"Masih jaman iklan baris begini ya Om, dulu aku waktu masih sekolah ditugasin guntingin iklan baris gini buat contoh tugas sekolah, kan kalimatnya disingkat-singkat tuh biasanya". "Kebiasaan! Ngomong sambil makan! Telen dulu Num!" Om Tri bereaksi seketika melihat Hanum yang berbicara dengan mulut penuh makanan, dia hanya tersenyum dengan pipi yang menggembung penuh roti tawar, Om Tri sesekali menggeleng melihat tingkah lakunya, Hanum masih melihat dengan seksama koran yang berisi iklan baris, dia seketika teringat iklan lowongan kerja di sebuah panti pijat dan pembantu di dapur sebuah restoran, iklan itu difotonya beberapa hari yang lalu, jarinya segera mengecek galeri ponselnya dan di situ tertera nomor yang bisa dihubungi. Hanum mulai memencet papan tombol di ponselnya, dan menyimpan nomor panti pijat dan akan menghubunginya hari itu juga.
"Andai aku nggak nikah sama Bayu, sekarang udah sarjana kali, jadi mbak-mbak kerja kantoran pakai baju formal, name tag dikalungin, wangi parfumnya khas wanita karir, pas nikah bukannya seneng malah dibebanin hutang" Om Tri dan Tante Marni keduanya saling bertatapan dengan mimik wajah datar mendengarkan Hanum yang berbicara sambil matanya tertuju pada iklan baris di koran, "Nggak ada namanya menikah di waktu yang tepat, karena waktu bukan jaminan, tapi menikahlah dengan orang yang tepat", Om Tri menghela nafas panjang "Semua ada takdirnya masing-masing Num, gagal satu kali bukan berarti kamu akan gagal selamanya, fokus sama tujuan kamu, nggak apa-apa dimulai dari nol lagi", "Aku belain Bayu sampai ibuku udah nggak peduli lagi sama aku, nggak anggep aku anaknya, kalau tahu begini kenapa dulu awalnya dia yang selektif mendadak kelu dan setuju sama lamaran Bayu ya Om? Aku bersyukur ada kalian yang nerima aku di sini, ibuku cuma bisa benci sama aku, nyalahin aku, di saat seperti ini aku cuma butuh dukungan moral, bukan malah nggak mau tahu, aku udah gagal jadi istri, gagal jadi anak pula, lantas sebenarnya yang aku perjuangkan sekarang itu apa?" Tenggorokannya sedikit tercekat ketika harus mengatakan ini semua, ia memilih untuk tidak menangis meski air matanya sudah membendung. Tante Marni memberinya segelas air, Hanum meminumnya, dadanya sesak ketika harus mengutarakan apa yang menjadi beban di hatinya kala itu. "Yang kamu perjuangkan saat ini ya dirimu sendiri Num, bukan siapa-siapa, kamu harus mampu berdiri di tengah badai, kalau nggak sanggup berdiri kamu bersandar, menunggu sampai badai itu mereda lalu lanjutkan perjalanan kamu, jangan berhenti di tengah badai atau melawannya karena kamu akan terombang-ambing, harus sabar ya Num, jangan sesali apa yang terjadi", "Aku ngerasa nggak punya nilai diri, nggak berkarakter, lemah, pembuat kesalahan, patut dibenci, aku ngerasa nggak punya orang tua lagi, aku yang selalu mengalah demi kebahagiaan orang tuaku, sekarang aku harus jalani semuanya sendirian dengan segala kebencian ibuku yang melekat di diri aku", Tante Marni berpindah duduk ke sebelah Hanum dan mengusap pundaknya pelan, gesturnya sangat menenangkan, "Mulai sekarang anggep aku ibumu ya Num, tapi nanti kalau aku omelin jangan marah, sedihmu ya sedihku juga Num, aku lama nggak punya anak. Sekalinya ngerti jalan hidupmu, aku mikir buat apa punya anak kalau kita sebagai orang tua belum bisa tanggung jawab atas kebahagiaan kita sendiri, anak nggak minta dilahirin kan, mulai sekarang kita bakalan lebih jagain kamu lebih dari amanat ayahmu Num", Tante Marni sedikit terisak, tidak mudah baginya untuk memiliki seorang anak dari pernikahannya dengan Om Tri, bagaimana jika suatu saat sang anak memilih jalan hidup yang salah apakah sebagai orang tua masih mau menerima dan memaafkan, apakah masih akan menuntut balas akan jasanya sebegai orang tua?.
"Teh kamu dingin Num," udara dingin cuaca mendung pagi itu yang membuat teh manisnya dingin atau barangkali curahan hati Hanum yang membunuh waktu membuatnya lupa akan teh manis buatan Tante Marni. Hari Minggu, mendung, udara dingin, dengan teh yang sudah dingin karena ditinggal penikmatnya bercerita masa lalunya.
