.
Senja berubah menjadi malam, beberapa lembar surat lamaran kerja sudah dicetak, Hanum memasukkannya satu per satu ke malam map kertas berwarna coklat, baginya ini seperti menebar benih, di manapun nanti benih itu tumbuh ia yakin akan berbuah. Di dalam setiap surat lamaran kerjanya ia bergumam menyebut nama Tuhan seraya berdoa. Langkah pertama Hanum untuk mewujudkan cita-citanya dimulai dari sini.
YOU ARE READING
Kupu-Kupu Tak Bersayap
RomanceSetelah pernikahannya yang kandas dengan Bayu, hari-hari Hanum selalu ia habiskan dengan mengingat Bayu, cinta yang memilih pergi. Dan Hanum lantas menemukan profesi rahasia, di situ ia merasa sangat dicintai, diinginkan, dihargai dan dipuji. Dan pe...