#1 - Levant

119 17 0
                                    

CHAPTER 1

Weni Sri Widya Ningsing mengajar jam pertama. Dia terlambat 20 menit dari jam seharusnya. Baru 20 menit saja, kelas berubah gaduh. Hampir terdengar sampai ruang wakasek.

Langkahnya begitu kokoh. Tatapannya dingin. Juga tarikan napasnya mulai dalam. Tampak wali kelas X IPS 1 itu akan meledak kan amarahnya sebentar lagi.

Guru yang sangat disiplin dan ditakuti seluruh siswa SMA Gantara Jakarta. 

Brakkk... Hentak meja yang tak salah apa-apa itu dengan buku yang dibawa guru Pkn itu.

"KM mana, kok berisik sih?! Faresta Alfarezi?!!!!!!!"

"Telat bu," ucap salah satu siswa.

"Wakil KM kan ada. Mana Bambang?"

"Bang dipanggil lu!"

Bambang yang asyik mendengarkan musik dengan headsed nya. Sambil bernyanyi keras seperti penyanyi konser. Santai, tidur di belakang kelas. Sambil membalut dirinya hangat dengan jaket.

Aku padamu ~ ~ I Love You Baby ~ ~ Bambang menyanyikan lagu itu dengan semangat dan penghayatan tinggi. Juga improvisasi pada lirik selanjutnya dengan asal.

"Kelas yang gila," sayang hanya Genatha yang tertawa. Genatha melirik ke dalam kelas, tanpa melihat kondisi menegang di ruangan itu.

Semua orang takut melihat Bu Weni yang melotot. Tampak mau menjatuhkan bola matanya. Seperti film Suzanna dan tepat seperti adegan jump scare.

Weni menggebrak meja sekali lagi "Bambang!!!!!"

Bambang terbangun dan melepas setengah headsed "Astajim kutu kupret, ngapain sih lu. Slow napa?!"

"Hah?!" Weni sontak terkejut lagi. Kepalan tangannya muncul bersamaan urat nadinya.

Bambang langsung terjatuh, hingga terjungkal dari kursinya yang tak seimbang itu. "Waduh. Maaf bu. Maaf bu," langsung kembali duduk ke tempatnya semula.

"Ibu sudah bilanginkan?!" Jeda "Kalau KM nggak ada, wakil yang gantiin. Lalu kalian juga harus koperatif. Kalau Bambang nggak bener, tegur! Bukan malah menjadi seperti ragunan. Kalian ini berisiknya macam anak hutan. Kalian di sekolahin harusnya punya akal. Gimana caranya kalian bisa berbeda dari hewan?!"

Bambang bergidik ngeri sesaat ditatap gurunya itu. "Ngerti bu. Paham. Cukup bu. Bambang amat sangat mengerti."

"HAHAHA" Gelak tawa Genatha memecah ketegangan. Tawanya sembunyi tapi terdengar jelas.

Tatapan bu Weni berpindah pada Genatha yang menyusul ke dalam kelas. Semua heran dan bertanya siapa. Tapi ketegangan masih terjadi saat itu.

Genatha acuh seolah sengaja.

Weni merasa dilema. Ingin marah, tetapi Genatha anak baru. Ingin nggak marah, sudah keterlaluan. Tidak sopan untuk orang yang baru pertama kali bertemu. Weni membesarkan hatinya dalam-dalam, mentoleransi ketidaksopanan Genatha dan menegurnya di lain waktu.

"Perkenalkan ini Genathaniel. Siswa pindahan SMA Garuda Jakarta. Ibu harap kalian bantu dia, mengingat ini adalah hari pertamanya. Juga kita ada di semester 2. Sebentar lagi menghadapi UAS. Ibu harap kalian bantu dia mengejar ketertinggalan. Apalagi ibu nggak yakin dia siswa pintar. Bisa mengejar ketertinggalan di Gantara. Kalian tau sesulit apa bukan?!"

Saat perkenalan, Genatha tidak mendengarkan. Dia memainkan hp-nya. Entah mengecek apa, tapi lagaknya sungguh mengesalkan.

"Genatha ada yang mau ditambahkan?"

"Nothing," Gelengnya tanpa ragu.

Weni menarik nafasnya dalam-dalam. "Baik. Silahkan duduk."

Genatha langsung melihat bangku kosong paling belakang. Senyumnya merekah seperti anak kecil diberi mainan. Duduk di belakang adalah incarannya, itu membuatnya tidak menonjol.

GANTARA COMPETITION (On-going/ Novel Fiksi Remaja)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang