04

13 2 0
                                    

Susan pulang kerumah peninggalan orang tuanya, rumah yang selalu mengingatkan dia tentang kenangan yang sangat membahagiakan sekaligus menyedihkan untuknya, di rumah ini lah dia selalu menghabiskan waktu bersama kedua orang tuanya dan disini pula dia ditinggalkan sendiri di dunia ini oleh orang tuanya, rumah ini sudah banyak berubah karena Susan sudah merenovasinya sebagian dari hasil kerjanya selama ini, dia ingin tinggal nyaman di tempat dimana kedua orang tuanya menitipkan harta satu satunya. Meski pun rumah ini kecil tapi dulu mereka begitu bahagia, hidup dalam serba kekurangan tidak membuat keluarga kecil ini bersedih justru kebahagian muncul dari hal hal kecil disini, Susan memegang bingkai foto ayah dan ibunya Serra dirinya yang masih kecil, tidak ada saudara lain karena kedua orang tuanya adalah anak tunggal.

Sewaktu kecil Susan ingat dia sering diejek karena selalu memakai sepatu yang sudah sobek, tapi Ibunya selalu berkata 'Syukuri apa yang sudah Tuhan berikan maka kita akan mendapatkan kebahagiaan' Susan masih sangat jelas mengingat apa yang ibunya ucapkan, dan sekarang dia merenung apa selama ini dia tidak pernah mensyukuri apa yang di berikan Tuhan? Apakah selama ini dia kurang mengikhlaskan segala yang terjadi padanya sehingga dia tidak mendapatkan kebahagiaan? Apakah ini artinya dia harus menerima takdir dan mengharapkan yang terbaik untuk nya setelah hampir tiga tahun berlalu? Susan memeluk bingkai foto itu, menumpahkan segala beban yang ada di hatinya tanpa bersuara.

Sudah lama sekali dia tidak merasakan sedih seperti ini, tapi kenapa sekarang dia merasa sangat ingin meluapkan segala rasa sakit yang dia derita selama ini? Tidak ada siapapun yang dapat Susan singgahi pundaknya hanya untuk bercerita betapa menyedihkan nya dirinya.

Susan merindukan semua orang yang ada di kehidupan masa lalunya, Ayah, Ibu dan juga Adit. Menangis tanpa suara hanya air mata yang terus saja mengalir tanpa dapat Susan hentikan, hingga suara ketukan di pintu mengalihkan atensinya dan segera menghapus air matanya, menaruh bingkai foto keluarga kecilnya dan bergegas melihat siapa yang bertamu kerumahnya.

Saat membuka pintu dahinya mengernyit heran melihat siapa yang berdiri di depan rumahnya.

"Ngapain?"

Dewangga hanya tersenyum dan masuk kedalam rumah Susan tanpa ada yang mempersilahkan nya masuk

"Ngapain?" Tanya Susan lagi, pasalnya Susan tidak pernah kedatangan tamu apalagi teman sekolahnya. Bara saja yang selalu menempel padanya tidak tahu dimana rumahnya.

"Mau ngajak Lo keluar"

"Besok sekolah, gue gak bisa. sana pulang ini udah malam"

"Ah elah bentar aja, paling jam sembilan juga pulang temenin gue makan malam"

"Gue gak mau, lagian gue heran deh kenapa Lo bisa tahu rumah gue? Tadi siang juga gue udah temenin Lo"

"Gue kan orangnya tahu apa aja termasuk rumah Lo, bagi gue tahu rumah Lo itu kecil"

"Udah ah ayo"

Dewangga menarik tangan Susan membawanya keluar rumah, dan membawanya pergi setelah mengunci pintu. Susan ingin protes tapi tidak jadi karena percuma saja Dewangga orang yang keras kepala sama seperti Adit, Susan terdiam sejenak kenapa dia bisa menyamakan Adit dan Dewangga? Padahal mereka jelas berbeda Adit bahkan sudah meninggalkan dunia ini.

Dewangga yang melihat Susan hanya terdiam menepuk pundaknya dan menyuruhnya masuk kedalam mobilnya, setelah keduanya masuk Dewangga menjalankan mobilnya, di dalam mobil Susan masih berpikir kenapa dia punya pemikiran seperti itu? Dia baru saja bertemu dengan Dewangga dan hari ini adalah pertemuan pertama mereka tapi kenapa Susan merasa nyaman berbicara padanya? Dan dia juga tidak marah saat Dewangga seenaknya saja, Susan tidak mengerti ada apa?

Dewangga sampai di restoran dan Susan lagi-lagi tercengang, Dewangga membawanya ke tempat dimana dulu dia dan Adit sering pergi ke sana untuk makan.

"Kita pindah" ujar Susan

"Kenapa? Disini tempat nya bagus dan  makanannya enak"
Kembali Dewangga menarik tangan Susan untuk masuk kedalam restoran, lagi. Susan hanya diam dan menurut dia terlalu syok setelah sekian lama dia tidak pernah mendatangi tempat kebersamaan nya dengan Adit ini adalah kali pertama dia kembali kesini.

Ingatan itu menyeruak dari dalam otak Susan kebahagiaan lama yang telah sirna akibat dari perpisahan memilukan, selama ini dia berusaha untuk menjauhi tempat tempat yang akan membangkitkan memori indah sekaligus menyakitkan itu, berusaha sebisa mungkin untuk hidup normal meski dia belum mendapatkan kembali kebahagiaan nya.

"Dewangga" panggil Susan, Dewangga menghentikan langkahnya dan menatap Susan

"Kenapa?"

"Please, pergi dari sini gue gak bisa masuk kesini"

"Lo kenapa sih? Tenang aja gue yang traktir kok"

"Ini bukan soal uang, tapi gue minta sama Lo kita pergi aja dari sini"

"Ada apa? lo ada trauma makan disini?"

"Gue gak bisa jelasin dan gak mau jelasin apapun"

Susan melepaskan cekalan tangan Dewangga dan berlalu, hatinya masih terlalu lemah untuk kembali mengingat masa lalu, dia hanya ingin menjauhi apa yang sudah menjadi kenangan dalam ingatannya Susan hanya tidak mau bersedih dan membuat Adit semakin terluka di atas sana.

Sebisa mungkin dia tahan air matanya, dia bukan nya cengeng maupun lebay hanya saja selama ini dia mendapat kan kasih sayang seseorang dan mereka meninggalkan nya sendirian, hatinya masih belum bisa menerima kenyataan yang selama ini masih belum bisa Susan lupakan.

"Susan, berhenti! Jangan jadiin kenangan lo sebagai hukuman, orang yang Lo sayang gak akan pernah suka"

Susan menghentikan langkahnya, perkataan Dewangga barusan sama dengan perkataan Adit di masa lalu di saat dirinya kehilangan orang tuanya, kenapa Susan merasa Dewangga adalah Adit?

.

Cinta Untuk SusanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang