#11 - Hinata

7 1 0
                                    

Gimana kabar kalian?
Udah lama ya, maaf...
Aku lupa nyimpen flashdisknya dimana, sedangkan draft naskahku disitu semua.
Ya udahlah nggak usah kebanyakan intro hehe



Fares mengacungkan telunjuknya tepat diwajah tegas, Raka. Senyuman begis Raka balaskan dan membuat suasana semakin menegang.

"Kita saudara, tapi bukan berarti kita seratus persen harus mirip," Arka marah, tapi tetap saja mengucapkannya dengan nada serendah mungkin. Seperti karakternya yang tenang.

"Makasih sepatunya. Gue pamit," Fares tak menghiraukan keduanya.

Benar kalau itu Alibi. Mana mungkin Bu Weni nyuruh menyusun silabus, Fares tidak pandai soal apa pun. Dia hanya jago di olahraga dan sedikit memainkan alat musik. Apapun asal bukan pelajaran. Daya pikirnya cukup lemah untuk hapalan atau memecahkan soal rumit.

Dalam aturan keluarga Alfarezi. Ayahnya memiliki sikap arogan yang tau dirinya benar. Kalau ada salah satu anaknya yang berbicara mendahului dirinya, itu akan dicap sebagai anak durhaka yang bisanya melawan perkataan orang tua.

Padahal berbicara dahulu, bukan berarti itu bentuk melawan apa kata orang tua.

Didikan keluarga kolot, semacam jaman kolonial. Sangat disiplin tapi ketinggalan jaman dari era modern.

Ketika ayahnya berbicara semua anaknya harus diam dan menganggap perkataan orang tua benar.

Matematika ataupun pelajaran sulit lainnya adalah sesuatu yang patut dipuji. Ayah masih mengikuti stigma masyarakat. Di mana olahraga, musik, seni ataupun sesuatu yang tidak memerlukan otak adalah hal mudah dan tidak penting.

Ayah adalah satu dari ribuan orang yang punya pemikiran tua dan menganggap rendah orang yang berprofesi seperti itu. Memangnya kenapa dengan atlet, musisi, seniman ataupun profesi sejenis itu. Bukankah semua itu memerlukan bakat?! Bukankah bakat adalah sesuatu yang nggak bisa didapat dengan belajar sekeras apa pun?!

Apa didunia ini hanya dihuni orang yang berprofesi dokter, pengacara atau pimpinan.

Fares sangat menghargai semua profesi di dunia ini. Sama penting dan sama hebat. Mungkin ini adalah alasan kenapa Fares dan ayahnya selalu berseteru 'Perbedaan Pandangan'

Otaknya tidak mati untuk berpikir.

Matanya tidak buta untuk melihat.

Telinganya tidak tuli untuk mendengar.

Juga badannya tidak lumpuh untuk bergerak.

Menyuarakan sesuatu yang dianggapnya benar.

Meskipun terus-menerus dibilang keras kepala, pada sesuatu yang salah.

Walau ayahnya menakutkan dan kerap membuat Fares takut. Dia tidak pernah takut soal menyuarakan sesuatu yang benar menurutnya. Itulah Fares, si pembangkang di keluarga Alfarezi.


Terus melakukan pembuktian diri

Meskipun usaha terbaiknya

Tidak pernah mendapat apresiasi

- - - Faresta Alfarezi - - -


"Dia mengecewakan." Raka menatap Fares sampai menghilang dari pandangan.

"Gue lebih kecewa sama lo kak Raka," Arka sembari menghela nafas.

"Why?"

Arka berdelik tajam. "Lo masih tanya kenapa?". Jeda. "Fares memang nggak bisa secerdas lo, tapi bukan berarti lo bisa..."

"Harapan ayah dari dulu cuman satu, yaitu ketiga anaknya bisa masuk Universitas terbaik. Tidak lain dan tidak bukan Universitas impian ayah, Universitas Gantara Group. Seberusaha apapun kita bisa lolos kesana. Dia tetap jadi noda keberhasilan kita nanti. Ayah selalu ingin yang sempurna. Kau pasti tau itukan?!"

"Gue tau itu."

"Gua cuman menempa mentalnya. Supaya dia sadar untuk bisa berusaha lebih keras lagi. Lebih keras dari dari dia yang sekarang."

"Ternyata lo kakak yang seperti itu ya. Itu tipe kakak yang menyebalkan. Bukannya memotivasi malah akan membuatnya semakin tertekan." Jeda. "Fares adalah adik bungsu kita yang didikannya paling keras. Ayah memang memberikan kasih sayang kepada kita. Tapi Fares selalu diberi tekanan. Sampai prestasinya sama seperti kita."

"Lo juga Ar. Inget jangan sampai turun posisi. Nilai Fisika lo turun bukan?" Jeda. "Lo nggak maukan kepedulian lo barusan malah jadi kenyataan lo sendiri."

"Iya gue tau. Lo jangan khawatir. Cuman sekali gue turun nilai. Gue cuman perlu mengurangi jadwal gue di kepanitian OSIS dan nilai gue lekas kembali." Jeda. "Juga sedikit nggak tidur."

"Oh ya. Soal kompetisi di madding. Lo partner sama gue kan?!" Jeda. "Kita bakal jadi kandidat terkuat."

"Butuh lolos berapa babak sampai kita dapat hadiah beasiswa Universitas Gantara?"

"Nggak tau. Masih rahasia." Jeda "Ayolah kita pasti menang. Kalau bisa sampai akhir, kenapa nggak?!"

"Menang, semudah itu ya?"

"Gue sih bisa satu kali baca, menguasai." Jeda. "Kalau lo, gue harap lo belajar lebih keras Arka."

"Oke." Jeda. "Kalau Fares dia akan ikutkan?"

"Nggak tau. Lagian dengan kemampuan dia sekarang. Gue ragu." Jeda. "Mendingan kita pikirkan kita berdua dulu. Ini kesempatan. Apalagi ini tahun terakhir gue. Kelulusan semakin dekat"

Sangat sulit mendapat beasiswa di Universitas Gantara Group. Banyak tahap dari raport, tes mandiri, tes fisik, wawancara dan lain-lain. Memikirkan untuk sabar dengan beberapa tahapan seleksi saja sudah cukup memusingkan. Kompetisi ini adalah ular tangga, lintasan tercepat.




Tolong tinggalkan vote dan komentarnya, apabila kalian menyukai ceritaku disini :)

Sesungguhnya dukungan kalian yang membuat penulis semangat menyelesaikan ceritanya!

Kalian juga bisa terhubung denganku di instagram.
Ig: advertisement.shineraiz
Ig: shintyaanikasari

GANTARA COMPETITION (On-going/ Novel Fiksi Remaja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang