03

11 4 0
                                    

Dewangga keluar dari kelasnya setelah semua siswa dan siswi sudah lebih dulu meninggalkan kelas, dia membereskan buku dan alat tulisnya kedalam tas dan bergegas menuju parkiran tempat motornya terparkir rapi.

Sekolah sudah sangat sepi selain anak-anak yang sedang ekskul semuanya sudah pulang, ekor matanya menangkap pergerakan seorang gadis yang menarik perhatiannya sejak datang ke sekolah ini.

"Dewangga" merasa di panggil dia menolehkan pandangannya, dan mendapati seorang gadis tengah tersenyum manis padanya.

"Apa kabar?" Tanya gadis itu.

"Gak usah sok kenal" ucap Dewangga

"Dewa, kita emang sudah saling mengenalkan?"

"Rashika, dengerin gue disini itu anak baru, dan kita gak saling mengenal"

"Apa kamu sebenci sama aku sampai kamu gak mau lagi kenal sama aku?" Tanya Rashika sedih.

"Lo tahu jawabannya"

Setelah mengatakan itu Dewangga melajukan motornya keluar dari area sekolah, ada hal yang menarik perhatiannya sedari tadi.

Rashika mengepal kan tangannya, selama ini dia berusaha kembali mendekati pemuda itu tapi sepertinya dia harus lebih berusaha untuk mendapatkannya kembali.

Gadis itu tahu kesalahannya di masa lalu tidak bisa di maafkan tapi dia meyakinkan dirinya jika dia bisa mengembalikan perasaan Dewangga untuknya sama seperti dulu, dan dia akan berusaha untuk itu. Dia tidak akan membiarkan siapapun mendapatkan hati Dewangga, hanya dia seorang yang boleh bersama pemuda itu, tak peduli apapun yang terjadi dia akan menghalalkan segala cara agar tujuannya tercapai.

Dewangga menghentikan Motornya di parkiran sebuah kafe, dia menatap sekeliling dan melihat Susan tengah membersihkan meja di salah satu sudut kafe. Ternyata selama ini dia bekerja paruh waktu untuk menghidupi dirinya sendiri, bukan keinginan Susan di lahirkan sebagai orang yang akan di tinggalkan semua orang yang menyayangi nya tapi ini adalah takdir dan dia akan menerimanya, bersyukur dia masih bisa bertahan hidup sampai saat ini.

Dewangga duduk di salah satu kursi di luar kafe sembari memperhatikan Susan yang dengan cekatan membersihkan dan membawa piring dan gelas kotor, setelah itu Susan berjalan ke arah Dewangga dan menanyakan pemuda itu ingin pesan apa.

"Lo gak tahu siapa gue?" Tanya Dewangga, alis Susan terangkat dan memperhatikan Dewangga dengan lekat, ah dia baru sadar dan baru ingat.

"Dewangga, si anak baru?" Dewangga hanya mengangguk.

"Mau pesan apa?"

"Ice coffe"

"Oke"

"April" Susan menghentikan langkahnya, panggilan itu seketika menyentuh hatinya selama ini tidak ada yang memanggil namanya dengan April hanya Adit yang memanggilnya seperti itu.

"Nama Lo Susanty Apriliani kan?" Tanya Dewangga memastikan

"Ya"

"Berarti gue gak salah manggil Lo April" Dewangga tersenyum manis, sedangkan Susan hanya menatapnya sekilas dan berlalu pergi dia terlalu syok akan panggilan yang Dewangga ucapkan, panggilan yang selalu dia rindukan.

Susan menghapus air matanya yang menetes saat mengingat kebersamaan nya dengan Adit, dia menarik nafasnya panjang dan menghembuskan nya kasar dia tidak boleh lagi mengingat hal yang akan membuatnya menangis kembali sudah cukup selama ini dia hidup dalam kesedihan kini Susan memutuskan akan hidup dengan normal layaknya teman-teman nya yang lain.

Dewangga merasa jantungnya berdetak lebih cepat saat dia mengucapkan nama panggilan Susan yang orang lain tidak tahu, dia merasa senang karena hanya dia yang memanggil Susan dengan April nama terakhirnya. Entah kenapa dia sangat senang memanggil gadis itu dengan nama April seolah dia merasakan kebahagian yang belum pernah dia rasakan selama ini.