Hanum segera menghubungi panti pijat yang membutuhkan terapis pagi itu, hanya 10 mwnit berselang, ia segera masuk lagi ke kamar memanggil Om Tri "Om kayaknya aku jadi deh ke panti pijat ini gajinya lumayan kalau sama tip dari tamu" Om Tri mengernyitkan dahi "Apa nama tempatnya Num?", "Bidadari Spa, sekitar 5 kilometer dari sini ternyata tempatnya katanya, 8 jam kerja ada shiftnya lagi, eh tapi Om, ini yang aku nggak ngerti tadi di telepon tempatnya ini khusus spa sensasi, orangnya nggak jelasin detail, mungkin maksudnya sensasi yang ditawarkan kali ya? Misal sensasi pijatnya relaksasi atau sensasi pegel nyeri otot langsung hilang misalnya", tidak butuh waktu banyak Om Tri segera menuntun Hanum keluar kamar, Tante Marni masih sibuk dengan kegiatan Minggu paginya, menonton acara gosip di televisi sambil memasang payet di kebaya. Hanum dan Om Tri duduk di teras, Hanum sangat serius ketika bertanya sembari menjelaskan perihal lowongan kerja di Bidadari Spa, tidak dengan Om Tri, mimik wajahnya menahan tawa, membuat Hanum sedikit kesal. "Aku sih mau kalau kerjanya begitu, ada training 1 bulan nanti diajarin tuh, terus tadi dijelasin paket spanya ada spa air mancur, spa lumba-lumba, sama satu lagi mmmm spa tornado. Inovatif banget menunya kayaknya deh, bayanganku tuh air mancur itu kita spa di dalam kolam air hangat yang ada aliran airnya deras banget itu rasanya bisa sampe kayak mijit, lumba-lumba ini sejenis alatnya deh kayaknya sih alat pijat bentuknya lumba-lumba melengkung gitu kayak yang biasa di iklan di TV, nah tornado ini yang aku nggak ngerti, buat masuk angin kali ya Om. Keren nih aku bisa kerja di tempat begini tuh, gajinya 4 juta sebulan belum tip dari tamu, nanti aku disuruh dateng Om, kalau masuk kriteria aku bisa langsung kerja.", Om Tri tertawa terbahak-bahak, Hanum menjadi sangat bingung, mengapa dan ada apa yang terjadi? "Num, kamu itu polos atau kepolosan sih? HAHAHAHA", Hanum bingung masih tidak tahu apa yang dimaksud Om Tri, "Kalau di sini namanya spa sensasi itu panti pijat plus-plus, yang nawarin jasa kepuasan seksual buat pelanggannya, nama menunya selalu aneh-aneh buat nyamarin apa aja treatment yang didapat sama pelanggan, kenapa saya tau? Karena dulu pas masih jadi kurir garam laut sama daun surga, saya sering nganterin pesenan ke sana juga buat mami-mami di sana". "Oalah bajingan! Wis ra sido aku ngelamar ning kono! (Oh bajingan! Udah ah nggak jadi aku ngelamar di sana!)". Hanum yang kesal segera menghapus nomor panti pijat itu dari kontak di ponselnya, "Sekarang banyak yang begitu, nyamarin jasa dengan nama 'sensasi' terapisnya kebanyakan perempuan muda, dari luar keliatannya memang kayak spa biasa tapi dalemnya banyak perempuan yang pakaiannya mini, meski gaji lumayan tapi mereka ada juga yang dipaksa dengan sistem kontrak dan nggak bisa ke mana-mana sebelum kontrak habis, kalau mereka kabur itu sama aja kaya punya hutang, disuruh nebus, kalau nggak bisa nebus ya mereka harus kerja sama mereka", Hanum sudah membayangkan bahwa kehidupan di kota ini sangat pahit, tidak semanis bayangannya tentang wanita karir yang berpakaian rapi dan wangi parfum yang khas, ada juga yang harus berjuang di titik nol seperti dirinya saat ini.
"Yang nyari pembantu di dapur restoran belum aku hubungin sih Om", "Nah mending di restoran, meski capek tapi kerjanya pasti, nggak bakalan aneh-aneh, kamu hubungin dulu, nanti kapan interview saya yang anter".
YOU ARE READING
Kupu-Kupu Tak Bersayap
RomanceSetelah pernikahannya yang kandas dengan Bayu, hari-hari Hanum selalu ia habiskan dengan mengingat Bayu, cinta yang memilih pergi. Dan Hanum lantas menemukan profesi rahasia, di situ ia merasa sangat dicintai, diinginkan, dihargai dan dipuji. Dan pe...