"Ini pesanannya" Susan menaruh gelas ice coffe pesanannya di mejanya.

"Eh! Tunggu" cegah Dewangga saat melihat Susan akan pergi.

"Ada lagi yang mau di pesan?"

"Sini, duduk di sini temenin gue minum"

"Maaf, gue harus kerja"

"Lo gak tahu ini kafe punya siapa?" Tanya Dewangga, Susan hanya menggeleng karena memang dia tidak tahu siapa pemilik kafe ini, karena selama ini si pemilik tidak pernah datang kemari dan hanya manager yang mengurusnya dan mempercayakan semuanya kepada sang manager.

"Kafe ini salah satu usaha orang tua gue, so gue disini pemilik kafe ini"

"Oh ya? Kok gue gak tahu ya?"

"Ya karena selama ini gue sama orang tua gue gak pernah kesini selain saat pembukaan kafe ini, kalau Lo gak percaya tanya aja sama manager kafe ini"

Secara kebetulan sang manager sedang berjalan kearah mereka, manager itu menundukkan kepalanya,

"Selamat siang tuan muda, apa ada hal penting sehingga anda datang kemari?" Tanya pak manager, Susan hanya melongo mendengarnya.

"Ah enggak Pak Yas, saya kesini cuman mau main aja"

"Baiklah tuan muda, kalau tuan muda membutuhkan bantuan atau ingin pesan apapun akan saya siapkan"

"Tidak perlu, saya hanya punya satu keinginan"

"Apa itu tuan muda?" Dewangga menatap Susan yang terlihat masih tak menyangka dengan apa yang terjadi.

"Saya cuman mau dia menemani saya minum coffe" pak manager menatap Susan

"Susan kamu dengarkan permintaan tuan muda? Jadi kamu harus menemaninya"

"Baiklah" pasrah Susan, sedangkan Dewangga tersenyum penuh kemenangan atau lebih tepatnya menyombongkan diri.

Pak manager meninggalkan mereka berdua, Susan duduk di hadapan Dewangga dan menatap pemuda itu dengan kesal. Bukannya dia tidak senang hanya duduk saja tapi dia takut kalau nanti gaji nya akan di potong karena ini.

"Lo tenang aja nanti gaji Lo gue tambahin karena udah mau nemenin gue"

"Gak usah bos, saya di gaji disini karena kerja bukan karena nemenin bos" dumel Susan.

"Udahlah terima aja, gue tahu Lo senang duduk sama gue"

"Idih, kepedean Lo, jangan samain gue sama cewek cewek yang ngejar Lo, gue sama sekali gak tertarik sama Lo"

"Jangan ngomong gitu, nanti kalau Lo suka sama gue gimana?"

Susan tak menanggapi ocehan Dewangga, dia kini fokus pada layar ponselnya selain bekerja di kafe ini Susan juga punya pekerjaan lain meski hanya lewat ponsel tapi ini cukup untuk kebutuhan sehari-hari nya, dia mengerjakan desain mulai dari baju, rumah dan lainnya, meski dia hanya pemula tapi bakatnya yang luar biasa mampu menghasilkan karya yang sangat luar biasa.

Jika dia mempunyai modal dia akan membuka butik baju dan menjual hasil karya nya sendiri, sayang. Itu akan terjadi bertahun tahun kemudian karena dia harus menabung untuk melakukan mimpinya itu.

"Lagi ngapain si?" Tanya Dewangga yang melihat Susan fokus pada layar ponselnya.

"Kepo Lo" jawab Susan tanpa mengalihkan tatapannya.

Dewangga merebut handphone nya dan melihat jika gadis itu tengah menggambar desain baju di sebuah aplikasi.

"Harusnya kalau bikin design kayak gini itu di laptop"

Susan memutar bola matanya malas, jika dia mampu dia pasti akan menggunakan benda itu.

"Gue bukan orang kaya, udah syukur ada hp juga" Susan kembali merebut handphone nya dari genggaman Dewangga.

Sebetulnya bukan hanya dari hp tapi Susan juga mendesign beberapa gaun dan tas di kertas dan dia menyimpannya di rumahnya, agar suatu hari dia bisa membuat karya karya nya sendiri.

Cinta Untuk SusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang